Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan Ushul Fiqih
Oleh: Zuhrotun Nisa’ (16110076), Siti Nur Sa’idah (16110201)
Mahasiswa Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang
PAI-B 2016
Email: zuhrotunnisa1@gmail.com
ABSTRACK
Ushul
fiqh was born earlier than jurisprudence. ushul fiqih is likened to a factory
where legal sources are processed by a methodology which then produces a legal
product. The legal product is known as "fiqh". jurisprudence is a
product of ijtihad carried out by jumhur ulama. But it should be according to
its history that the science of ushul fiqh is a product of ijtihad, the jumhur
ulama are first known and recorded compared to ushul fiqh. But if a product
already exists, there is no factory. The science of fiqh is impossible if there
is no knowledge of usul fiqh first. Therefore, the speaker will discuss the
discussion about the history of the growth and development of usul fiqh. So
that readers can find out when and how ushul fiqh exists.
Keywords: Fiqih, Ushul Fiqih, Methodology, a Legal Product.
Ushul fiqih lebih
dahulu lahir dari pada ilmu fiqih. ushul fiqih diibaratkan adalah pabrik dimana
sumber hukum diproses dengan metodologi yang kemudian menghasilkan sebuah
produk hukum. Produk hukum tersebut dikenal dengan “fiqih”. fiqih merupakan
suatu produk ijtihad yang dilakukan oleh jumhur ulama. Tetapi sebaiknya menurut
sejarahnya yakni ilmu ushull fiqh merupakan suatu produk ijtihad para jumhur
ulama lebih dahulu dikenal dan dibukukan dibandingkan dengan ushul fiqh. Tetapi
apabila suatu produk telah ada maka mustahil tidak ada pabriknya. Ilmu fiqh
tidak mungkin ada jika tidak ada ilmu ushul fiqh terlebih dahulu. Oleh karena
itu, pemateri akan membahas pembahasan tentang sejarah pertumbuhan dan
perkembangan ushul fiqh. Sehingga pembaca bisa mengetahui kapan dan bagaimana
ushul fiqih itu ada.
Kata Kunci: Fiqih, Ushul Fiqih, Metodologi, Produk Hukum.
A.
Pendahuluan
Bisa kita lihat pengertian ushul fiqih dari dua
sisi. Pertama, kita lihat sebagai rangkaian dari dua kata: ushul
dan fiqh. Dan yang kedua, sebagai satu bidang ilmu dari ilmu
syariat. Jika dilihat dari sudut tata bahasa (Arab), rangkaian kata ushul dan
fiqh tersebut dinamakan tarkib idhafi, sehingga dua kata itu memberi pengertian
ushul (
اصول) adalah bentuk jamak dari kata ashl ( اصل)
yang berarti “sesuatu yang dijadikan dasar bagi sesuatu yang lain”. Dari
pengertian tersebut, ushul fiqih berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi
fiqh.[1]
Jadi dapat dikatakan bahwa ushul fiqih adalah sesuatu yang menjadi dasar atau
pokok dari sesuatu, bisa kita umpamakan seperti asal dinding, artinya
tepinya/ujung uratnya, yang tetap pada bumi. Maka ushul fiqh atasnya dari fiqh.[2]
Sangat
penting untuk mempelajari Ilmu Usul Fiqh, dikatakan juga sebagai tuntutan utuk
mempelajari ushul fiqh. Karena Ilmu ini dapat membantu dalam menentukan
hukum-hukum Islam yang relevan dengan problematika zaman yang dinamis ini.
Dan akan membantu untuk mengetahui lebih
detail lagi tentang bagaimana munculnya ilmu ushul pada zaman Nabi Muhammad SAW
sampai seterusnya.
Maka, disini akan dijelaskan lebih lanjut yang berupa
beberapa uraian yang berhubungan dengan sejarah pertumbuhan dan perkembangan
ushul fiqh. Dan akan diperinci lagi tentang karya-karya dari tokoh
aliran-aliran dalam ushul fiqh. agar memberi kemudahan bagi pembaca untuk
mempelajari dan memahaminya.
Metode penulisan dalam ilmu ushul fiqh adalah
mengeluarkan sebuah kaidah-kaidah Fiqh di setiap-setiap babnya, munaqhasyahnya,
dan penerapannya dalam furu' baru kemudian diambil suatu klonkusi sebagai sebuah kaidah umum. Hal ini yang
dipakai dalam mazhab Hanafi. Peletakan kaidah-kaidah yang membantu mujtahid
dalam istimbath hukum dari sumber-sumbernya, dengan tidak berpegang atau menganut
suatu pendapat tertentu. Dan ini dipakai oleh Imam Syafi'i dalam karyanya
Al-Risalah.
