PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN DINASTI AYYUBIYA


PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN DINASTI AYYUBIYA



Dinasti Ayyubiyah didirikan oleh Salahuddin al-Ayyubi yang penamaannya dinisbatkan dari nama belakang pendirinya dan diambil dari nama kakeknya yaitu Ayyub. Beliau dilahirkan di Tikrit tepi sungai Tigris, pada 532 H dan berasal dari suku Kurdi.[1] Beliau juga berhasil mendirikan kesultanan yang bermazhab Sunni, yang telah menggantikan Dinasti Fatimiyah yang bermazhab Syi’ah. Selain itu, berdirinya dinasti Ayyubiyah ini membawa kebaikan bagi umat Islam, karena telah banyak mencetak sejara akan berjasanya dalam membela tanah muslim dari serangan para tentara perang Salib dan berhasilnya dalam membangun kekuasaan Islam.[2]
Pusat dinasti Ayyubiyah berpusat di Kairo, Mesir dengan wilayah kekuasaannya meliputi kawasan Mesir, Suriah, dan Yaman. Dinasti ini berdiri pada tahun (569 H/1174M-650 H/1252 M).[3]Masa dinasti Ayyubiyah ini ada sebuah perisiwa penting yaitu terjadinya perang Salib (1095 M-1291 M)[4] yang mempunyai banyak dampak salah satu yaitu, para pasukan Salib dapat berkenalan dengan kebudayaan Islam yang pada saat itu Islam sudah sangat maju,terutama pada bidang ilmu pengetahuan. Sehingga banyak orang Barat yang kemudian berdatangan ke Timur untuk belajar dan menimba ilmu dan kemudian mereka menyebar luaskan di Eropa.[5]
Dalam bidang kebudayaan dinasti Ayyubiyah bisa dianalisis saat berlangsungnya perang Salib yang telah terjadinya proses interaksi antar budaya, yaitu antar budaya Barat dan Timur. Dengan adanya interaksi antar budaya tersebut ternyata lebih banyak menguntungkan budaya Barat (Kristen) daripada budaya Timur (Islam) itu sendiri. Diantara aspek-aspek kebudayaan yang sangat berpengaruh terhadap orang Barat (Kristen) yaitu pada bidang seni, perdagangan, dan industri. Bahkan di Suriah yang merupakan salah satu pusat peradaban Islam, lebih memihak yang sana dan mereka tinggalkan dalam keadaan yang hancur.[6]
Pada masa kepemimpinan Nuruddin, beliau telah melakukan renovasi seperti pada dinding-dinding pertahanan kota, tidak hanya itu beliau juga telah menambah beberapa pintu gerbang dan menara di kota, serta membangun gedung-gedung pemerintahan yang masih bisa digunakan hinga saat ini. Akan tetapi beliau juga mendirikan sekolah yang pertama di Damaskus,[7] kemudian dipersembahkan untuk perkembangan ilmu-ilmu hadits, membangun rumah sakit yang terkenal dan memakai nama rumah sakit dengan namanya sendiri yaitu al-Nuri yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat pengobatan, akan tetapi sebagai sekolah Kedokteran,[8] dan mendirikan tempat belajar (madrasah) pertama sejak masa kekuasaannya yang terus bekembang dan menyebar keseluruh pelosok Suriah.
Madrasah yang telah dibagun itu merupakan tempat tempat yang tidak dapat dipisahkan antara masjid dan sekolah. Madrasah tersebut secara otomatis telah menerima murid-murid dan mengikuti model-model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh Nizhamiyah.  Madrasah yang telah didirikan oleh Nuruddin di Aleppo (Halb), Emessa, Hamah, dan Ba’labah, semuanya telah menganut mazhab Syafi’i.[9]
Pada masa Nuruddin terdapat prsasti yang pada bangunan-bangunan dan monumen-monumen lainnya yang kemduian mempunyai daya tarik tersendiri bagi ahli paleografi (ahli ilmu tulisan kuno) Arab. Karena sejak masa kekuasaannyalah yang diperkirakan kaligrafi Arab dengan gaya Kufi mulai muncul dan berkembang. Kaligrafi (khat) ala Kufi ada perubahan dan diganti dengan gaya tulisan Naskhi yang melimgkar-lingkar. Seperti halnya prasasti yang terdapat di menara barat benteng Aleppo (Halb) yang sampai saat ini masih bisa dibaca. Dengan adanya parasati tersebut yang terdapat dalam catatan Suriah dan Hittiyah yang menganggap bahwa itu merupakan sebuah mahakarya dalam bidang arsitektur yang berhutag besar terhadap Sultan Suriah yang telah besedia merenovasi dan memeliharanya. Dengan melalui semacam itulah kemudian tercipta sebua konsep mausoleum (makam orang-orang terkenal yang terdapat di Eropa) yang berhubungan dengan masjid Suriah.[10]
Pada masa kepemimpinan Salahuddin al-Ayyubi merupakan seorang khalifah yang banyak mencurahkan secara lebih keperhatiannya terhadap bidang pendidikan dan arsitektur daripada bidang yang lainnya. Seperti halnya kebijakan utama pemerintahan yang dikeluarkan adalah menyerang Syi’ah dan melarang melakukan bid’ah, serta menghabisi pendukung-pendukung dinasti Fatimiyah dengan melalui pengembangan lembaga pendidikan.
Dalam seni arsitektur Suriah yang saat itu dipimpin oleh Ayyubiyah dengan memperkenalkan seni Arab klasik dari timur yang mengambil gaya artistiknya pada bangunan-bangunan yang terdapat di Damaskus dan Aleppo yang didirikan pada abad ke-13. Seni tersebut masih dipakai di Mesir hingga pada nasa dinasti Mamluk yang telah berhasil membangun monumen indah dan menjadi salah satu kebanggaan tradisi kesnian Arab. Dengan menampilkan arsitektur yang solid dan kuat serta menggunakan bahan material yang bagus dan terpilih dan menggunakan dekorasi dengan motif-motif yang sederhana akan tetapi menyuguhkan nuansa keindahan yang tiada habisnya.
