MABADI’UL AHKAM (PRINSIP-PRINSIP HUKUM ISLAM)


MABADI’UL AHKAM (PRINSIP-PRINSIP HUKUM ISLAM)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang          

Islam adalah agama dan cara hidup berdasarkan syariat Allah yang terkandung dalam kitab Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Setiap orang yang mengintegrasikan dirinya kepada Islam wajib membentuk seluruh hidup dan kehidupannya berdasarkan syariat yang tecantum dalam Al Qur’an dan As-Sunnah. Akan tetapi pada zaman modern telah menempatkan manusia menjadi bagian dan perkembangan yang penuh dengan tantangan dan persaiangan yang menyebabkan munculnya nilai dan kebutuhan baru bagi mereka yang tidak lagi sekedar sederhana. Eksistensi syari’at Islam yang konsisten pada prinsip dan asasnya tidaklah harus statis, tetapi justru harus fleksibel dan dapat mereduksi perkembangan dan kemajuan kehidupan manusia.
Hal ini merupakan kegiatan aktualisasi kembali agama Islam, dimana secara garis besarnya adalah menekankan pada pengejawantahan Islam dengan menginterpretasi kembali sumber hukum Islam dengan menggunakan kebutuhan, situasai, dan kondisi dewasa ini sebagai paradigmanya. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka orang Islam dituntut untuk dapat melakukan rekonstruksi terhadap khazanah hukum Islam secara inovatif melalui media ijtihad. Sebab kajian soal ijtihad akan selalu aktual, mengingat kedudukan dan fungsi ijtihad tidak bisa dipisahkan dengan produk-produk fiqh yang senantiasa fleksibel dan perkembangannya berbanding lurus dengan kehidupan dan kebutuhan manusia.
Namun dengan adanya fleksibelitas dalam syari’at Islam dan tuntutan bahwa hukum Islam harus senantiasaup to date dan dapat mereduksi perkembangan kehidupan ummat bukan berarti ajaran Islam, terutama fiqhnya tidak konsisten dan bebas menginterpretasikan Al-Qur’an dan Sunnah sesuai kebutuhan hidup manusia sehingga aktualisasi hukum Islam melalui pintu ijtihad dalam prakteknya dapat menggeser keqat’ian Al-Qur’an dan Sunnah hanya untuk memberikan legitimasi kepentingan manusia, baik politik, ekonomi, sosial, hukum dan lain sebagainya dengan dalih tuntutan humanisme. Hal tersebutlah yang mendorong prinsip-prinsip dan asas-asas hukum Islam lahir(dibentuk) sebagai upaya untuk membentengi syari’at Islam yang kontemporer namun dalam proses pengistinbatan hukumnya tetap memperhatikan rukh-rukh syari’ahnya.

1.2 Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari prinsip-prinsip hukum Islam?
2.      Apa saja macam-macam dari prinsip-prinsip hukum Islam?

1.3 Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui pengertian dari mabadi al-ahkam atau prinsip-prinsip hukum Islam.
2.      Untuk mengetahui macam-macam dari prinsip-prinsip hukum Islam.

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Prinsip-Prinsip Hukum Islam

Prinsip hukum Islam secara bahasa bermakna permulaan, tempat pemberangkatan, titik tolak atau al-mabda. Prinsip adalah asas yang bermakna kebenaran yang dijadikan pokok dasar orang yamh berpikir, bertindak dan sebagainya. Prinsip hukum Islam meliputi prinsip umum dan prinsip khusus prinsip umum adalah prinsip keseluruhan hukum Islam yang bersifat universal, sedangkan prinsip khusus adalah prinsip-prinsip setiap cabang ohukum Islam. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan hukum Islam adalah cita-cita yang menjadi pokok dasar dan landasan hukum Islam, baik prinsip universal maupun khusus.[1]

