"There is a will, There is a way"
Oleh : Irma Rima
Sumber : pxhere.com
"Bila tangan ini telah rapuh dan
mata ini telah kering
sedang mataku lapuk terkoyak menjadi
karat yang mengeras,
maka biarlah selanjutnya Tuhan yang
berbicara"
Sebenarnya
masih ada beberapa penggal keresahan yang belum sempat kusematkan, akan tetapi
yang sedikit ini semoga tetap teringat dan terngiang di sudut ingatan. Ringkasan kisah ini kutulis dengan rasa cemas
dan khawatir yang begitu getir. Kutelusuri jalan sempit dengan hati-hati, gelap
dan tidak ada udara. Tidak ada suara. Tolong! Aku tidak bisa bernafas, lepaskan
aku!! Pleassse!!
Nilai pada
ambruk, ikut jalur SNMPTN gugur, berapa minggu lagi UN, data-data salah,
pendaftaran UTBK mau tutup, kuliah ke lain belum tentu lulus, belum lagi kalau
nanti nggak lulus BM (Bidikmisi) emang mau dibayar pakai daun nangka? Semua
masalah ini terus mencemari otakku setiap hari. Dibuat bangun, jatuh, bangkit,
merangkak, rebah, ahh.. aku capek begini terus. Kadang terlintas di otakku,
mungkin akulah orang yang paling malang di antara teman-temanku. Mereka yang
nggak belajar, malas-malasan dan pada suka nyontek saat ulangan bisa jadi anak
SN dan masa depan mereka akan lebih baik. Bandingkan dengan aku, anak rajin yang
sial, pikirku.
Pikiranku
bertambah kelut, sejak kepindahanku ke jurusan MIPA karena suatu hal masalah
dari sekolah. Awalnya aku merasa aku siap untuk menerima pelajaran hitungan
dalam kelas ini, namun aku merasa menyerah karena aku memang dari dulu otakku
bukan otak hitungan. Alhasil, nilai-nilai mata pelajaran banyak yang ambruk
terlebih untuk pelajaran pokok jurusan. Hal itu membuatku tertekan dan sejak
saat itu aku tidak berani lagi meminta tanda tangan ayah saat penerimaan
raport.
Jalur SNMPTN
aku dinyatakan gugur, aku benar-benar terhentak karena sebelumnya aku mengira
pihak sekolah akan memasukkan nilai raportku dari nilai jurusan IPS, tapi aku
salah dan tidak berpikir. Sungguh, aku seperti orang bodoh saja. Teman-temanku
juga terkejut mengetahui aku yang selalu ranking di kelas IPS tiba-tiba gagal
di jalur SNMPTN. Aku panik, aku sempat mengadu kepada guru BP sekolah tapi
jawaban mereka tidak sesuai harapanku. Aku jadi merasa malu, anak IPS yang dulu
selalu dapat peringkat malah nggak bisa kuliah.
Saat ujian
sekolah dilaksanakan, aku benar-benar nggak fokus. Sampai aku pernah mau
pingsan saat di dalam ruang ujian, tapi aku masih bisa menahannya. Aku takut
nggak kuliah, aku takut mengecewakan orang tua, aku takut dijauhi teman-teman.
Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi aku benar-benar menyimpan perasaan
takut itu.
Saat ada
pendaftaran di universitas lain, aku merasa agak tenang karena masih ada
cadangan, akan tetapi setelah jatuh hari pengumuman aku tetap tidak dinyatakan
lulus. Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil jalur tertulis dari universitas
sebelumnya. Itu artinya aku akan belajar lagi ? Ya Allah apakah aku akan lulus
?
"Tetapi hanya Allah-lah
pelindungmu dan Dia penolong yang terbaik"
(QS. Ali Imran : 150)
Mungkin Allah
telah memperlihatkan takdirnya kepadaku. Ya, sepertinya tahun ini aku tidak
bisa kuliah dulu. Aku memang belum layak masuk PTN, pikirku ketika kulihat
ruwetnya contoh soal-soal tertulis yang akan diujikan di jalur SBMPTN nanti.
Harapan selanjutnya adalah bisa lulus seleksi PSBR yang diadakan dinas sosial. Aku lupa itu
kepanjangannya apaan tapi yang pasti mereka akan menyeleksi orang-orang yang
memang pantas mendapatkan peluang kursus itu.
