Kumpulan Cerpen - Keputusan

SENI MENGAMBIL KEPUTUSAN | Experd Consultant - EXPERD

sumber: experd.com

KEPUTUSAN

Oleh : Putri Bakhita

Aku memiliki seorang teman yang bernama Loudi. Ia memiliki kepribadian yang mirip denganku, yaitu introvert dan kuper. Kami sudah saling kenal sejak pertama kali duduk di bangku pertama SMA. Karena memiliki banyak kemiripan, jadi kami lebih sering menghabiskan waktu berdua. Aku dan Loudi sering melampiaskan perasaan serta emosi terpendam kami antar satu sama lain.

Seiring waktu berjalan, kami jadi semakin dekat dan akrab. Sadar tak sadar, kami sudah saling percaya satu sama lain. Kami bahkan begitu blakblakan membicaran soal permasalahan lebih dalam yang seharusnya menjadi privasi. Bagiku itu tak masalah. Toh, Loudi tidak akan mungkin mengumbar rahasiaku kepada orang lain.

Loudi dulu curhat padaku jika dia nyaris melakukan percobaan bunuh diri karena sudah tak tahan dengan hidupnya. Aku tak terkejut sama sekali. Bagiku itu wajar. Aku pun nyaris ingin melakukan hal tersebut kalau saja aku tak berpikiran jernih.

Saat hari libur semester menjelang naik kelas tiga, Loudi tiba-tiba mendatangiku dan berkata jika dia akan segera pindah. Bagaikan petir di siang bolong, aku tentu saja sangat terkejut.

Ia hanya memamerkan cengirannya sambil berkata, "Kau tahu, kedua orang tuaku ingin aku bersekolah di Ibu Kota. Kata mereka, jika aku masih bersekolah di kota kecil ini, itu akan menyulitkanku untuk masuk di perguruan tinggi favorit.”

Aku hanya bisa tersenyum getir. Bagaimanapun juga, ini merupakan kehendak orang tuanya. Aku tak punya hak untuk mencegat apalagi melarangnya. Namun, aku tak bisa bohong jika aku benar-benar kecewa dan sedih ditinggal olehnya.

"Michelle, besok pagi aku akan berangkat. Jadi, tepat jam sembilan tunggu aku di depan gerbang sekolah, ya!" ujarnya, seraya memamerkan seulas senyum. Aku hanya mengangguk pelan. Rasanya sulit untuk tersenyum mengingat kenyataan ini. Dadaku rasanya begitu sesak.

Keesokan harinya, aku tiba di depan gerbang bersamaan dengan sosok Loudi dengan setelan jas hitam beserta topi fedora berwarna senada  di kepalanya,  tengah berdiri sambil menyambutku dengan senyum khasnya. Senyuman itu suatu saat nanti akan kurindukan.

Loudi kemudian mengambil kedua tanganku, menggenggamnya dengan lembut sambil berucap, "Aku akan merindukanmu nanti. Maaf karena kita harus berpisah," ucapnya, dengan intonasi yang rendah.

Meskipun dia mengucapkannya dengan senyuman di wajahnya, tetapi aku bisa merasakan kesedihan serta kekecewaan pada nada berbicaranya.

"Saat kau tiba nanti, tolong kabari aku melalui surat," ujarku, yang dibalas anggukan singkat dari Loudi. Liquid bening mulai memburamkan mataku.

Ia kemudian beralih memegang pipi kananku, masih dengan senyum di wajah tampannya. Ia mengelus pipiku lembut, berhasil membuat aku tersipu. Untuk pertama kalinya dia bersikap seperti ini padaku. Selepas mengucapkan selamat tinggal, dia kemudian berbalik meninggalkanku yang kini masih mematung.

Liquid bening berhasil jatuh membasahi pipiku. Aku masih shock akan sikap Loudi yang tak biasanya itu. Ditambah kepergiannya yang tiba-tiba, membuatku sungguh tak habis pikir. Aku memegang pipi kananku yang kini telah basah oleh air mata. Di sana ada sidik jari milik Loudi. Aku menyentuh pipi kananku seperti yang dilakukan Loudi sebelumnya.

Aku sungguh tak ingin berpisah denganmu, Loudi. Hanya kau satu-satunya alasanku untuk tetap bertahan seperti saat ini. Saat aku down, kau selalu memotivasiku. Masih ada satu hal yang belum kukatakan padamu. Bahwa… aku mencintaimu.

Kaulah lelaki pertama yang berhasil membuat aku merasakan yang namanya dimabuk cinta. Di saat di mana hanya kaulah yang muncul di benak dan pikiranku. Menjadikan dirimu sebagai motivasi untuk semangat menjalani kehidupan yang suram ini. Dan kini, mau tak mau kau harus meninggalkan aku.