B.
Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Ushul Fiqh
a. Periode
Rasulullah
Periode pertumbuhan ushul fiqh pertama yakni periode Rasulullah. Dimulai sejak kebangkitan
(Bi’tsah) Nabi Muhammad saw. sampai beliau wafat (12 Rabi’ul awwal 11 H/8 juni
632 M).[3]
Ushul
fiqh tidak muncul dengan sendirinya, akan tetapi berawal sejak zaman
Rasulullah.
“mengenai
ilmu ushul fiqh, ilmu tersebut lahir sejak abad ke 2 H. ilmu tersebut, pada
abad pertama Hijriyah memang tidak diperlukan lantaran keberadaan Rasulullah
SAW masih bisa mengeluarkan fatwa dan memutuskan suatu hukum berdasarkan ajaran
Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diilhamkan kepada beliau.”[4]
Di
zaman Rasulullah saw., sumber hukum Islam hanya dua, yakni al-Qur’an dan
as-Sunnah. Apabila muncul satu kasus atau permasalahan, Rasulullah menunggu
turunya wahyu yang menjelaskan hukum kasus tersebut. Jika wahyu tidak turun,
maka berliau menetapkan hukum kasus tersebut melalui sabdnya, yang kemudian
dikenal dengan sebutan Hadits atau Sunnah.
Dalam
menetapkan hukum dari suatu kasus, di zaman
Rasulullah yang tidak ada ketentuannya dalam al-Qur’an, para ulama ushul fiqh menyimpulkan ada suatu isyarat bahwa Rasulullah saw.
menetapkannya melalui ijtihad. Hal ini dapat diketahui melalui sabda Rasulullah
saw.”
“Sesungguhnya saya adalah manusia (biasa), apabila saya
perintahkan kepadamu sesuatu yang menyangkut agamamu, maka ambillah dia. Dan
apabila aku perintahkan kepadamu sesuatu yang berasal dari pendapatku, maka
sesungguhnya aku adalah manusia (biasa). (H.R. Muslim dari Rafi’ ibn Khudaij)”.
Dari ijtihad Rasulullah saw. secara otomatis menjadi
Sunnah sebagai sumber hukum dan dalil bagi umat Islam. Dan qiyas juga digunakan
Rasullullah dalam menjawab pertanyaan para sahabat.[5]
b.
Periode
sahabat
Awal Perumusan fiqh dimulai pada periode sahabat ,
diawali setelah wafatnya rasulullah, ini disebabkan karena pada masa rasulullah masih hidup, semua persoalan
hukum di serahkan kepada beliau ,walaupun satu dua kasus yang ada siasati oleh
sahabat beliau dengan ijtihad, tetapi
ijtihad itu dikembalikan lagi ke
rasulullah untuk mengetahui segi tepat atau tidaknya ijtihad tersebut, semua
ini di karenakan rasulullah adalah pemegang otoritas kebenaran agama, melalui
wahyu yang diturunkan kepada beliau.
Pada periode sahabat, dalam proses berijtihad untuk
menemukan hukum, pada dasarnya para sahabat menggunakan ushul fiqh sebagai
alat, tetapi pada saat itu ushul fiqh yang di gunakan baru dalam bentuk yang
paling awal dan belum terungkap banyak rumusan-rumusan sebagaimana yang kita
kenal sekarang.[6] Para
sahabat merasa dituntut untuk memberikan jawaban dalam memecahkan sebuah
masalah yakni memberi tafsiran terhadap ayat atau hadits serta memberi fatwa
tentang kasus-kasus yang terjadi pada masa itu, tapi tidak ditentukan hukumnya
dalam nash, denga melakukan ijtihad. Oleh sebab itu, sumber hukum Islam pada
masa sahabat ini bertambah dengan ijtihad sahabat disamping al-quran dan hadits
itu sendiri.[7]
Pada saat melakukan ijtihad, para sahabat mula-mula
mempelajari teks al-quran kemudian sunah rasululah, jika dalam dua sumber hukum
ini tidak di temukan , mereka melakukan ijtihad perseorangan maupun
mengumpulkan para sahabat untuk
bermusyawarah, hasil kesepakatan mereka ini di namai dengan ijma’, di samping
ijtihad dengan metode qiyas, para sahabat berijtihad dengan meode istishlah
yang berdasaar atas maslahah mursalah.
Dengan demikian para sahabat telah mempraktikan ijma’,
qiyas, dan istishlah (maslahah mursalah) bilamana sebuah hukum tidak di temukan
secara tertulis dalam dua sumber hukum, praktik ijtihad para sahabat ini telah
mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang baru berkembang waktu itu.[8]
c.