2.2 Macam-Macam Prinsip Hukum Islam

1.       Keesaan/tauhid
Dalam surah Ali-Imron Ayat 6
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ  
Artinya : Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".(Q.S. Ali-ImronAyat 64)
[2]Dalam prinsip Ketauhidan, adalah bagaimana kita mendasari seluruh apa yang kita fikirkan, apa yang kita kerjakan adalah berdasarkan nilai-nilai ketauhidan. Adapun macam2 tauhid antara lain :
a. Tauhid khuluqiyah (ke tuhanan / ke esaan dalam ketuhanan)
b. Tauhid rububiyah (pengaturan tunggal)
c. Tauhid mulkiyah (kerajaan/kepemilikan yg tunggal)
[3]Tauhid (Ketuhanan Yang Maha Esa) adalah suatu prinsip yang menghimpun seluruh manusia kepada Tuhan. Inilah prinsip umum atau prinsip yang universal yang dijadikan sebagai landasan prinsip-prinsip Hukum Islam. Prinsip tauhid, bila dikaitkan dengan pelaksanaan hukum Islam adalah termasuk dalam urusan ibadah. Dan merupakan suatu penyerahan diri manusia pada keseluruhan atas kehendak Allah SWT. Prinsip tauhid mengharuskan manusia untuk menetapkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan oleh Allah SWT. dan yang disampaikan oleh Rasul-Nya. Al-Jurzani pun menjelaskan bahwa seluruh hukum syariah atau hukum Islam adalah tertumpu pada ma’rifatullah dan tauhidullah.
Prinsip Tauhid yaitu prinsip secara umum ini melahirkan prinsip khusus, seperti ibadah. Prinsip ibadah adalah prinsip berhubungan dengan Allah SWT. langsung tanpa adanya perantara atau prinsip berkomunikasi langsung, serta prinsip beban hukum (taklifi) yan kemudian melahirkan prinsip-prinsip antara lain; memelihara akidah dan iman, memelihara agama, penyucian jiwa dan pembentukan pribadi yang luhur.
2.       Memfungsikan Akal
Semua tasyri', bisa dijangkau oleh akal kita. Bila sekarang belum terjangkau, besok akan terjangkau.
[4]Hukum Islam yang tidak jelas ketentuannya, maka dapat dikembangkan dengan ra’yu manusia, artinya ketentuan yang konkrit diserahkan sepenuhnya pada hasil ijtihad ulama’ melalui ra’yu tersebut. Karena pada dasarnya hukum Islam selaras dengan hukum pikir manusia selama akal manusia belum dikendalikan hawa nafsu.
Jika ditemukan suatu hukum yang bertentangan dengan hukum akal, kemungkinan yang terjadi adalah akal belum dapat menjangkau rahasia sumber hukum yang lemah sehingga hukum akal dengan hukum Islam tidak menemukan titik temu.
a. Faham, apa yang dibebankan olehNya
b. Agama itu rasional/terjangkau oleh akal (kebanyakan belum terjangkau karena masih kurang akalnya
Dalam surah Al-Baqoroh ayat 44 dan 76
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Artinya : Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? (Q.S Al-Baqoroh ayat 44)
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَا بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ قَالُوا أَتُحَدِّثُونَهُمْ بِمَا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ لِيُحَاجُّوكُمْ بِهِ عِنْدَ رَبِّكُمْ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Artinya : Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata:" Kamipun telah beriman," tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, lalu mereka berkata: "Apakah kamu menceritakan kepada mereka (orang-orang mukmin) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujjahmu di hadapan Tuhanmu; tidakkah kamu mengerti?"[66] (Q.S Al-Baqoroh ayat 76)
[66] Sebagian Bani Israil yang mengaku beriman kepada Nabi Muhammad s.a.w itu pernah bercerita kepada orang-orang Islam, bahwa dalam Taurat memang disebutkan tentang kedatangan Nabi Muhammad s.a.w. Maka golongan lain menegur mereka dengan mengatakan: "Mengapa kamu ceritakan hal itu kepada orang-orang Islam sehingga hujjah mereka bertambah kuat?"
Dan dalam Surah Yasin ayat 62
وَلَقَدْ أَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلًّا كَثِيرًا ۖ أَفَلَمْ تَكُونُوا تَعْقِلُونَ
Artinya : Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar diantaramu, Maka Apakah kamu tidak memikirkan ? (Q.S. Yasin ayat 62)
3.       Penyucian diri atau membersihkan diri
Dalam surah Al-Maidah ayat 6 dan At-Taubah ayat 103
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ 
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit[403] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh[404] perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.(Q.S Al-Maidah ayat 6)
[403] Maksudnya: sakit yang tidak boleh kena air.
[404] Artinya: menyentuh. menurut jumhur Ialah: menyentuh sedang sebagian mufassirin Ialah: menyetubuhi.

