THAWABIUL AHKAM (KARAKTERISTIK HUKUM ISLAM)


THAWABIUL AHKAM (KARAKTERISTIK HUKUM ISLAM)


PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

                Sebagai agama yang sempurna, Islam memiliki hukum-hukum atau syari’at yang mengatur seluruh umatnya, tanpa terkecuali. Dengan berlandaskan pada Al-Qur’an yang universal dan dinamis. Hukum Islam dengan segala kelebihan maupun keunggulannya, merupakan aturan yang bertujuan untuk mengatur segala aspek kehidupan umat Islam serta memberikan kemudahan epada umat manusia. Dengan demikian hukum Islam memiliki karakter atau watak yang tentunya berbeda dengan hukum-hukum lainnya.
                Adapun hukum Islam memiliki watak takamul atau sempurna, berarti hukum Islam mampu memberikan segala yang dibutuhkan oleh manusia. Hukum Islam mampu melayani berbagai macam karater manusia, misalnya yang tradisonalis maupun yang modernis. Selain itu hukum Islam juga mampu mempertemukan hal-hal yang bertentangan tanpa memihak pada salah satunya saja. Itulah salah satu gambaran mengenai karakter hukum Islam yang sangat sempurna.
                Hukum Islam juga memiliki watak atau karakter wasathiyah  atau moderat. Maksudnya adalah hukum Islam selalu mengambil jalan tengah, artinya tidak ada keberpihakan. Misalnya  hukum Islam tidak memihak hukum nashrani dan hukum yahudi tetapi mengambil jalan tengah. Misalnya orang yahudi tidak mau bergaul dengan istrinya waktu haid, baik berhubungan seks, makan, minum, tidur bahkan mengusirnya. Sebaliknya kaum nashrani memperbolehkan hubungan seks dengan istrinya haid. Kehadiran Islam mengambil jalan tengah yaitu diperbolehkan bergaul dengan istri sesuka hati kecuali berhubungan seks.
                Hukum Islam juga memiliki karakter harakah (dinamis), artinya selalu sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini dikarenakan hukum Islam memiliki qaidah asasiyah yaitu ijtihad. Sebagaimana kita tahu bahwa teks itu selalu bersifat statis, tetapi realitas kehidupan itu dinamis (selalu berkembang). Oleh karena itu, diperlukan sebuah ijtihad agar hukum Islam relevan dengan perkembangan zaman.

1.2 Rumusan Masalah

1.       Bagaimana watak dan karakter syari’at Islam  yang  takamul?
2.       Bagaimana watak dan karakter syari’at Islam  yang wasathiyah?
3.       Bagaimana watak dan karakter syari’at  Islam yang harakah ?

1.3 Tujuan Pembahasan

Untuk mengetahui watak dan memahami  dan karakter syari’at Islam  yang takamul
Untuk mengetahui serta memahami watak dan karakter syari’at Islam  yang  wasathiyah
Untuk mengetahui dan memahami watak dan karakter syari’at Islam  yang harakah .

PEMBAHASAN
                Hukum Islam memiliki karakter atau tabiat yang tidak dimiliki oleh hukum-hukum yang lain, oleh karena itu hal ini menjadikan hukum Islam itu khas dan tidak ada yang bisa menandinginya. Adapun karakter / tabiat hukum Islam dalam istilah bahasa Arab sering kita sebut dengan Thawabiul Ahkam. Adapun karakter hukum Islam adalah takamul, wasathiyah, serta harakah, berikut penjelasan detailnya :