"Kubacakan baik-baik pada hujan siang ini
Aku tidak bisa kuliah
tahun ini dan itu menyakitkan
Akan tetapi aku tidak
akan berhenti untuk bermimpi
Catat itu baik-baik
hujan!!"
Siang itu
entah kenapa sebelum berangkat tes UTBK, dadaku sesak sekali. Aku pikir ini
akibat udara dingin (AC) yang dipasang berderet-deret di dalam ruangan mesjid
ketika melaksanakan shalat tarawih semalam. Mungkin ditambah lagi aku agak
cemas dengan ujian hari itu. Oleh karena itu, aku terpaksa membatalkan puasaku
untuk menjaga kondisiku agar tetap baik-baik saja saat ujian dilaksanakan.
Setelah
keluar dari ruangan tes pun, aku kembali terbata-bata melihat hari semakin
gelap saja setelah hampir lima jam berada di dalam ruangan tertutup mulai dari
pukul 01.00-05.00 sore. Rasanya mual sekali, mau muntah, kepalaku benar-benar
mau pecah. Ya Allah, aku baru sadar aku tidak sepintar yang mereka pikirkan.
Aku tidak
bisa mengharapkan sepenuhnya nilai hasil UTBK, karena jujur hari sebelumnya aku
sibuk dengan pikiran-pikiran burukku. Aku tidak tahu pasti berapa hasil nilaiku
nanti. Ya, aku merasa tidak yakin karena sudah kukatakan otakku bukan otak
hitungan sedangkan aku sendiri mengambil tes saintik? Apakah pantas aku duduk di bangku kuliah ?
Oleh karena itu, aku tidak ingin banyak berangan-angan yang nyatanya aku tidak
melakukan suatu usaha yang maksimal. Akan tetapi, di sisi lain aku merasa telah
mengecewakan orang tua. Aku hanya bertekad dalam hati, aku akan berikan yang
terbaik untuk kedua orang tuaku.
"The difference between winning and losing is
most often not quitting"
Walt Disney_
Sepulang dari
daftar ulang, kurasakan badanku bertambah lemah dan lemas. Hari itu aku
terpaksa tidak berpuasa lagi. Tenggorokanku yang kering biasanya membuatku
batuk-batuk. Lebih baik aku beristirahat sebentar untuk menidurkan segala
kepenatan. Semoga keadaanku pulih kembali.
Ketika aku dinyatakan
tidak lulus seleksi untuk kursus dari dinas sosial, aku hanya bisa mengelus
dada dan bersabar. Mereka rata-rata hanya menerima berdasarkan usia, sedangkan
usiaku saat itu masih terbilang cukup muda 19 tahun. Muncul godaan di lain
pihak. Kakakku menyarankan untuk tidak kuliah dan lebih baik menjadi anak
rumahan, membantu pekerjaan ibu di rumah atau usaha kecil-kecilan seperti
jualan online. Hatiku pun tersentak, kembali bingung mewarnai hari-hariku.
Bagaimana ini Ya, Allah apa aku harus aku perbuat? lanjut atau berhenti ?
Hari
pengumuman, aku dinyatakan lulus di pilihan pertamaku, Fakultas Kehutanan.
Tapi..., aku harus bayar 2 juta! Astaghfirullah, kenapa bisa sampai begini?
Ternyata aku tidak terdaftar progam bantuan Bidikmisi karena kesalahan data
yakni dua nomor NISN-ku salah. Aku benar-benar lemas dan tidak tahu mau apa,
aku nggak berani bilang sama mama. Aku takut mama kecewa dan salah paham atas
apa kejadian menimpa ini.
Namun
akhirnya aku tidak bisa merahasiakan juga, orang tuaku tahu dan mereka shock.
Ibuku berusaha untuk tetap mencari solusi, akan tetapi ayahku tidak
mendukungku karena tidak sanggup membayar uang sebesar itu. Aku hampir
menyerah, tapi aku melihat ada kekuatan ibu yang tetap ingin sekali mewujudkan impianku. Akhirnya,
dengan usaha dan doa orang tua, aku berangkat lagi untuk memperbaiki
data-dataku salah. Kami berharap, aku tetap bisa mendapatkan bantuan Bidikmisi
tersebut untuk bisa membiayai masa perkuliahanku.