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Q.S At-Taubah ayat 103)
[658] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda
[659] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
4.       Persamaan
Dalam surah Al-Hujurat ayat 11-13
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[1410] dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. (Q.S Al-Hujurat :11)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Q.S Al-Hujurat :12)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S Al-Hujurat :13)
[1409] Jangan mencela dirimu sendiri Maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
[1410] Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan sebagainya.
Prinsip persamaan dalam hukum Islam adalah bahwa seluruh rakyat atau masyarakat berhak mempunyai persamaan di hadapan undang-undang yang harus dilaksanakan diatas mereka semua, persamaan ini tidak memandang derajat atau kedudukan, tanpa memandang harta, tanpa memandang warna, suku, tanah air, maupun paras. Islam menyamakan anatara umat Islam sesama umat Islam dan antara mereka dengan umat yang lain.[5]
Prinsip persamaan akan terwujud jika telah terjalin hubungan  persaudaraan. Semakin banyak persamaan, maka akan semakin kokoh persaudaraan yang dilahirkan. Persamaan rasa, dan cita merupakan persamaan yang mendahului lahirnya persamaan yang haqiqi dan pada akhirnya menjadikan seseorang menjadi mempunyai rasa empati terhadap saudaranya maupun orang lain. Menjadikan seseorang merasakan derita yang dialami oleh saudaranya, memberikan bantuan sebelum diminta bantuan, serta memperlakukan sesamanya bukan atas dasar memberi dan menerima, mengutamakan orang lain atas diri sendiri, walaupun dirinya sendiri mengalami kekuragan.[6]
5.       Prinsip Kebebasan
Kebebasan dalam arti luas yang mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individual maupun komunal; kebebasan beragama, kebebasan berserikat, dan kebebasan berpolitik. Kebebasan individual meliputi kebebasan dalam melakukan suatu perbuatan atau tidak melakuakan suatu perbuatan. Kebebasan beragama dalam Islam dijamin bedasarkan prinsip Tidak ada paksaan di dalam beragama (la’ikra’ha fi’al-di’in).
Surah Al-Baqarah ayat 256
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Q.S Al-Baqarah : 256)
[162] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.
Menurut zakiyah amani, sebagaimana dikatakan :
a. Kebebasan pribadi dalam menentukan kebutuhan
b. Kebebasan hak milik
c. Kebebasan bertempat tinggal
d. Kebebasan berprofesi dan berkreasi
e. Kebebasan mengutarakan pendapat/pandangan
f. Kebebasan beraqidah/beragama
g. Kebebasan belajar
6. Ditetapkan secara bertahap
Tiap-tiap masyarakat tentu mempunyai adat kebiasaan atau tradisi, baik tradisi tersebut merupakan tradisi yang baik maupun tradisi yang membahayakan dirinya sendiri. Tradisi tersebut ada yang berurat dan berakar secara mendalam dalam darah daging mereka dan ada yang sifatnya hanya dangkal. Bangsa Arab, ketika Islam datang mempunyai tradisi dan kesenangan yang sukar dihilangkan dalam sekejap saja. Apabila dihilangkan sekaligus, akan menyebabkan timbulnya konflik, kesulitan dan ketegangan batin.[7]
Dalam sosiologi Ibnu Khaldun dinyatakan bahwa “Suatu masyarakat (tradisional atau yang tingkat intelektualnya masih rendah) akan menentang apabila ada suatu yang baru atau sesuatu yang datang dikemusian didalam kehidupannya, lebih-lebih jika sesuatu yang baru tersebut bertentangan dengan tradisi yang ada”. Masyarakat akan senantiasa memberikan respon apabila timbul sesuatu yang baru ditengah-tengah mereka.
Dengan mengingat faktor tradisi dan ketidaksenangan manusia untuk menghadapi perpindahan sekaligus dari suatu keadaan kepada keadaan lain yang asing bagi kehidupan mereka, Al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur, surat demi surat dan ayat demi ayat sesuai dengan peristiwa, kondisi, dan situasi yang terjadi. Dengan cara demikian, hukum yang diturunkan-Nya lebih disenangi oleh jiwa dan lebih mendorong ke arah mentaatinya, serta bersiap-siap meninggalkan ketentuan lama dan menerima ketentuan baru.[8] 
6.       Keadilan Merata
Menurut syariat Islam, semua orang sama. Tidak ada kelebihan seorang manusia dari yang lainnya dihadapan hukum. Penguasa tidak terlindungi oleh kekuasaannya ketika ia berbuat kedzaliman. Orang kaya dan berpangkat tidak terlindungi oleh kekayaan dan pangkat ketika yang bersangkutan berhadapan dengan pengadilan. Allah berfirman dalam QS. An Nisa ayat 135:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٰمِينَ بِٱلۡقِسۡطِ شُهَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمۡ أَوِ ٱلۡوَٰلِدَيۡنِ وَٱلۡأَقۡرَبِينَۚ إِن يَكُنۡ غَنِيًّا أَوۡ فَقِيرٗا فَٱللَّهُ أَوۡلَىٰ بِهِمَاۖ فَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلۡهَوَىٰٓ أَن تَعۡدِلُواْۚ وَإِن تَلۡوُۥٓاْ أَوۡ تُعۡرِضُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٗا ١٣٥
Artinya: 135. Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
Jadi, prinsip keadilan merata yaitu memperlakukan semua manusia sama dihadapan Allah, dan dihadapan hukum dan pemerintahan. Tidak ada diskriminasi karena perbedaan bangsa , bahasa, jenis kelamin, agama dan kepercayaan, adat-istiadat dan sebagainya sebagaimana hal tersebut ada dalam QS Al Hujarat ayat 13:[9]
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣
Artinya: 13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
7.       Kemaslahatan Manusia
Hubungan sesama manusia merupakan manifestasi dari hubungan dengan pencipta, jika baik hubungannya dengan manusia lain, maka baik pula hubungannya dengan penciptanya. Karena itu hukum Islam sangan menekankan kemanusiaan.
Ayat-ayat yang berhubungan dengan penetapan hukum tidak pernah meninggalkan masyarakat sebagai bahan pertimbangan.[10] Dalam penetapan hukum senantiasa didasarkan pada tiga sendi pokok yaitu:
a.       Hukum-hukum ditetapkan sesudah masyarakat itu meembutuhkan hukum-hukum itu.
b.       Hukum-hukum ditetapkan oleh suatu kekuasan yang berhak menetapkan hukum dan menundukkan masyarakat ke bawah ketetapannya.
c.        Hukum-hukum ditetapkan menurut kadar kebutuhan masyarakat.
Dalam kaidah Ushul Fiqh dinyatakan: “ ada dan tiadanya hukum itu bergantung kepada sebab (illatnya)”. “ tidak diingkari adanya perubahan hukum disebabkan oleh berubahnya masa”. Namun disamping itu, terbentuknya hukum Islam disamping didorong oleh kebutuhan-kebutuhan praktis, ia juga dicari dari kata hati untuk mengetahui yang dibolehkan dan dilarang. Tujuan syara’ dalam menetapkan hukum adalah:
a.          Memelihara kemaslahatan agama.
b.          Memelihara jiwa.
c.           Memelihara keturunan.
d.          Memelihara harta benda dan kehormatan.