Periode
Tabi’in
Dalam melakukan ijtihad, para ahli hukum generasi ini
juga menempuh langkah yang sama dengan yang dilakukan para pendahulu mereka,
tetapi selain merujuk pada alquran dan sunnah , mereka telah memiliki rujukan
tambahan baru, yaitu berupa ijma ,ash-shahabi, ijma’ ahl al-madinah, fatwa
ash-shabi, qiyas dan mashlahah mursalah ,yang dihasilkan oleh generasi
sebelumnya. Terhadap rujukan baru ini, mereka memiliki
kebebasan memilih metode yang dianggap paling sesuai. Oleh karenanya sebagian ulama tabi’in adayang menggunakan metode qiyas,
dan sebagiannya menggunakan metode mashlahah.
Perbedaan yang di tempuh oleh kedua kelompok ulama ini
terutama timbul karena perbedaan pendapat: apakah fatwa ash-shahabi dapat
menjadi dalil hukum?, dan apakah ijma ahl al-madinah merupakan ijma’ sehingga
berkedudukan sebagai hujjah qath’iah?.
Adanya kedua kelompokk ini merupakan cikal bakal lahirnya
dua aliran besar dalam ushul fiqh dan fiqh, aliran mutakalimin atau
asy-syafi’iyyah yang di anut matoritas jumhur ulama dan aliran fuqaha atau
hanafiyyah [9]
d. Periode Imam Mazhab
setelah periode
tabi’in berlalu , perkembangan ushul fiqh dilanjutkan oleh periode imam mazhab , adanya perbedaan sejarah
yang sangat sigifikan, maka sejarah pada periode ini lebih dapat dirinci
menjadi tiga bagian yaitu:
1) Masa sebelum imam
asy-Syafi’i
masa ini ditandai
munculnya Abu Hanifah
bin Nu’man, pendiri mazhab hanafi, dia tingggal dan berkembang di irak
,dibandingkan periode sebelumnya, metode ijtihad imam abu hanifah sudah jelas
polanya, dalam ijtihadnya dia dikenal banyak menggunakan qiyas dan ihtihsan. Mujtahid lainya ,Imam Malik bin Anas, pendiri mazhab maliki tinggal serta
berkembang di madinah, karena faktor
kultur ia sangat ketat berpegang pada tradisi yang berkembang di
masyarakat madinah, hal ini tergambar dari sikapnya yang menolak periwayatan
hadis yang diisbatkan kepada rasulullah yang dinilainya tidak valid, dia juga
mengkritik periwayatan hadis yang
bertentangan dengan nash alquran atau
perinsip umum ajaran islam.
Apabila abu hanifah menggunakan ihtisan dan qiyas dalam ijtihadnya,
sebaliknya imam malik menggunakan mashlahah mursalah, metode maslahah imam malik
ini semakin berkembang sangat jauh, sehingga salah satu ulama najmuddin
ath-thufi dituduh sesat oleh sebagian ulama dikarenakan menggunakan metode ini
sangat liberal.
2) Masa Imam asy-syafi’i
Periode kedua dari imam mazhab ketika tampilnya imam muhammad idris
asy-syafi’I ,masa ini berbda dengan masa sebelumnya , dimana metode ushul fiqh
belum tersusun dan belum dibukukan, masa ini ditandai lahirnya karya imam
asy-syafi’i yaitu ar-risalah.
Kitab ar-risalah sendiri awal mulanya bernama al-kitab ii banyak berisi
uraian mengenai metode istinbath hukum , yaitu alquran , sunnah, ijma , fatwa
ash-shahabi serta al-qiyas, kitab ar-risalah asy-syafi’I menekankan alqiyas
sebagai metode ijtihad, bahkan dalam beberapa bagia buku menegaskan al-qiyas
merupakan satu-satunya metode ijtihad.
3) Masa sesudah Imam asy-syafi’i
Sesudah berlalunya masa imam asy-syafi’I, ilmu ushul fiqh semakin
menunjukakn kesempurnaannya ,dalam masa ini lahir beberapa karya dalam bidang
ushul fiqh ,antara lain:
a.
an-Nasikh wa
al-Manshuk, karya Ahmad bin Hanbal (164-241 H), pendiri mahzab Hanbali
b.
Ibthal
al-Qiyas, karya Dawud azh-Zhahiri (200-270 H), pendiri mahzab azh-Zhahiri.