Hari terakhir
banget dan detik-detik terakhir aku daftar ulang pergi ke PTN tersebut. Hari
itu kedua orang tuaku terpaksa meminjam ke tetangga uang yang bagi kami itu
jumlah uang yang tidak sedikit. Aku juga harus berusaha pinjam uang untuk
membayar tes kesehatan yang seharusnya tidak bayar bagi penerima bantuan Bidikmisi.
Tiga hari tiga malam di kos temanku, aku benar-benar tidak bisa tidur nyenyak.
Sempat berpikir, ini teramat susah dan mustahil bagiku. Namun, aku hanya bisa
berusaha dan berdoa.
"Sesulit
apapun kita memulai usaha, kita harus berani bertahan dan menyelesaikannya
sampai sukses. Dalam mencapai tujuan yang lebih besar, kita sering melupakan
satu hal yang sangat vital dalam kesuksesan, yaitu konsistensi. Kerja keras
tanpa didukung dengan konsistensi akan selalu putus di tengah jalan dan tidak
menghasilkan apa-apa atau bahkan merugi waktu dan materi"
Joko
Widodo_
Akhirnya,
walaupun dengan merangkak, jatuh, rebah, bangkit lagi aku bisa menduduki bangku
perkuliahan. Aku bangga dengan diri aku sendiri dan juga kedua orang tuaku
terutama mamaku. Aku yakin aku bisa duduk di ruang semegah ini dengan
mengenakan almameter ini berkat doa yang luar biasa dari kedua orang tuaku,
ucap batinku saat aku berada di dalam gedung melaksanakan PKKMB. Aku akan tetap
kuliah walaupun aku belum bisa mendapatkan dana bantuan Bidikmisi tersebut. Aku
akan tetap berusaha dan berdoa semoga pihak PTN bisa membantu biaya kuliahku ke
depannya.
Aku punya
satu lagu, di mana lagu ini selalu kuputar di dalam angkutan kota ketika aku
pulang-pergi merantau. Lagu ini sangat berkesan bagiku karena membuat aku
semakin kuat dan tegar atas semua masalah yang aku alami. Tentunya semakin aku
bersyukur atas kekuatan yang Allah SWT berikan kepadaku dalam menghadapi
ujian-Nya. Aku tulis beberapa di bawah ini semoga bisa memotivasi.
Banda Neira: Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti
Jatuh dan tersungkur di tanah aku
Berselimut debu sekujur tubuhku
Panas dan menyengat
Rebah dan berkarat, yang ...
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang hancur lebur akan terobati
Yang sia-sia akan jadi makna
Yang terus berulang suatu saat henti
Yang pernah jatuh 'kan berdiri lagi
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Di mana ada musim yang menunggu?
Meranggas merapuh
Berganti dan luruh
Bayang yang berserah
Terang di ujung sana, yang ...
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang hancur lebur akan terobati
Yang sia-sia akan jadi makna
Yang terus berulang suatu saat henti
Yang pernah jatuh 'kan berdiri lagi
Hal itu semua
kulakukan karena selama ini aku melihat betul dan merasakan dengan sangat
bagaimana seorang ibu dengan sangat disiplin mendidikku dan ingin sekali melihat anaknya bisa kuliah. Aku
tidak tega melihat wajah ibu semakin menangis ketika aku pulang tidak membawa
apa-apa. Walaupun semua ini terasa sangat lelah, sangat sakit, akan tetapi aku
yakin sosok seorang ibu pasti lebih merasakan sakit dari apa yang sedang aku
alami. Aku juga sadar apa-apa yang aku lakukan ini belum bisa membalas semua
kebaikan ibuku.
Penulis
Irma Rima lahir di Balikpapan 19 April 2000. Gemar menulis
sajak.Karya yang sudah diterbitkan, antologi puisi Hujan (2018), antologi puisi
Loppah, 20 terbaik (2019), Hujan Bulan
Juni (2018), Rainy Day (2018), Antologi puisi ASKS KALSEL, Antologi ASKS KALSEL
XVI Tanah Bumbu, Semerbak Hutan Seharum Ombak (2019).
Komentar
Posting Komentar