8.       Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Prinsip amar ma’ruf (mengajak kebaikan) dan nahi munkar (mencegah kejahatan). Prinsip ini besar sekali peranan dan faedahnya bagi kehidupan beragama, bermasyarakat, dan bernegara. Sebab baik buruknya suatu masyarakat mulai unit yang terkecil, yakni keluarga sampai yang besar, yakni negara dan dunia internasional, tergantung ada/tidaknya semangat amar ma’ruf dan nahi munkar itu.[11]
Dalam kajian filsafat hukum barat biasanya diartikan berbagai fungsi social engineering hukum. Sedangkan nahi munkar berarti fungsi social kontrolnya. Atas dasar prinsip inilah dalam hukum Islam dikenal adanya perintah dan larangan; wajib dan haram; pilihan antara melakukan dan tidak melakukan perbuatan yang kemudian dikenal dengan istilah al-ahkam al-khams atau lima hukum, yaitu: wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah. Prinsip amar ma’ruf nahi munkar ini berdasarkan atas firman Allah QS Ali Imran ayat 110:
كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَٰبِ لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَكۡثَرُهُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ١١٠
Artinya: 110. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.[12]
9.       Toleransi
Hukum Islam mengharuskan umat manusia hidup rukun dan damai dimuka bumi ini tanpa memandnag ras dan warna kulit. Toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak terlarngnya hak-hak Islam dan ummatnya. Toleransi hanya dapat diterima apabila tidak merugikan agama Islam.[13]
Prinsip toleransi, yang menjamin kemerdekaan dan kebebasan beragama dan berkepercayaan dan menjamin kebebasan beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing, sebagai firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 256:[14]
لَآ إِكۡرَاهَ فِي ٱلدِّينِۖ  
Artinya: 256. Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Dan firman Allah, QS. Al Kafirun ayat 6:
 لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ ٦
Artinya: 6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku"
Dengan prinsip toleransi ini Islam menetapkan beberapa ketentuan hukum:[15]
a.          Orang Muslim boleh makan makanan/sembelihan Ahlul Kitab (Orang Kristen dan Yahudi), sebagaimana firman Allah QS Al Maidah ayat 5:
...وَطَعَامُ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ حِلّٞ لَّكُمۡ وَطَعَامُكُمۡ حِلّٞ لَّهُمۡۖ
Artinya: 5. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.
b.          Orang Muslim laki-laki boleh kawin dengan wanita Ahlul Kitab, sebagaimana firman Allah QS Al Maidah ayat 5:
...وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلِكُمۡ
Artinya: (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu.
c.           Orang Muslim boleh berbuat baik dan kerja sama dengan non-Muslim, sebagaimana firman Allah QS Al Mumtahanah ayat 8:
لَّا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يُقَٰتِلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَلَمۡ يُخۡرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ أَن تَبَرُّوهُمۡ وَتُقۡسِطُوٓاْ إِلَيۡهِمۡۚ
Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Prinsip adalah asas yang bermakna kebenaran yang dijadikan pokok dasar orang yamh berpikir, bertindak dan sebagainya atas cita-cita yang menjadi pokok dasar dan landasan hukum Islam, baik prinsip universal maupun khusus.
Macam-Macam Prinsip Hukum Islam
1.       Keesaan/tauhid
2.       Memfungsikan Akal
3.       Penyucian diri atau membersihkan diri
4.       Persamaan
5.       Prinsip Kebebasan
6.       Ditetapkan secara bertahap
7.       Keadilan Merata
8.       Kemaslahatan Manusia
9.       Amar Ma’ruf Nahi Munkar
10.    Toleransi