2.1 Takamul / Sempurna

Dalam membahas suatu perkara, hukum Islam sangat detail/lengkap dalam pembahasannya. Hukum Islam dapat melayani golongan yang tetap menghendaki bertahan pada apa yang sudah ada sekarang (tradisionalis) serta dapat pula melayani golongan yang menginginkan perubahahan (modernis).[1] Selai itu, hukum Islam juga melayani aliran yang mengedepankan dalil naqli maupun yang mengedepankan dalil aqli, serta melayani ahlul hadits maupun ahlul qiyas dan berasimilasi dengan berbagai bentuk masyarakat yang memiliki berbagai macam tingkat kecerdasan. Dalam berasimilasi, hukum Islam memberi dan menerima, menolak dan membantah sesuai dengan kaidah yang berlaku dan tetap menggunakan kepribadiannya. Tetapi dia tidak membeku, tidak jumud, dan tidak berlebih-lebihan.[2]
             Dari beberapa pernyataan diatas, dapat kita simpulkan bahwa hukum Islam bersifat takamul berarti kesempurnaannya adalah kemampuannya dalam menampung segala perkembangan pemikiran dan semua kecederungan serta dapat berjalan seiring dengan perkembangan itu. Kesempurnaan hukum Islam dapat mempertemukan hal-hal yang bertentangan dengan luwes dan lurus tanpa memihak pada salah satu hal saja, kemudian hukum Islam juga mempertemukan antara yang fardhi dan jama’iyyah serta mampu mempersatukan antara  yang jasmani dan rohani tanpa mempertetangkan keduanya.[3] Adapun kedetailan syari’at Islam meliputi beberapa perkara berikut ini:
1.       Masalah individu (al-akhwal al-syahsiyah)
2.       Yaitu masalah-masalah yang berekenan dengan individu, misalnya masalah keluarga, pernikahan, talak, nafkah, waris, dll.
3.       Masalah moneter dan perdagangan
4.       Yaitu masalah tukar-menukar harta benda maupun kepentingan lainnya dengan memberikan sebuah imbalan maupun tanpa imbalan, contohnya jual beli, persewaan, pinjam-meminjam, hutang-piutang, gadai, jaminan, asuransi, dan sebagainya.
5.       Masalah pidana dan perdata
6.       Yaitu masalah kriminalitas dan kadar hukumnya, seperti hudud, qishos, dan orang yang lalai.
7.       Masalah administrasi dan ekonomi
8.       Yaitu tentang kewajiban pemerintah (penguasa) terhadap rakyat, kewajiban rakyat kepada pemerintah. Adapun dalam fikih Islam banyak dibahas tentang politik Islam, perpajakan, serta hukum-hukum pemerintahan.
9.       Masalah undang-undang kenegaraan
10.    Yaitu tentang hubungan antar negara, baik keteika damai maupun dalam keadaan berperang, baik antara kaum muslimin maupun dengan lainnya. Dalam fikih Islam banyak dibahas dalam kitab siroh dan jihad.[4]

2.2 Wasathiyah (tengah-tengah/moderat)

   Wasathiyah atau moderat dalam konsep Islam menurut Muhammad Imarah yaitu bukan seperti anggapan banyak orang, tetapi wasathiyah memiliki makna yang sangat penting dan mulia. Moderatisme bukanlah suatu sikap yang bimbang dalam menghadapi suatu problem, tetapi sikap moderat adalah sebuah manhaj atau metode yang menengahi antara dua ekstrimitas yang saling bertentangan dengan menolak sikap eksageritas (berlebihan) pada salah satu pihak. Moderat dalam konsep Islam yaitu salah satu prinsip dalam Islam yang meniscayakan kepada setiap muslim agar mampu merangkul dan mengombinasikan elemen-elemen yang dapat disinergikan dalam satu keharmonisan yang tidak saling memusuhi. Adapun dalam ranah hukum Islam, sikap moderat ini tampak dari posisi hukum yang tidak mengenal adanya dikotomi antara positivisme dan idealisme yang dalam teori hukum digambarkan dengan suatu hal yang saling bertentangan.[5]  Adapun beberapa indikasi watak wasatiyah dalam hukum Islam adalah sebagai berikut:
1.       Hukum tidak memihak hukum nashrani dan hukum yahudi tetapi mengambil jalan tengah. Misalnya orang yahudi tidak mau bergaul dengan istrinya waktu haid, baik berhubungan seks, makan, minum, tidur bahkan mengusirnya. Sebaliknya kaum nashrani memperbolehkan hubungan seks dengan istrinya haid. Kehadiran Islam mengambil jalan tengah yaitu diperbolehkan bergaul dengan istri sesuka hati kecuali berhubungan seks (jima’). Firman Allah SWT:
2.       “Dan demikianlah kami telah menjadikan kamu umat (islam) yang wasath.” (QS Al-Baqarah: 143).
3.       Hukum Islam menempatkan hak dan kewajiban sebagaimana mestinya. Misalnya bagi suami yang berpoligami diharuskan adil membagi nafkahnya. Firman Allah SWT:
4.       “Janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai) sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung.” (QS An-Nisa’: 129).
5.       Dalam membelanjakan harta tidak boleh berlebih-lebihan dan tidak boleh juga terlalu sedikit. (QS Al-Furqon: 67, Al-Maidaah: 89).
6.       Allah memberikan taklif kepada umat Muhammad seimbang dengan balasan yang diterimanya.
7.       Misalnya umat Nabi Musa harus bunuh diri ketika bertaubat, tetapi ketika meminta sesuatu maka Allah langsung memberinya, seperti makan “Manna dan Salwa”. Sedangkan umat Muhammad bila bersalah cukup minta ampunan tanpa harus bunuh diri karena itu apa yang diminta selalu ditangguhkan. Jadi antara kewajiban dan hak selalu seimbang.[6]