Kitab terakhir
ini merupakan antitesis terhadap pemikiran Imam asy-Syafi’I yang sangat
mengunggulkan qiyas dalam berijtiad.[10]
Puncak dan masa
keemasan fiqih Islam terjadi pada abad ketiga Hijriyyah, karena pada masa itu
terjadi suasana perdebatan terbuka dalam ilmu fiqh sangat menggairahkan,
sehingga bermunculan para ulama dalam bidang ilmu ini. Akan tetapi fatwa
sejarah menunjukkan, suasana yang sangat menggembirakan ini tidak berlangsung
lama, karena dicemari oleh pemikiran orang-orang yang sebenarnya tidak memiliki
keahlian dalam bidang fiqih. Mereka melahirkan fatwa-fatwa hukum yang
kontroversial dan membingungkan masyarakat. Hal ini bukan saja materi fatwa
mereka yang saling bertolak belakang dengan fatwa-fatwa para ulama yang
kenamaan, tetapi juga karena fatwa mereka yang pada umumnya tidak dibangun di
atas landasan dalil dan metodologi yang memenuhi standar. Akibatnya, pada pertengahan
abad keempat, mulai terdengar ditutupnya pintu ijtihad. Rasa percaya diri ulama
sudah mulai mengilangyang sebenarnya memiliki kemampuan berijtihad yang tampil
pada masa itu, sehingga mereka tidak berani secara bebas berijtihad sendiri.
Mereka berkeyakinan, setelah imam mahzab empat (Abu Hanifah, Malik bin Anas,
asy-Syafi’I, dan Ahmad bin Hanbal) tidak ada lagi ulama yang memiliki kapasitas
kelmuan sebagai mujtahid mutlak. Di samping itu, mereka juga berpendapat, semua
persoalan fiqh sudah dibahas ulama sebelumnya, sehingga tidak diperlukan
ijtihad baru.
Ketika issue
penutupan ijtihad menyebabkan kemunduran dalam bidang ilmu fiqh. Dampak
kemunduran tersebut terlihat dari karya-karya yang muncul tidak lagi melahirkan
mazhab-mazhab fiqh yang baru. Akan tetapi, berbeda dengan fiqh, ushul fiqh
semakin memperlihatkan kesempurnaannya. Pembukuan dan pensistematisan ushul
fiqh yang dilakukan oleh asy-Syafi’I dikembangkan oleh para ulama selanjutnya.
Sebagaimana diketahui, validas fiqh
diukur sejauhmana keselarasannya dengan ushul fiqh sebagai metode ijtihad. Oleh
karena pada masa itu, ilmu ini sangat diperlukan, terutama karena ia berperan
menjadi senjata daam perdebatan-perdebatan ilmiah di bidang fiqih.[11]
v Biografi Mujtahid-mujtahid atau Imam Mazhab yang terkenal
pada saat itu diantaranya:
a)
Imam abu
hanifah, seorang alim keturunan persia, lahir di basrah tahun 80 H (699 M) bekerja di kufah dan meninggal tahun
150 H (767 M) abu hanifah terkenal sebagai ahli al Ra’yu , yaitu banyak
mendasakan pendapatnya kepada ujian pikiran , karena di basrah kurang mendapat
hadis sahih. Murid-muridnya
yang terkenal adalah
1. Abu
yusuf, yang meninggal tahun 182 H (798 M)
2. Muhammad
ibn Hisal al syaibani, meninggal tahun 189 H
(804 M)
b) Imam malik ibn anas, lahir di madinah tahun 93 H (713 M)
dan meninggal tahun 179 H (795 M ) imam malik terkenal sebagai ahli hadis (akl
al-hadits) karena di madinah hadits nabi banyak dikumpullkan pada ahli hadits
,disamping alquran , hadits beliau ambil sebagi dasar fiqh nya, buku hadits
yang terkenal/termasyhur ialah yang bernama “muwaththa” akhirnya mendirikan
mazhab maliki , pengikutnya terbesar di seluruh daerah islam bagian barat
seperti maroko, aljazair,tunis, tripoli , spanyol mesir dan afrika tengah.
c)
Imam muhammad
ibn idris al as-Syafei. beliau
dilahirkan di palestina tahun 150H (767 M) dan meninggal tahum 204 H
(802 M) dimesir .dia dibesarkan dan belajar di makkah dan dimadinah (pernah
belajr dari imam malik), beliau adalah pendiri mazhab imam syafe’I,
terkenal orng yang besar jasanya , terutama bukunya yang terkenal sampai
sekarang adalah al-umm. Buku al-umm sebagai dasar ilmu yang dikembangkan yang bernama “ushul alfiqh
“ beliau adalah pendiri mazhab syafe’I yang tetap ada sampai sekarang ,pengikut
mazhab terkenal di mesir hilir, afrika tunis, asia tengah, bahrein, arabia
selatan, yaman siam, malaysia dan indonesia.