Para tentara salib mendapakatkan bekal pengetahuan mengenai bangunan militer dari Itali dan Normandia yang dikembangkan oleh orang-orang Arab sebagaiman yang terlihat dari arsitektur benteng Kairo. Kemudian mereka banyak meninggalkan bidang arsitektur berupa kastil, gereja dan beberapa ruangan berkubah. Arsitektur pada saat perang Salib umumnya berbentuk seperti kubus dengan gaya kubah yang sederhana dan peninggalan seni Franka yang paling indah yaitu pintu diambil dari gereja di Anka pada 1291 serta kemudian dipasang di Masjid al-Nashir.[11]
Dalam bidang pendidikan Salahuddin al-Ayyubi memperkenalan sekolah yang bersistem seperi madrasah di negeri Mesir dan Yarusalem. Salah satu madrasah yang dibagun oleh beliau adalah madrasah al-Shalahiyyah yang merupakan madrsasah terkemuka dengan menggunakan sistem seperti Medir yang terletak di Kairo. Disamping itu Salahuddin juga membangun dua rumah sakit di Kairo dengan menggunakan seni arsitektur mengikuti model rumah sakit Nuriah di Damaskus. Arsitektur rumah sakit tersebut juga mengikuti gaya masjid, akan tetapi tidak diketahui jejaknya.[12]
Perkembagan ilmu pengetahuan dan firlsafat mempunyai cukup banyak contoh yang konkret. Adelard dari Bath, yang mempunyai karya-karya yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab, yaitu bidang geometrid an astronomi. Kemudian sekitar satu abad ahli Aljabar dari Eropa  yaitu Leonardo Fibonanci yang telah mempersembahkan sebuah karya tentang angka-angka kotak kepada Fredik II, setelah itu mengunjungi Mesir dan Suriah. Ada juga salah satu penduduk Pisa yaitu Stephen dari Antiokia yang menerjemahkan sebuah  buku yang sangat terpenting dalam dunia kedokteran yang karya tersebut merupakan buku satu-satunya berbahasa Arab dan kemudian dibawa oleh Franka ke negeri mereka sendiri yaitu karya al-Majusi di Antiokia pada 1127. Akan tetapi karya tersebut tidak ditemukan lagi di sejumlah tempat medis dan rumah sakit pada abad ke-12.
Sedangkan dalam bidang satra, pengaruh kebudayaan Arab di Barat sangat terasa. Disuguhkan beberapa kisah-kisah tentang legenda Grail Yang Suci mengandung unsur yang tidak diragukan lagi yaitu berasal dari rusia. Kemudian dilanjutkan pada tahun 1276 beliau mendirikan sebuah universitas khusus bagi para biarawan saja yang berasal dari Miramar yang bertujuan untuk mempelajari Bahasa Arab yang dikarena terdapat terpengaruh dari Konsili di Wina pada tahun 1311. Sehingga, mereka memutuskan untuk memberikan studi Bahasa Aran dan Tartar di Universitas Paris, Louvain, dan Salamanca.[13]
Perkembangan dalam bidang militer telah mengalihkan dunia, yaitu dengan penggunaan katapul, pemakaian baju zirah yang tebal oleh golongan kesatria dengan kudanya, serta menggunakan bantalan kapas di bawah baju perang, dan semua itu berasal dari perang Salib. Kemudian di Suriah orang Frangka banyak yang mengambil dalam penggunaan sangkakala perang, tambur dan gendering perang sebagai ciri-ciri angkatan perang. Dan sangkakala perang ini masih digunakan hingga saat ini sebagai salah satu alat peperangan. Mereka juga belajar pada penduduk pribumi tentang bagaimana cara untuk melatih merpati-pos yang digunakan untuk menyampaikan informasi militer dan dalam acara penyelenggaraan turnamen antar kesatria serta digunkan untuk meminjam sesuatu dari dinasti yang lain.
Selain mengadopsi berbagai atribut dan tradisi peperangan, perang Salib juga mendorong untuk mengembangkan berbagai taktik pengepungan, seperti metode melemahkan pertahanan, penggunaan manongel, pemasangan ranjau, alat pendobrak dn penggunaan berbagai alat peledak serta alat pembakaran. Kemudian dikenalkan dengan bubuk mesiu dari Cina yang di sana berfungsi sebagai alat pembakaran atau alat peledak. Tidak ada sejarawan perang Salib yang telah mengungkap tentang perkara ini.[14]
Dalam bidang pertanian, perdagangan dan industri, para tentara Salib mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dan lebih manfaat dibandingkan dalan bidang intelektual. Seperti halnya, mendapatkan pengetahuan mengenai pertumbuhan bebrapa tanaman bau di kawasan Medeterania Barat seperti, biji wijen dan carob, padi-padian, semangka, jeruk, alpukat, dan shallot (sejenis bawang). Sementara di Timur orang Franka mendapatkan citarasa baru terutama dalam masalah Parfum, makanan-makanan baru, rempah-rempah, dan produk-produk tropis lainnya yang berasal dari Arab dan India yang sudah tersedia dan melimpah ruah di beberapa pasar Suriah. Citrasa tersbut yang akan mendorong tumbuhnya perdagangan di Italia dan kota-kota besar Medeterania.
Barang temuan pada saat perang Salib adalah kincir air. Sedangkan tentang kincir angin cacatan menunjukkan bahwa alat itu pertama kali digunakan di Normandia pada 1180. Kemudian para tentara Salib mendaptkan bentuk kincir air yang lebih bagus dan maju saat mereka pulang dan kembali ke tanah aslinya. Hingga saat ini kincir air ala Suriah masih dapat dilihat di Jerman dekat dengan Bayreuth.[15]

