SEJARAH BERDIRINYA DINASTI AYYUBIYAH


SEJARAH BERDIRINYA DINASTI AYYUBIYAH



          Pada tahun terakhir masa kekuasaan dinasti Fathimiyyah mulai muncul berbagai konflik di antara para wazir, suatu ketika seorang pemuka Fathimiyyah, Al-Mu’tadhid mengirimkan surat kepada Nuruddin, yang merupakan penguasa Daulah Abbasiyah tentang permintaan agar Nuruddin menarik pasukan tentara Turki dari Mesir, namun permintaan tersebut di tolak karena menurut Nuruddin Mesir termasuk dalam wilayah kekuasaannya.
          Akibat penolakan tersebut mengakibatkanAwal mula dinasti ini didirikan ketika Shalahuddin mendeklarasikan Mesir dari daulah Fathimiyyah atas perintah dari Nuruddin. Sehingga dinasti Fathimiyyah tidak lagi memiliki hak kekuasaan atas Mesir, setelah itu kedudukan Fathimiyah digantikan oleh dinasti Abassiyyah. Namun hal itu belum membuat Shalahuddin tenang, hingga pada akhirnya ia mendirikan daulah Ayyubiyah  yang beraliran Sunni yang menggantikan dinasti Fathimiyyah yang beraliran Syi’ah. [1]
          Namun tindakan Shalahuddin membuat Nuruddin marah terhadapnya. Hal tersebut dikarenakan Shalahuddin lebih memilih untuk mendirikan disnastinya sendiri dibandingkan tetap berada dibawah kuasa Nuruddin, untuk, mengembangkan dinasti Abbasiyah.[2]
          Ayyubiyah merupakan dinasti beraliran Sunni yang dipimpin oleh Shalahuddin Al Ayyubi. Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi merupakan putra dari Najmuddin lahir pada tahun 532H/1137M dan memilki nama asli Abul Muzhaffar Yusuf bin Najmuddin bin Ayyub bin Syaadi. Pada usia 10 tahun Shalahuddin mampu menghafal Al-Qur’an ia juga rajin belajar ilmu fikih, hadits dan tafsir. Pada tahun 543H/1139 M, Shalahuddin diangkat menjadi gubernur di kota Ba’labak.[3]
          Didalam diri Shalahuddin terlihat jiwa-jiwa kepemimpinan yang besar dan mulia. Hal ini dapat dilihat ketika Shalahuddin diajak menaklukkan pasukan Eropa yang tengah memerangi Islam oleh pamannya, Asadudin. Dari pengalaman mengikuti perjuangan pamannya, Shalahuddin memiliki bekal dalam tugas ketentaraan. Shalahuddin adalah seorang yang cakap sehingga mampu memimpin pasukan perang. Kabar ini terdengar oleh ayahnya sehingga ayahnya turut bahagia dan mulai memberi teknik-teknik kepemimpian kepada Shalahuddin.
          Pusat pemerintahan dinasti Ayyubiyah terletak di Kairo. Dimana ketika Shalahuddin memegang kekuasaannya disini, Kairo menjadi kota yang megah dengan dibangunnya benteng besar yang terletak di Lembah Muqattam dan menjadi pagar benteng kota. Benteng ini dinamakan benteng Shalahuddin atau Shaladin Citadel, yang terinspirasi dari seorang penguasa dinasti Ayyubiyah yakni Shalahuddin.
          Shalahuddin sangat berjasa dalam perkembangan Dinasti Ayyubiyah yakni, ia selalu berusaha dengan seluruh kemampuannya untuk senantiasa mempertahankan negara pada saat-saat genting. Seperti halnya, ketika memburuknya moral politik yang mana pada saat itu dia sebagai pemimpin mampu membuat benteng-benteng persatuan yang kokoh guna menghadapi serangan dari berbagai arah. Hal ini dilakukannya karena ia dapat melihat secara jelas bahwasannya kelemahan moral politik Islam dapat memudahkan negara-negara salib untuk melakukan ekspansi dan mempertahankan diri. Dalam situasi seperti ini Shalahuddin memeri saran agar mengembalikan urusan politik kepada orang yang berhak menerimanya.[4]
          Usaha Shalahuddin dalam memperkuat Islam mulai menemukan titik terangnya, sehingga karena kegigihannya ia mampu menguasai wilayah kekuasaan Islam bahkan ia mampu menakhlukkan Bairut, Eufrat, hingga Aleppo. Setelah menakhlukkan kota-kota tersebut ia berusaha mewujudkan mimpinya untuk mempersatukan umat Islam dalam satu bendera.
          Dinasti Ayyubiyah dibawah kekuasaan Shalahuddin hanya bertahan selama 75 tahun. Namun Shalahuddin sudah dianggap menyelamatkan Kairo yang akan jatuh ke dalam kekuasaan tentara Salib pada tahun 1167M.
Dalam perkembangan dinasti Ayyubiyah terdapat beberapa tokoh yang memiliki peran penting seperti :
1.             Salahudin al-ayyubi : berperan sebagai pendiri dynasty al-ayyubi
2.             Nurud dinzanki : gubernur suriah yang member tugas pada salahudin al-ayyubi dan pamannya untuk membantu dinasti fatimiyyah di mesir dalam perangsalib
3.             Asadud dinsyirkuh : pamansalahudin al-ayyubi
4.             Najmuddin bin ayyub : ayah salahuddin al-ayyubi
5.             Al adid : khalifah dinasti fatimuyyah yang terakhir

Daftar Pustaka
Moh. Nurhakim, Jatuhnya Sebuah Tamadun : Menyingkap Sejarah Kegemilangan
dan Kehancuran Imperium Khalifah Islam. Jakarta :Kementerian Agama
Republik Indonesia, 2012.
Ash-Shayim, Shalahuddin al-Ayyubi, Jakarta: Gema Insani Press,2003.
Ahmad Husayn Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah , Bandung : Remaja
          Rosadakarya, 1995.


[1]Moh. Nurhakim, Jatuhnya Sebuah Tamadun : Menyingkap Sejarah Kegemilangan dan Kehancuran Imperium Khalifah Islam, ( Jakarta :Kementerian Agama Republik Indonesia, 2012), hal. 121
[2]Ash-Shayim, Shalahuddin al-Ayyubi, (Jakarta: Gema Insani Press,2003) hal.,30
[3]Ibid, hal.,17
[4]Ahmad Husayn Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah , (Bandung : Remaja Rosadakarya, 1995), hal. 189

Komentar