Kisah inspiratif - Rindukah Kalian Padaku?

Sumber Gambar: rencanamu.id

RINDUKAH KALIAN PADAKU?

Oleh: Rian Ika Maryani

 

            Aku termangu di depan kelas. Harusnya tiga pekan lagi kami merayakan perjuangan selama hampir dua semester: ujian satuan pendidikan. Namun, apa mau dikata, semua pengorbanan itu kiranya akan menjadi sebuah cerita klasik nan indah karena harus berakhir dengan sesuatu yang tidak kami duga sebelumnya.

            Aku mengajar di kelas enam sekolah dasar. Sudah menjadi rutinitas akhir tahun, ujian sekolah yang tahun ini berganti menjadi ujian satuan pendidikan adalah sebuah penentu kelulusan murid-muridku. Setelah berbulan-bulan kami berjuang, saatnya kami merayakan puncaknya dengan menempuh ujian. Wajah-wajah yang berbulan-bulan tegang karena fokus belajar, saatnya tersenyum lega karena sudah menuntaskan kewajiban.

            Pertemuanku dengan duapuluh empat anak itu dimulai bulan Juli tahun lalu. Setelah mereka menuntaskan penguasaan kompetensi di kelas lima, mereka akhirnya naik kelas. Sudah sejak awal memang kuberi tahu: tidak mudah di kelas enam karena kalian harus persiapan ujian kelulusan. Hingga berbagai persiapan kami lakukan, baik fokus dengan pembelajaran di kelas maupun tambahan les. Pagi belajar, siang sampai sore les tambahan materi. Akupun berusaha agar tidak terlalu membebani mereka dan membuat jenuh. Sekiranya mereka sudah bosan, ku ajak jalan-jalan menikmati suasana di lingkungan sekitar.

            Setelah beberapa bulan berlalu, saatnya anak-anak refresh sejenak menikmati kebersamaan dengan teman-temannya. Kamipun mengadakan kegiatan outbond di bulan Februari. Saat itu kami memilih Kampung Kopi Banaran di Kabupaten Semarang karena di sana ada kegiatan outbond yang menarik serta training motivasi dalam menghadapi ujian sekolah. Disaat yang sama aku tidak bisa menemani mereka karena aku harus mengikuti bedah kisi-kisi ujian satuan pendidikan yang dilaksanakan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang.

            Ada sedikit rasa kecewa di hati anak-anak. Bagaimana tidak, guru yang setiap hari menemani mereka belajar, malah tidak bisa ikut kegiatan outbond yang dinanti-nantikan. Namun aku selalu memberi mereka pemahaman, bahwa masih banyak cerita kebersamaan yang akan kami lalui di sisa perjumpaan ini. Akupun berjanji akan mengganti dengan acara yang lebih asyik lagi.

 

            Sepertinya sebuah acara makan bakso krikil bersama akan sukses membuat mereka refresh sejenak dari tumpukan soal-soal tryout dan ujian praktik. Setelah kegiatan outbond kemarin, memang anak-anak tidak lepas dari agenda tryout dan ujian praktik. Wajah-wajah lelah terlihat dari keseharian mereka. Kami hampir menuju puncak perjuangan. “Ayo, kalian pasti bisa Nak,” aku memberi semangat dalam setiap jumpa dan sua. Aku sudah mengagenda, lepas jadwal yang padat kalian akan ku bawa ke Taman Badaan untuk makan bakso di bawah rindangnya pohon-pohon peneduh.

            Belum sampai pada waktu yang dituju, sebuah kabar harus kami terima. School From Home. Wah sekolah macam apa lagi ini? Selama aku mengajar, tidak pernah aku melaksanakan SFH. Namun apa mau dikata, sebuah pandemi virus covid-19 mengubah tatanan dunia tidak terkecuali dengan pendidikan. Mulai pertengahan Maret sekolah dilaksanakan dengan sistem SFH. Guru mengajar secara daring, tanpa bertemu murid-muridku.

            Mengajar daring tidaklah semudah yang dibayangkan kebanyakan orang. Mungkin memang lebih simpel karena  tidak bertatap muka langsung dengan murid, namun hal itu akan menjadi rumit tatkala ada beberapa faktor yang tidak bisa dikontrol. Aku harus memastikan anak-anak di rumah memiliki akses internet dan memiliki hp android. Ada kalanya kendala karena hp dibawa orangtua kerja dan mereka harus mengumpulkan tugas-tugas di malam hari. Akupun harus rela begadang sampai malam mengoreksi tugas-tugas mereka dan memberikan umpan balik kepada mereka.

            Apakah kalian rindu padaku, Nak? Hampir tiga bulan hanya berjumpa via daring dan tidak bertatap muka. Hingga kelulusan pun dimungkinkan secara sederhana, tanpa ada serah terima dan perpisahan seperti tahun-tahun lalu. Mungkin untuk anak kelas-kelas lain, kita masih bisa berjumpa. Tapi untuk kelas 6, setelah lulus ini, kalian akan menuju ke sekolah lanjutan yang diimpi-impikan. Bertemu tanpa perayaan, berpisah tanpa jabat tangan. Hanya doa ku panjatkan semoga keberkahan ilmu menjadi pondasi hidup kalian kelak, anak-anakku.


BIOGRAFI PENULIS

Penulis memiliki nama lengkap Rian Ika Maryani, biasa dipanggil Rian. Penulis yang memiliki nama pena Riie_Supardi ini merupakan seorang pendidik di sebuah sekolah dasar di kota Magelang. Saat ini penulis berusia 30 tahun. Penulis menyelesaikan kuliahnya di S1 PGSD UNY sembilan tahun silam. Wanita penyuka miayam ini baru memulai kegiatan literasi, khususnya menulis di tahun 2020, saat pandemi covid-19. Harapan penulis, semoga pandemi ini segera berakhir dan semua dapat memulai aktivitas normal seperti biasanya.

 

 

 


Komentar