d) Imam ahmad ibn hambali, lahir di bagdad tahun 164 H (776
M) dan meninggal tahun 241 H (855 M) ia terkenal sebagai ahli hadits . bukunya
yang terkenal “musnad ahmad ibn hambal”, yang berisi hampir 30.000 hadits ,
beliau adalah pendiri mazhab hambali, yang terdapat di arabia tengah , arabia
barat, oman , teluk persia, bagdad, asia tengah, syiria, disamping itu ada lagi
mazhab syi’ah yang mempunyai fiqh tersendiri
,mazhab zhahiriyang mempunyai fiqh sendiri pula , imam imam besar itulah
yang telah menciptakan fiqh masing-masingg, yang masih ditaati penganut islam
sampai sekarang.[12]
C.
Aliran-aliran Ushul Fiqih
Fiqh dalam sejarah perkembangannya dikenal ada dua aliran
ushul fiqh yang berbeda yakni
a.
Aliran jumhur
ulama ushul fiqh
Aliran ini
dikenal dengan nama aliran syafi’iyah atau mutakallim dan dikenal dengan
sebutan aliran jumhur ulama karena mayoritas ulama safi’iyah, malikiyah, dan
hanabi menganutnya terutama cara penulisan ushul fiqh. Disebut dengan aliran
syafi’iyah karena pencetus aliran ini adalah imam syafi’i dan dikenal dengan
aliran mutakallim karena pakar dibidang ini setelah imam syafi’i adalah dari
kalangan mutakallim (para ahli ilmu kalam).[13]
Aliran syafi’iyyah dalam ushul fiqih
ditandai dengan sistematika pembahasannya yang murni bersifat ushul fiqh. Yang
mana dalam melakukan pembahasan dan pengembangan kaidah-kaidah ushul fiqih.[14]
Merek merumuskan kaidah-kaidah ushul fiqih tanpa peduli apakah mendukung mazhab
fikih yang mereka anut atau justru berbeda, bahkan bertujuan untuk dijadikan
titik ukur bagi kebenaran mazhab fikih yang sudah terbentuk.[15]
Ulama Syafi’iyah
dan Ulama Malikiyah adalah ulama yang paling menguasai keahlian dalam ilmu
Ushul Fiqih.[16]
Adapun ulama-ulama yang menyusun kitab-kitab ushul yang sangat termasyhur di
antaranya:
a.
Kitab
al-Mustashfa yaitu karangan Abu Hamid al-Ghozali al-Syafi’i.
b.
Kitab al-Ahkam,
yaitu karangan Abu Hasan al-Amidi al-Syafi’i.
c.
Kitab al-Minhaj,
yaitu karangan al-Baidhowi al-Syafi’i.
Sedangkan
kitab ushul fiqh staandar dalam aliran Syafi’iyyh/Mutakallim yakni:
a.
Al-Risalah,
disusun oleh Imm al-Syafi’i
b.
Kitab
al-Mu’tamad, disusun oleh Abu Husain Muhammad ibn ‘Ali al-Bashri.
c.
Kitab al-Buhan fi
Ushul al-Fiqh, disusun oleh Imam al-Haramain al-Juwaini.
d.
Kitab al-Mankhul
min Ta’liqat al-Ushul, kitab Syifa’ al-Ghalil fi Bayan al-Syabah wa al-Mukhil
wa Masalik al-Ta’il, dan al-Mustashfa fim’Ilm al-Ushul, tiga rangkaian kitab
tersebut disusun oleh Imam Abu Hamid al-Ghazali.
Sekalipun kitab ushul fiqih dalam aliran
Syafi’iyyah/Mutakallim cukup banyak,
hanya saja yang menjadi sumber dan standar dalam aliran ini adalah kitab ushul
fiqh tersebut di atas.[17]
b.
Aliran Fuqaha
atau Aliran Hanafiyah
Aliran ini
dikembangkan oleh ulama Hanafiyah. Seperti: al-Karakhi, Abi Bakr ar-Razi,
ad-Dabbusi, al-Baidhawi, dan asy-Syarakhsyi.[18]
Disebut dengan aliran fuqoh (ahli-ahli fiqih) karena dalam sistem penulisannya
banyak diwarnai oleh contoh-contoh fikih.[19]
Aliran ini berusaha menerapkan kaidah-kaidah yang mereka susun terhadap furu’.