2.3 Harakah / Dinamis

Hukum islam memiliki tabiat yang dinamis dan tidak statis, serta memiliki kemampuan untuk bergerak dan berkembang, mempunyai daya hidup, serta dapat membentuk diri dlam menyesuaikan perkembangan zaman. Hukum Islam terpancar dari sumber yang luas dan dalam yaituu Islam yang memberikan hukum positif yang dapat dipakai dalam segala tempat dan waktu. Hal ini dikarenakan hukum Islam memiliki qaidah asasiyah yaitu ijtihad. Dengan adanya ijtihad ini, hukum Islam akan mampu menjawab berbagai persoalan yang ada tetapi tetap memelihara kepribadiannya dan nilai-nilai asasinya.[7]  Dalam menanggulangi teori, takamu, wasathiyah, dan harakah, hukum Islam selalu memperhatikan jalan berikut agar selalu tampil mengikuti perkembangan zaman, yaitu:
1.       Sistem istidlal dalam hukum Islam menggunakan sistem istiqarab atau selalu mencari yang kulli dan juz’i serta mencari illah dan ma’lul.
2.       Dalam masalah ibadah, Islam menghargai kondisi seseorang apakah dia telah sampai umur, berakal sehat, sakit, bepergian, tidur atau masyaqqot.
3.       Adapun hukum Islam selalu mengumpulkan antara ilmu dan amal, setiap ilmu yang tidak diamalkan, bukanlah ilmu yang positif. Al-Ghazali berkata bahwa :
العلم بلا عمل جنونٌ والعمل بلا علمٍ لا يكون
“Ilmu tanpa amal adalah kegilaan, sedangkan amal tanpa ilmu tidak bisa terjadi”
4.       Hukum Islam selalu menghendaki kesempurnaan, keseimbangan, dan senantiasa memberi kesempatan dala mengikuti perkembangan zaman yang terus berkembang.
5.       Hukum Islam selalu mempertemukan syara’ yang manqul dan hakekat yang ma’qul.
6.       Hukum Islam selalu mempersatukan ilmu pengetahuan dan spiritualitas.
7.       Hukum Islam tidak menghendaki materialisme yang terlepas bebas sebagimana tidak menghendaki idealisme yang tidak terwujud dalam dunia nyata.
8.       Hukum Islam tidak membenarkan marxisme dan tidak membenarkan kapitalisme, karena komunisme mengorbankan kemerdekaan demi keadilan sedang kapitalisme mengorbankan keadilan sosial demi kepentingan sendiri.
9.       Hukum Islam tidak mengadakan pertentangan antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat.
10.    Hukum Islam mempunyai akar yang tetap dan teguh tidak bergoncang, namun  cabang dan ranting yang mempunyai tempat berpijak yang teguh, berkembang, dan bergerak.
11.    Hukum Islam tidak tidak menceraikan antara agama dengan kehidupan.
12.    Hukum Islam tidak meletakkan individu dibawah tekanan masyarakat, tidak menjadikan individu budak masyarakat. Hukum Islam memberikan kepada individu harga diri, kebebasan berfikir dan bergerak.
13.    Hukum Islam memertautkan antara manusia dengan Allah sebagai Kholiqnya dan mempertautkan manusia dengan sesamanya serta mengarahkan keduanya menuju yang lebih baik.
14.    Hukum Islam mempekaitkan antar politik dan akhlak.
15.    Hukum Islam memberikan harapan memperoleh sukses bagaimana manusia dalam hidup di dunia dan akhirat.
16.    Hukum Islam mempertemukan antara dua arah yang bertetangan, yakni antar realitas dan idealitas.
17.    Hukum Islam mengembangkan pemikiran tawazun (keseimbangan) antar akal dengan ruh, dan terwujudya harakah dalam perkembangan.
18.    Hukum Islam dapat menyesuaikan diri dengan haal-hal yang terjadi dalam masyarakat, karena hukum Islam bukan bersendi akal semata dan bukan bersendi teori keajaiban semata, akan tetapi juga selalu memperhatikan fitrah manusia.
19.    Hukum Islam mencakup antara dua kepentingan antara nationality dengan agama dalam menghadapi masyarakat dalam suatu negara. Tidak memisahkan antara agama dengan kebangsaan sehingga bisa mmunculkan pandangan ideologi “nasionalis religius”. Hal ini terjadi karena hukum Islam tidak memisahkan antara ilmu, kebudayaan dan filsafat. Pemikiran hukum Islam tidak membatasi gerak manusia, mereka diberi kebebasan dan kemerdekaan hanya saja ada ketentuan-ketentuan dalam memiliki kebebasan. [8]