Daftar Pustaka
Amin, Samsul Munir. 2016.Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Murodi. 2008.Buku Ajar Sejarah Kebudayaan Islam Kurikulum 2008 untuk Kelas VII. Semarang: PT Karya Toha Putra.
K. Hitti, Philip. History of The Arabs; From The Earliest Times to The Present. Terj.R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. History of The Arabs.Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2006.
Syukur, Syamzan, “Perang Salib Dalam Bingkai Sejarah.” Al-Ulum: Jurnal Sejarah Kebudayaan Islam, Vol. 11, No. 1, Juni 2011.
Ummu Faruq. 2000.Tarikh (Shuwar min At Tarikh Al-Islami). Jogjakarta: Pustaka Al-Haura’.
Yatim, Badri. 2008.Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.


[1] Ummu Faruq, Tarikh (Shuwar min At Tarikh Al-Islami), (Jogjakarta: Pustaka Al-Haura’, 2000), hlm. 84
[2] Dr. H. Murodi, MA, Buku Ajar Sejarah Kebudayaan Islam Kurikulum 2008 untuk Kelas VII, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 2008), hlm. 82
[3] Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), hlm. 278
[4] Dr. Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008), hlm 79
[5] Syamzan Syukur, “Perang Salib Dalam Bingkai Sejarah.” Al-Ulum: Jurnal Sejarah Kebudayaan Islam, Vol. 11, No. 1, Juni 2011, hlm. 201
[6] Dr. H. Murodi, MA, Buku Ajar Sejarah Kebudayaan Islam Kurikulum 2008 untuk Kelas VII, hlm. 96
[7] Philip K. Hitti, History Of The Arabs; From The Earliest Times to The Present, tej. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Histoy Of Arabs(Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi, 2006), hlm. 842
[8] Dr. H. Murodi, MA, Buku Ajar Sejarah Kebudayaan Islam Kurikulum 2008 untuk Kelas VII, hlm. 82
[9]Philip K. Hitti, History Of The Arabs; From The Earliest Times to The Present, tej. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Histoy Of Arabs, hlm. 843
[10]Dr. H. Murodi, MA, Buku Ajar Sejarah Kebudayaan Islam Kurikulum 2008 untuk Kelas VII, hlm. 97
[11]Philip K. Hitti, History Of The Arabs; hlm. 851
[12]Philip K. Hitti, History Of The Arabs; hlm. 845-46
[13]Philip K. Hitti, History Of The Arabs; hlm. 846-849
[14]Philip K. Hitti, History Of The Arabs;, hlm. 849-851
[15] Philip K. Hitti, History Of The Arabs; hlm. 853-855

Komentar