Jika sulit untuk diimplikasikan, hal ini yang dilakukan mereka yakni mengubah
atau membuat kaidah baru supaya bisa diimplikasikan pada masalah furu’
tersebut.[20]
Ushul fiqih yang
mereka kembangkan kembangkan berperan sebagai alat unuk mempertahankan
pendapat-pendapat fiqh yang telah dahulu ada. Jadi, berbeda dengan ushul fiqih
aliran asy-Syafi’iyyah yang menjadikan ilmu ushul fiqih sebagai alat untuk
melahirkan hukum-hukum fiqh, maka paa aliran fuqoha inilah mereka menjadikan
hukum-hukum fiqh yang telah ada, terutama hukum-hukum fiqh hasil ijtihad Imam
Abu Hanifah dan para muridnya sebagai pedoman menyusun kaidah-kaidah ushul fiqh
mereka.[21]
Kitab-kitab
standar yang disusun dalam aliran ini antara lain:
a)
Kitab Ta’sis
al-Nazhar disusun oleh Abu Zaid Al-Dabbusi.
b) Kitab
Ushul al-Bazdawi disusun oleh ‘Ali ibn Muhammad al-Bazdawi
c)
Kitab
Ushul-alSyarakhsi disusun oleh Abu Bakar Syams al-Aimmah al-Syarakhshi.[22]
c.
Aliran yang
menggabungkan antara dua aliran (aliran mutakallim dan aliran fuqaha)
Dalam perekembangan selanjutnya, seperti yang disebutkan oleh Muhammad Abu
Zahrah, muncul lagi aliran ketika yang dalam penulisan Ushul Fiqih
menggabungkan antara dua aliran tersebut. Misalnya, kitab Badi’ al-Nizam
karya Ahmad bin ‘Ali al-Sa’ati (wafat 694) ahli ushul fiqih dari kalangan
Hanafiyah, yang menggabungkan dua buah kitab, yakni Ushul al-Bazdawi
oleh Ali Ibn Muhammad al-Bazdawi dari aliran Hanafiyah dan al-Ihkam fi Ushul
al-Ahkam oleh al-Amidi (wafat 631 H) dari aliran Syafi’i, kitab Jam’u
al-Jawami’ oleh Ibnu al-Sibki (wafat 771 H) ahli ushul fiqih dari kalangan
Syafi’iyah, dan kitab al-Tahrir oleh al-Kamal Ibnu al-Humam (wafat 861) ahli
Ushul fiqihdari kalangan Hanafiyah.
Pada ujung abad kedelapan Abu Ishaq al-Syatibi (wafat 780 H), ahli ushu
fiqih dari kalangan Malikiyah, mengarang sebuah kitab dengan judul al-Muwafaqat
fi Ushul al-Syari’ah. Di bandingkan dengan buku-buku ushul fiqih sebelumya,
kitab al-Muwafaqat lebih banyak berbicara tentang maqasid al-Syari’ah (tujuan
hukum) sebagai landasan pembentukan hukum. Kitab ini dianggap sebagai
perkembangan terakhir dari ushul fiqih.[23]
D.
Karya-Karya Dalam Bidang Ushul Fiqih
Dalam penyusunan ushul fiqh terdapat berbagai aliran,
yakni aliran Jumhur Ulama Ushul Fiqh, aliran Hanafiyah serta aliran yang
menggabunggakan antara dua aliran tersebut.
Adapun kitab ushul fiqh yang disusun menurut aliran
jumhur diantaranya:
a)
Al-risalah, disusun oleh Muhammad bin Idris al-Syafi’i. (150 H-204 H).
Kitab al-Risalah adalah buku pertama Ushul Fiqh. Oleh karena itu, buku ini
menjadi referensi utama dalam studi Ushul Fiqh dan banyak yang mensyarahnya,
antara lain Syarh Abi Bakr al-Shairafi dan Syarh Abu al-Walid al-Naisaburi
Muhammad ibn Abdillah.
b)
Al-burhan fi
ushul al-fiqh, disusun oleh Abu al-Ma’ali
Buku ini adalah buku standar dalam ushul fiqih aliran Jumhur atau
Mutakallim.
c)
Al-muhni fi
abwab al-tawhid wa al-‘adl, disusun oleh al-Qadi Abdul
Jabbar
Beliau adalah seorang tokoh mu’tazilah. Buku ini terdiri dari 23 jilid yang
berbicara tentang berbagi ilmu keislaman. Sedangkan khusus juz ketujuh belas
berbicara tentang ushul fiqh.
d)
Al-mu’tamad
fi ushul al-fiqh, oleh Abu al-Husein al-Bashri
Beliau adalah seorang yang ahli ushul fiqh dikalangan mu’tazilah. Buku ini
terdiri dari dua jilid dan terbilang sebagai salah satu buku standar ushul fiqih
aliran jumhur ulama atau syafi’iyah.