DAFTAR PUSTAKA

Ash Shiddieqy, Hasbi .2001. Falsafah Hukum Islam, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra
Hanafi, Ahmad.1991. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang
Harjono,Anwar.Hukum Islam, Keluasan dan Keadilannya, Jakarta: Bulan Bintang
Salim, A.1998.Tarikh Tasyri’, Solo: CV Ramadhani
Supriyadi,Dedi.2010. Sejarah Hukum Islam, Bandung : CV Pustaka Setia
Tharaba, Fahim.2016. Hikmatut Tasyri’, Malang : CV Dream Litera Buana
Usman, Muchlis.1993. Hikmatus Syar’I, Malang : Percetakan LBB YAN’S
Zuhdi,Masjfuk.1990.Pengantar Hukum Syariah, Jakarta: CV Haji Masagung


[1] Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2010)., hal.157
[2] Fahim Tharaba, Hikmatut Tasyri’, (Malang : CV Dream Litera Buana), hal.60
[3] Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2010)., hal 158-159
[4] Muchlis Usman, Hikmatus Syar’I, (Malang : Percetakan LBB YAN’S, 1993), hal.46
[5] Hasbi Ash Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2001)., hal.86
[6] Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2010)., hal 160-161
[7] Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm. 29.
[8] Ibid, hal. 29-30
[9] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Hukum Syariah, (Jakarta: CV Haji Masagung, 1990), hal. 36.
[10] Anwar Harjono, Hukum Islam, Keluasan dan Keadilannya, (Jakarta: Bulan Bintang), hlm. 113.
[11] Opcit, hal. 36.
[12] A. Salim, Tarikh Tasyri’, (Solo: CV Ramadhani, 1998), hlm. 41-42.
[13] Ibid, hal. 77-76.
[14] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Hukum Syariah, (Jakarta: CV Haji Masagung, 1990), hal. 37.
[15] Ibid, hal. 37-38.

Komentar