Sumber Gambar : republika.co.id
SKENARIO SANG PENCIPTA TAK PERNAH SALAH
Oleh : Siti Maimunah
Dariku,
Ku tak pandai merangkai kata
Tak pandai membuat cerita
Yang kubisa hanyalah mengalah pada semesta,bukan berarti tak punya cerita sendiri tapi percumakan? Jika pada akhirnya semesta tak berpihak pada alur ini.
Sebuah coretan tak bermakna, mungkin itu julukan yang tepat. Jujur saja aku tak ingin dunia tahu lika-liku keluargaku. Tetapi,aku juga tak ingin memendamnya sendiri. Dan satu-satunya jalan adalah membuat cerita ini,tak mengharap mereka membacanya aku hanya ingin mengenang beribu denyut waktuku yang telah terlalui bersama orangtuaku.
Aku memang tak ahli dalam mengotak-atik hati pembaca dan memaksanya
untuk terjun dalam ceritaku, sungguh tak adilkan bila dunia juga ikut
merasakan. Karena semua bukan tentang bahagia tetapi sayatan luka yang membekas
didalam dada.
Salam kasih,
Untuk semesta
Denyut waktu memang tak bisa diputar kembali, tidak mau dipaksa berhenti
karena ia ingin selalu berdetak dan maju, bukannya mundur dan terjebak
masalalu.
Layaknya aku yang ingin keluar dari penjara masa dulu, ingin merangkai
kebahagiaan utuh.
Inilah awal dari yang baru.
Inilah satu bunga yang mekar diantara seribu yang layu.
Dan inilah goresan kalbuku
***
Aku Viona Cahyana anak tunggal dari Puput Cahyana dan Ardi Cahyana.
Siapa sih, yang tidak kenal dengan keluarga Cahyana? Ayahku merupakan direktur
utama PT Cahyana. Namun,harta benda tak menjamin kesejahteraan sebuah keluarga.
Itu asumsiku tentang definisi bahagia. Keluarga harmonis adalah dambaan setiap
orang, begitu juga aku yang mengharapkan kasih sayang dari orangtuaku.
Merindukan belaian dan dekapan penuh cinta. Namun,itu hanya mimpi belaka. Sejak
kecil aku hanya tinggal dengan pembantu rumah tanggaku. Orangtuaku selalu sibuk
bekerja. Tak jarang mereka pulang malam atau bahkan tak pulang sekalipun.
Berangkat saat aku belum bangun dan selalu pulang saat aku sudah tidur. Aku
belum pernah merasakan dipeluk oleh orangtuaku sendiri, jangankan dipeluk
mencium tangannya saat akan berangkat sekolah saja aku tidak pernah. Mereka
hanya mengejar dunia bisnis tanpa melirikku sedikitpun. Seolah aku tak pernah
hadir dalam kehidupannya. Sungguh pedih hidupku yang haus akan kasih sayang ibu.
Sungguh lara jiwaku yang tak pernah merasakan belaian ayah.
***
Kring...(alarmku berbunyi)
Seperti hari-hari sebelumnya. Pagiku disambut oleh bibi, sepotong roti,
dan segelas susu. Mereka adalah tenagaku untuk menyusuri waktu. "Sudah
siap non?"tanya bibi. "Sudah bi, aku berangkat dulu ya?
assalamualaikum,"ujarku. "Dada... bibi,"sambil menyembulkan
lengkungan pipiku. Bagiku hanya bibilah yang mengerti akan perasaanku. Dia yang
selalu ada saat aku jatuh. Dan dia adalah penolong pertamaku. Bahkan ibu kandungku
sendiri tak pernah memperlakukan layaknya aku adalah buah hatinya. Saling tatap
mukapun jarang, membuatku semakin tak mengenal orangtuaku.
***
Jam menunjukkan pukul 15:00 WIB. Aku memang tidak pernah langsung pulang ke rumah. Sepulang sekolah pasti aku mampir ke Taman Kota. Hanya sekadar melepas keluh dan menyaksikan para keluarga melebur candu. Aku hanya bisa berandai-andai. Seandainya,aku diposisi mereka pasti aku akan menjadi anak yang paling bahagia.
Tak terasa senja datang menyapa. Semburat warnanya menabur kehangatan.
Seolah ingin mendekapku dengan penuh kasih. Meringankan beban hidupku dengan
ketenangan yang ia beri. Aku percaya bahwa semesta sesungguhnya sangat
menyayangiku. Ia punya cara khusus untuk membuatku tersenyum setelah luka yang telah
tertimbun. Dan aku sangat yakin bahwa akan ada masa bahagia setelah lara.
***
"Assalamualaikum bi..."sapaku. "Waalaikumsalam,baru
pulang non?"tanya bibi. "Iya bi tadi di taman suasananya enak banget
sampai gak sadar udah gelap bi,"sahutku. "Mama sama papa belum pulang
bi? tambahku. "Belum non,"jawab bibi. Aku sebenarnya tahu mereka
tidak akan pulang. Namun,tak pernah satu haripun terlewat untuk tidak
menanyakan kabar mereka. "Ya sudah bi, aku ke kamar dulu,"pamitku.
"Iya non,"sahut bibi.
Malam ini aku ingin menambah coretan penaku. Sembari menatap terangnya
bulan. Aku mencurahkan isi hati pada bintang dan sasmita. Aku menengadah pada
Sang Pencipta, untuk segera menorehkan keharmonisan dalam keluarga Cahyana.