e)
Al-mustashfa
min ‘ilm al-ushul, oleh Abu Hamid al-Ghazali
Beliau adalah ahli ushul fiqh dari kalangan Syari’iyah. Seperti halnya
setiap karya Al-Ghazali, buku ini terbilang sebagai buku ushul fiqh yang sangat
bermutu dan beredar di dunia Islam sampai sekarang.
f)
Al-mashul
fi’illm al-ushul karya Fakhr al-Dien al-Razi
Beliau adalah seorang ahli ilmu kalam, ahli tafsir dan ahli ushul fiqh dari
kalangan Syafi’iyah. Kitab ini merupakan rangkuman dari empat buah buku ushul
fiqh standar aliran mutakallim/Syafi’iyyah di atas.
g)
Al-ihkam fi
ushul al-ahkam, karya Syaif al-Dien al-Amidi
Beliau adalah ahli ushul fiqh dari kalangan Syafi’iyyh.
h)
Minhaj
al-wusul fi’ilm al-ushul, karya al-Qadi al-Baidawi
Buku ini dicetak antara lain di Mathba’ah Muhammad ‘Ali Subaih wa awladuhu,
Mesir, tanpa menyebutkan tahun.
i)
Al-‘uddah fi
ushul al-fiqh, karya Abu ya’la al-Farra’ al-Hanbali
Beliau ahli ushul fiqh dari kalangan Hanbaliyah (pengikut mahzab Hanbali).
Kitab ini terdiri dari tiga jilid dan terkenal di antara buku standar ushul
fiqh dalam mahzab Hanbali.
j)
Raudah
al-nazir wa jannahal-munazir, karya Muwaffiq al-Dien ibnu
Qudamah al-Maqdisi
Beliau ahli fiqih dan ushul fiqh dalam mahzab Hanali.
k)
Al-musawwadah
fi ushul al-fiqh, dikarang oleh tiga ulama besar , Syeikh al-Islam Majd
al-Dien Abu al Barakat al-Harrani dan putranya Syihab al-Dien Abu Abdul-Halim
dan seterusnya oleh cucunya Taqiy al Dien ibnu Taimiyah
l)
A’lam
al-muwaqqi’in an rabb al-‘alamin, karya Imam Ayams
al-dien Abu Bakr
Beliau ahli ushul fiqh mahzab hanbali. Buku ini berbicara panjang lebar
tentang ushul fiqh mahzab hanbali.
m)
Mukhtashar
muntaha al-sul wa al-amal karya Jamal al-dien ibnu
al-hajib .
Beliau seorang ahli ushul fiqh dari kalangan malikiyah. Buku ini lebih
dikenal dengan Mukhtashr Ibnu al-Hajib.
Sedangkan kitab-kitab ushul fiqh yang disusun menurut
aliran hanafiyah antara lain;
a.
Taqwim
al-adillah, karya imam abu zaid al-dabbusi
b.
Ushul
al-syarakhshi, disusun oleh imm muhammad ibnu ahmad syams al-aimmah
al-sarakhshi
c.
Kanz al-wushul
ila mu’rift al-ushul, disusun oleh Fakhr al-islam al-bazdawi
d.
Manar
al-anwar oleh Abu al-barakat abdullah ibnu ahmad ibnu muhammad
al-nasafi
Kitab ushul fiqh yang disusun dengan menggabungkan aliran
jumhur dengan aliran hanafiyah antara lain:
a.
Jam’u al-jawami’, karya Taj al-dien ibnu al-sibki
b.
Al-tahrir fi
ushul al-fiqh karya Kamal al-dien ibn al-humam
c.
Musallam
al-subut, karya Muhibullah ibn abd al-syakur
d.
Al-muwafaqat
fi ushul al-syari’ah karya Abu ishaq al-syathibi
Buku-buku ‘ilmu ushul fiqh yang disusun pada abad modern
diantaranya:
a.
Irsyad
al-fuhul , karya Imam Muhammad ibn ‘ali al-syaukani
b.
‘ilmu ushul
al-fiqh , karya Abdul-Wahhab khalaf
c.
Ushul al-fiqh, disusun oleh Syekh Muhammad abu zahra
d.
Ushul
al-tasyri’ al-islami, disusun oleh Al-Ustadz ali hasaballah
e.
Dlawabit
al-maslahah fi al-fiqh al-islami, karya Muhammad
Sa’id Ramadan al-buthi
f.
Tafsir
al-nusus fi al-fiqh al-islami, disusun oleh Dr.