PENUTUP

Kesimpulan

1.       Takamul
Hukum Islam bersifat takamul (sempurna) berarti kesempurnaannya adalah kemampuannya dalam menampung segala perkembangan pemikiran dan semua kecederungan serta dapat berjalan seiring dengan perkembangan itu. Kesempurnaan hukum Islam dapat mempertemukan hal-hal yang bertentangan dengan luwes dan lurus tanpa memihak pada salah satu hal saja, kemudian hukum Islam juga mempertemukan antara yang fardhi dan jama’iyyah serta mampu mempersatukan antara  yang jasmani dan rohani tanpa mempertetangkan keduanya
2.       Wasathiyah
Hukum Islam memiliki watak atau karakter wasathiyah artinya, memilih jalan tengah. Moderat/wasathiyah dalam konsep Islam yaitu salah satu prinsip dalam Islam yang meniscayakan kepada setiap muslim agar mampu merangkul dan mengombinasikan elemen-elemen yang dapat disinergikan dalam satu keharmonisan yang tidak saling memusuhi Sebagai salah satu indikasinya adalah hukum Islam tidak memihak hukum nashrani dan hukum yahudi tetapi mengambil jalan tengah.
3.       Harakah
Hukum Islam memiliki karakter harakah atau dinamis, artinya hukum Islam selalu relevan digunakan dalam berbagai masa, karena adanya ijtihad. Dengan adanya ijtihad, hukum Islam akan mampu menghadapi perubahan zaman dengan berbagai persoalannya dengan tetap memelihara kepribadiannya.

DAFTAR PUSTAKA


Koto, Alaiddin. 2012. Filsafat Hukum Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Tamrin, Dahlan. 2007. Filsafat Hukum Islam. Malang: UIN Malang Press.
Tharaba, Fahim. 2016.  Hikmatut Tasyri’ Wa Hikmatus Syar’i. Malang: CV Dream Litera.
Muhlis, Usman. 1993. Hikmatus Syar’i. Malang: LBB Yan’s.
Zuhdi, Muhammad Harfin. Karakteristik Pemikiran Hukum Islam, Jurnal Ahkam vol. XIV, No. 2, Juli 2014.


[1] Alaiddin Koto, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012), 28
[2] Dahlan Tamrin, Filsafat Hukum Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2007), 74
[3] Dahlan Tamrin, Filsafat Hukum Islam, 75
[4] Fahim Tharaba, Hikmatut Tasyri’ Wa Hikmatus Syar’i, (Malang: CV Dream Litera, 2016), 293-294
[5] Muhammad Harfin Zuhdi, Karakteristik Pemikiran Hukum Islam, Jurnal Ahkam vol. XIV, No. 2, Juli 2014, 179
[6] Muhlis Usman, Hikmatus Syar’I, (Malang: LBB Yan’s, 1993), 31-32
[7] Dahlan Tamrin, Filsafat Hukum Islam, 75
[8] Fahim Tharaba, Hikmatut Tasyri’ Wa Hikmatus Syar’i,  296-297

Komentar