Setiba di rumah, aku lantas langsung berhamburan ke kamar dan menjatuhkan tubuhku ke ranjang. Aku menangis sejadi-jadinya di balik bantal. Entahlah, hatiku rasanya sangat hancur.  Selama kurang-lebih tiga jam aku mengurung diri di kamar. Sorenya, aku memutuskan untuk keluar rumah menuju kediaman keluarga Loudi, sekedar memastikan kepergiannya sekaligus mengenang kebersamaan kami.

Aku terkejut. Mobil keluarga milik Loudi masih ada di halaman rumahnya. Bahkan pintu rumahnya masih terbuka lebar. Aku pun memutuskan untuk ke sana, sementara pikiranku mulai bertanya-tanya. Apa yang menyebabkan mereka belum kunjung berangkat?

Aku melihat Ibu Loudi tengah menangis terisak, sementara Ayah Loudi sibuk menenangkan beliau. Dan anehnya, aku sama sekali tak melihat sosok Loudi. Mereka berkata jika Loudi sejak pagi tadi belum kunjung pulang selepas keluar sebentar.

Aku tertegun. Terlintas di benakku saat pertemuanku dengan Loudi terakhir di depan gerbang sekolah pagi tadi. Itu berarti Loudi tidak kembali ke rumah! Apa jangan-jangan dia...

Aku pun lantas berlarian menuju ke hutan tempat di mana aku biasa bermain dan curhat bersama Loudi. Selepas pulang sekolah, kami sering menghabiskan waktu di hutan ini, mengingat hutan ini sepi dan juga jarang ada yang ke sana. Aku mulai menyusuri dalam hutan. Dari kejauhan, aku melihat sosok atau mungkin itu Loudi tengah berdiri diam. Aku pun lantas berlari sambil berteriak memanggil nama Loudi.

Namun, yang kutemukan justru bukanlah Loudi, melainkan jas hitam yang dipakai Loudi pagi tadi beserta topi fedora miliknya yang tergantung di batang pohon. Di saat yang sama, aku melihat jejak sepatu yang kuasumsikan merupakan jejak sepatu milik Loudi. Tetapi anehnya, di sepanjang perjalanan aku sama sekali tak menemukan jejak sepatu, begitu juga seterusnya. Jejak sepatu itu hanya ada di sini saja.

Aku mengambil jas hitam milik Loudi, kemudian mendekapnya dengan lembut. Aku menghirup aroma khas Loudi yang menempel di jasnya sambil tersenyum getir. Di sela dekapanku pada jas milik Loudi, tiba-tiba aku menemukan sebuah surat yang terselip di saku jas miliknya. Tanpa berpikir panjang, aku pun lantas langsung mengambil surat tersebut.

Aku tahu kau pasti akan ke sini dan membaca surat ini. Jujur saja, aku sudah sangat lelah dengan hidupku. Aku sudah lelah terus bertengkar dengan orang tuaku. Biarkan aku memilih jalan hidupku sendiri. Terima kasih karena sudah menemaniku di sisa hidupku ini. Aku bersyukur akan itu. Maaf karena meninggalkanmu. Masih ada sesuatu yang belum kukatakan padamu. Aku memendamnya cukup lama dan aku sama sekali tak berani mengatakannya.

Aku mencintaimu, Michelle

Tetaplah menjadi Michelle yang kukenal. Tersenyumlah meski aku tidak lagi di sisimu.

Aku tertegun sejenak. Loudi, kau sudah memilih jalan hidupmu. Entah seperti apa kehidupan di depanmu nanti, tetapi kau pasti sudah tidak semenderita dulu. Kau sudah bebas sekarang. Tidak akan ada seorang pun yang menentangmu lagi.

Loudi, terima kasih atas perasaanmu padaku. Tak sia-sia aku terus mengharapkanmu. Perasaan yang begitu membuncah ini akhirnya mendapat jawaban yang pasti. Karenamu, aku berani mengambil keputusan ini. Keputusan di mana aku akan memilih jalan hidupku sendiri tanpa ada campur tangan dari siapapun. Aku akan menyusulmu, Loudi!

Biografi Singkat

Nama Putri Bakhita atau biasa disapa Dhita. Ayah merupakan seorang pensiunan PNS, sedangkan ibu merupakan pekerja URT. Saat ini berstatus mahasiswa memasuki semester lima yang mengeyam pendidkan di Universitas Tadulako. Mengambil program studi Statistika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Saat ini sedang menulis novel berjudul Glorious Battle, tetapi sayangnya dilanda write-block ditambah situasi sekitar kurang mendukung. Menggunakan aplikasi menulis di Wattpad dan Novelme dengan nama pena Demartha.

 

 

 

 

 

 


Komentar

  1. Numpang promo ya gan
    kami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*

    BalasHapus

Posting Komentar