Muhammad Adib shaleh
g.
Al-wasit fi
ushul al-fiqh al-islami, karya DR. Wahbah al-zuhaili
h.
Nazariyat
al-maslahah fi al-fiqh al-islami karya Dr. Husain
hamid hassan
i.
Atsar al-ikhtilaf fi al-qowa’id al-ushuliyyah fi ikhtilaf al-fuqaha karya DR. Mustafa Sa’id al-Khin.
E.
Kesimpulan
Pada dasarnya ushul fiqh telah ada sejak zaman
Rasulullah. Dimulai sejak kebangkitan (Bi’tsah) Nabi Muhammad saw. sampai
beliau wafat (12 Rabi’ul awwal 11 H/8 juni 632 M). Apabila muncul
satu kasus atau permasalahan, Rasulullah menunggu turunya wahyu yang
menjelaskan hukum kasus tersebut. Jika wahyu tidak turun, maka berliau
menetapkan hukum kasus tersebut melalui sabdnya, yang kemudian dikenal dengan
sebutan Hadits atau Sunnah. Dalam menetapkan hukum dari
suatu kasus, di zaman Rasulullah yang tidak ada ketentuannya dalam al-Qur’an,
para ulama ushul fiqh menyimpulkan ada suatu isyarat bahwa Rasulullah saw.
menetapkannya melalui ijtihad. Dari ijtihad Rasulullah saw. secara otomatis
menjadi Sunnah sebagai sumber hukum dan dalil bagi umat Islam. Dan qiyas juga
digunakan Rasullullah dalam menjawab pertanyaan para sahabat.
Setelah Rasulullah wafat otomatis tidak ada lagi yang
bisa memecahkan suatu permasalahan. Maka para sahabat merasa dituntut untuk
memberikan jawaban dalam memecahkan sebuah masalah yakni memberi tafsiran
terhadap ayat atau hadits serta memberi fatwa tentang kasus-kasus yang terjadi
pada masa itu, tapi tidak ditentukan hukumnya dalam nash, denga melakukan
ijtihad. Kemudian berlanjut pada periode tabi’in dan Imam Mahzab.
Dalam sejarah perkembangan ushul fiqh dikenal tiga aliran.
Ketiga aliran masing-masing aliran tersebut memiliki sudut pandang yang berbeda
dalam penyusunannya dan membangun teori yang ada dalam ushul fiqh.
Aliran-aliran tersebut diantaranya: 1). Aliran Mutakallim, 2). Aliran Fuqaha,
3). Aliran yang menggabungkan antara aliran mutakallim dan aliran fuqaha.
Dalam penyusunan ushul fiqh terdapat berbagai aliran,
yakni aliran Jumhur Ulama Ushul Fiqh misalnya menyusun kitab Ar-Risalah karya Muhammad bin Idris
al-Syafi’i, aliran Hanafiyah misalnya menyusun
kitab Taqwim al-adillah, karya
Imam Abu zaid al-dabbusi serta aliran
yang menggabunggakan antara dua aliran tersebut misalnya Jam’u al-jawami’, karya Taj al-dien ibnu al-sibki.
Daftar Pustaka
Koto,
Alaiddin. 2006. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Koto,
Alaiddin. 2006. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh (Sebuah Pengantar). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Koto,
Alaiddin. 2014. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh. Jakarta: Rajawali Pers.
Bakry,
Nazar. 2003. Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Bakry,
Nazar. 1993. Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta: Rajawali Pers.
Satria
Effendi, M. Zein. 2005. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.
Dahlan, Abd. Rahman.
Ushul Fiqih. Jakarta:
Amzah.
Khallaf, Abdul Wahab. 1996. Kaidah-Kaidah Hukum Islam. PT RajaGrafindo.
Syafe’i, Rachmat. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: CV.
Pustaka Setia.
Haroon, Nasrun. Ushul Fiqih 1. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu.
[7] Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh Dan Ushul Fiqh (Jakarta: Rajawali Pers),
15.
[10] Ibid, 27
[11] Ibid,
28.
[13]
Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana), 23.
[14] Abd.
Rahman Dahlan, Ushul Fiqih (Jakarta: Amzah), 30.
[18] Abd.
Rahman Dahlan, Ushul Fiqih (Jakarta: Hamzah), 30.
[19]
Satria Effend, M. Zein, Ushul Fiqih (Jakarta: Kencana), 25.
[21] Abd.
Rahman Dahlan, Ushul Fiqih (Jakarta:
Hamzah), 30.
[22]
Satria Effend, M. Zein, Ushul Fiqih (Jakarta: Kencana), 25.
Komentar
Posting Komentar