Ya Allah...Ya Tuhanku, sebentar lagi bertambah usiaku dan tentunya
berkurang masa hidupku. Aku ingin dihari ulang tahunku nanti tepat saat bulan
suci ramadhan. Aku berharap bisa merayakan ulang tahun bersama kedua orangtuaku
untuk pertama kalinya. Sudah cukup sayatan luka ini Ya Rabb. Aku ingin seperti
anak-anak lainnya, yang bisa merasakan kasih sayang orangtua seutuhnya. Tak ada
lagi air mata duka. Namun,diganti dengan air mata bahagia. Harapku pada Sang
Pencipta.
ESOK
HARI
***
Hari ini hari libur. Liburku pun sendiri meski hari Minggu mereka masih sibuk. Tak ada waktu sedetikpun untukku. Dan lagi-lagi aku harus menerima dengan lapang dada semua ini.
Akupun bergegas ke dapur untuk menemui pengasuh sejatiku selama ini.
"Lagi masak apa bi?tanyaku. "Non Nana teh mau dimasakin apa
atuh?tanya bibi kembali. "Terserah bibi saja apapun itu pasti akan
kumakan."
"Pemirsa...pandemi covid-19 kini semakin merajalela diwilayah
nusantara, sudah 60 orang dinyatakan positif corona. Oleh karena itu, presiden
republik Indonesia Jokowi Dodo harus segera bertindak tegas untuk memutus mata
rantai penyebaran virus corona. Dan beliau kini memutuskan untuk melakukan lock
down guna mengurangi penyebaran virus corona ini. Dihimbau,kepada semua warga
untuk tetap dirumah saja selama masa karantina 14 hari ini. Kegiatan belajar
mengajar sementara diliburkan, pekerja buruh ataupun kantoran sementara
dirumahkan. Rajin cuci tangan dan menerapkan social distancing merupakan salah
satu cara mudah mencegah penyebaran virus corona. BERSATU UNTUK INDONESIA BEBAS
CORONA!"ujar penyiar berita di televisi. "Waduh non semakin marak
saja kabar ini,"ucap bibi. Akupun beropini,"tetapi bi, jika pekerja
kantoran dirumahkan otomatis papa dan mama akan sering dirumah,ini kabar baik
untukku bi."
"Iya non bibi doakan semoga keluarga non Nana teh menjadi
harmonis,"sahut bibi. "Aaaamiiin ya Allah, terimakasih
bi,"jawabku.
Mungkin ini jawaban Tuhan dari doa-doaku. Mungkin ini awalku untuk
memulai kembali. Dan mungkin ini jalan yang terbaik menuju keharmonisan
keluargaku.
***
Pagi ini papa dan mamaku ada dirumah. Dan hari ini adalah ramadhan
pertamaku bersama mereka. Kami bangun untuk sahur bersama pertama kalinya.
Berharap bisa bercanda tawa bersama. Namun, ternyata hanya keheningan yang
tercipta. Tak ada yang memulai pembicaraan diantara kita. Hingga akhirnya
akupun bersuara,"Mama... papa... aku haus belaian kalian,aku ingin
mendapat kasih sayang sama seperti anak lainnya,aku ingin menjadi sosok anak
yang mendapat kasih sayang tak terhingga dari orangtua kandungku sendiri bukan
dari pembantu rumah tangga. Sedari kecil,tak pernah sedetikpun mama dan papa
meluangkan waktu untukku. Hanya sekadar menanyakan kabarku pun tak pernah. Aku
tak butuh uang kalian yang aku butuhkan hanya secuil kasih sayang."
Dan akupun bergegas meninggalkan meja makan dalam keadaan menangis. Aku
tak tau apa tanggapan mereka, yang jelas aku ingin mereka tahu dukaku.
***
Harapku dihari ulang tahun ini hanya harapan semu. Aku tak tahu rencana
apalagi yang Tuhan berikan untukku.
Seharian dikamar,aku memang enggan untuk beranjak dari ranjangku ini.
Tok...tok...tok
"Nana,"untuk pertama kalinya mereka memanggil namaku.
Namun,aku masih enggan beranjak. "Nana sayang tolong bukakan pintunya,mama
sama papa ingin bicara nak,"ujarnya. Dengan sedikit berat hati aku membuka
pintu kamarku. Alangkah terkejutnya aku saat melihat mereka membawa kue ulang
tahun untukku. "Happy birthday to you sayang. Maafkan mama dan papa yang
kurang memperhatikanmu selama ini,"ucap mama dan papa serentak. Dengan
cekatan aku memeluk mereka untuk pertama kalinya. Sungguh ini kebahagiaan yang
tiada tara bagiku. Ternyata rencana Tuhan memang istimewa.
kejadian itu keluargaku lambat
laun menjadi harmonis. Kami bertiga selalu menghabiskan waktu bersama. Tak ada
satu hari pun terlewat tanpa adanya canda tawa. Inilah yang dimaksud keberkahan
ramadhan ditengah pandemi covid-19 untuk keluargaku. Terimakasih Ya Allah
skenario-Mu tak pernah keliru.
Engkau ciptakan secuil luka untuk sejuta bahagia.
Jakarta,22
April 2020
Salam kasih,
***
BIODATA PENULIS
Nama: Siti
Maimunah
Tempat, tanggal
lahir: Malang, 28 Agustus 2004
Alamat: Bantur
Krajan RT 5/ RW 2 kecamatan Bantur kab Malang Jatim
Email:
smaimunah761@gmail.com
Username ig:
@smaimunana
Alhamdulillah:)
BalasHapus