BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui
sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata
lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengtahui keberhasilan proses dan
hasil belajar siswa. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan
pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan
klasifikasi hasil belajar dari teori Benyamin Bloom yang secara garis besar
membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotorik.
Salah satu prinsip dasar yang
harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar
adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip evaluator dalam melaksanakan evaluasi
hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta
didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang
telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif),
dan pengamalannya (aspek psikomotor).
Ketiga aspek atau ranah kejiwaan
itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan atau
proses evaluasi hasil belajar atau yang dikenal domain hasil. Benjamin S. Bloom
dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu
harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau
ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu: Ranah proses berfikir (cognitive
domain), Ranah nilai atau sikap
(affective domain) dan Ranah keterampilan (psychomotor domain).
Dalam konteks evaluasi hasil
belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran
dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Sasaran kegiatan evaluasi hasil
belajar dapat dikelompokkan melalui beberapa pertanyaan seperti berikut: Apakah
peserta didik sudah dapat memahami semua bahan atau materi pelajaran yang telah
diberikan pada mereka? Apakah peserta didik sudah dapat menghayatinya? Apakah materi pelajaran
yang telah diberikan itu sudah dapat diamalkan secara kongkret dalam praktek
atau dalam kehidupannya sehari-hari?. Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara
ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru
disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi
bahan pengajaran. Namun tetap tidak mengesampingkan ranah afektif dan
psikomotorik terhadap siswa dalam domain hasil.
B. Rumusan Masalah
Dari segala tujuan dan penilaian terhadap
siswa, maka dalam makalah ini untuk mengetahui tersebut pendidikan mengambil ke
teori Benyamin Bloom yang terbagi menjadi 3 ranah yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik. Maka berikut rumusan masalah dalam
makalah ini:
1.
Apa
pengertian intrumen penilaian?
2.
Apa
pengertian dan aspek domain ranah kognitif?
3.
Apa pengertian
dan aspek domain ranah afektif?
4.
Apa
pengertian dan aspek domain ranah Psikomotorik?
5.
Apa
pengertian dan aspek domain hasil?
C. Tujuan Masalah
Dalam makalah ini, yaitu
bertujuan sebagai berikut:
1.
Mendekatkan
diri kepada Allah dan rasulullah dengan ilmun pengetahun matkul evaluasi
pembelajaran
2.
Mengetahui
pengertian intrumen penilaian.
3.
Mengetahui
pengertian dan aspek domain ranah kognitif.
4.
Mengetahui
pengertian dan aspek domain ranah afektif.
5.
Mengetahui
pengertian dan aspek domain ranah Psikomotorik.
6.
Mengetahui
pengertian dan aspek domain hasil.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Instrumen Penilaian
Secara umum yang dimaksud instrumen adalah suatu alat yang
memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk
mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel.
Sedangkan dalam bidang penelitian, instrumen diartikan sebagai
alat untuk mengumpulkan data mengenai variabel – variabel penelitian untuk
kebutuhan penelitian, sementara dalam bidang pendidikan instrumen digunakan
untuk mengukur prestasi belajar siswa, faktor – faktor yang diduga mempunyai
hubungan atau berpengaruh terhadap hasil belajar, perkembangan hasil belajar
siswa, keberhasilan proses belajar mengajar guru, dan keberhasilan pencapaian
suatu program tertentu.[1] menurut
Permendikbud No. 104 Tahun 2014, instrumen penilaian adalah alat yang digunakan
untuk menilai capaian pembelajaran peserta didik, misalnya: tes, dan skala
sikap.[2]
B. Kognitif
1.
Pengertian pengukuran Ranah Kognitif
Menurut Bloom ranah
kognitif adalah segala upaya yang menyangkut aktivitas mental (otak). Dalam
bahasa lain dijelaskan bahwa perilaku kognitif berarti segala perilaku siswa
dalam upaya mengenal dan memahami materi pelajaran.[3]
Dalam hubungan dengan
satuan pembelajaran, ranah kognitif memegang peranan paling utama. Yang menjadi
tujuan pengajaran di SD, SMTP dan di SMU pada umumnya adalah peningkatan
kemampuan siswa dalam aspek kognitif. Aspek kognitif dibedakan menjadi enam
jenjang menurut taksonomi bloom (19560 yang diturutkan secara hierarki piramidal.
Keenam jenjang atau aspek yang
dimaksud adalah:
a. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah kemampuan
seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali
tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan
untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir
yang paling rendah.[4]
Salah satu contoh hasil belajar
kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat menghafal surat al-‘Ashar,
menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai salah satu
materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam
di sekolah. Bukan hanya itu dalam hal pengetahuan juga dapat kita lihat pada
saat ulangan seperti tipe melengkapi atau menjodohkan, tipe isian, dan tipe
benar salah. Dan dari semua itupula banyak yang membuat tugas atau soal
tersebut hanya pada ranah hafalan saja seperti: nama, tempat, teori, rumus,
istilah batasan, hukumnya dan lainnya sehingga bagi penjawab mudah untuk di
tebak.
b. Pemahaman (comprehension)
Pemahaman adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui
dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan
dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan
memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian
yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari
ingatan atau hafalan.[5]
Salah satu contoh hasil belajar
ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya: Peserta didik atas
pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan tentang makna
kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan jelas.
c. Penerapan (application)
Penerapan adalah kesanggupan
seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun
metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam
situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir
setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.[6]
Salah satu contoh hasil belajar
kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu memikirkan tentang
penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam kehidupan sehari-hari
baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan
seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut
bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara
bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya.
Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.[7]
Contoh: Peserta didik dapat
merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan
seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di
tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.
e. Sintesis (syntesis)
Sintesis adalah kemampuan berfikir
yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan
suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis,
sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola
baru.[8] Jenjang
sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah
satu jasil belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta didik
dapat menulis karangan tentang pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah
diajarkan oleh islam.
f. Penilaian/ evaluasi (evaluation)
Evaluasi adalah merupakan jenjang
berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom.
Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat
pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang
dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang
terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.[9]
Salah satu contoh hasil belajar
kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu menimbang-nimbang tentang
manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin dan dapat
menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan menimpa seseorang
yang bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada akhirnya sampai pada
kesimpulan penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan perintah Allah SWT yang waji
dilaksanakan dalam sehari-hari.
Penilaian (Evaluation)
Sintesis (Syntesis)
Analisis
(Analysis)
Penerapan
(Aplikation)
Pemahaman
(Comprehensi)
Pengetahuan
(Knowledge)
Gambar 1. Enam jenjang berpikir pada ranah kognitif
Dalam gambar tersebut pula menggambarkan bahwa keenam aspek
tersebut juga bersifat kontinum dan overlap (saling tumpang tindih). Dengan demikian
maka:
1). Aspek 2 meliputi juga aspek 1, 2). Aspek 3 meliputi juga
aspek 1 dan 2, 3). Aspek 4 meliputi juga aspek 1, 2 dan 3, 4). Aspek
5 meliputi juga aspek 1, 2, 3, dan 4, 5). Aspek 6 meliputi juga aspek 1,
2, 3, 4, dan 5.[10]
2.
Ciri-ciri Ranah Penilaian Kognitif
Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya
kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan
kemampuan mengevaluasi. Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif
adalah kemampuan berfikir secara hirarki yang terdiri dari pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan
hafalan saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut juntuk menyatakan
masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip.
Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan
konsep dalam situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta
untuk untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi,
membedakan fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab—akibat. Pada
tingkat sintesis, peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita,
komposisi, hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya.
Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti,
sejarah, editorial, teori-teori yang termasuk di dalamnya judgement terhadap
hasil analisis untuk membuat kebijakan.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup
kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada
kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan
menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk
memecahkan masalah tersebut.
Dengan demikian aspek kognitif adalah sub-taksonomi yang mengungkapkan
tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke
tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Aspek kognitif terdiri atas enam
tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut
yaitu:
a. Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu
mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya
fakta, rumus, terminologi strategi problem solving dan lain sebagianya.
b. Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman
dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan
pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
c. Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk
menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi
yang baru, serta memecahlcan berbagai masalah yang timbuldalam kehidupan
sehari-hari.
d. Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan
mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.
mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.
e. Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam
mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada
sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
f. Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang
mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai
suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.
Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang
diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat
rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat
analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat
kognitif diterapkan secara merata dan terus-menerus maka hasil pendidikan akan
lebih baik.
Tabel Kaitan antara kegiatan pembelajaran dengan domain tingkatan
aspek kognitif
No
|
Tingkatan
|
Deskripsi
|
1
|
Pengetahuan
|
Arti: Pengetahuan
terhadap fakta, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, teori,
prosedur,dll.
Contoh kegiatan
belajar:
·
Mengemukakan arti
·
Menentukan lokasi
·
Mendriskripsikan
sesuatu
·
Menceritakan apa yang
terjadi
·
Menguraikan apa yang
terjadi
|
2
|
Pemahaman
|
Arti:pengertian
terhadap hubungan antar-faktor, antar konsep, dan antar data hubungan sebab
akibat penarikan kesimpulan
Contoh kegiatan
belajar:
¨
Mengungkapakan gagasan dan pendapat dengan kata-kata sendiri
¨
Membedakan atau membandingkan
¨
Mengintepretasi data
¨ Mendriskripsikan
dengan kata-kata sendiri
¨
Menjelaskan gagasan pokok
¨
Menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri
|
3
|
Aplikasi
|
Arti: Menggunakan
pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam
kehidupan sehari-hari
Contoh kegiatan:
·
Menghitung kebutuhan
·
Melakukan percobaan
·
Membuat peta
·
Membuat model
·
Merancang strategi
|
4
|
Analisis
|
Artinya: menentukan
bagian-bagian dari suatu masalah, penyelesaian, atau gagasan dan menunjukkan
hubungan antar bagian tersebut
Contoh kegiatan belajar:
·
Mengidentifikasi
faktor penyebab
·
Merumuskan masalah
·
Mengajukan pertanyaan
untuk mencari informasi
·
Membuat grafik
·
Mengkaji ulang
|
5
|
Sintesis
|
Artinya:
menggabungkan berbagai informasi menjadi satu kesimpulan/konsepatau
meramu/merangkai berbagai gagasan menjadi suatu hal yang baru
Contoh kegiatan
belajar:
v Membuat
desain
v
Menemukan solusi masalah
v
Menciptakan produksi baru,dst.
|
6
|
Evaluasi
|
Arti:
mempertimbangkan dan menilai benar-salah, baik-buruk, bermanfaat-tidak
bermanfaat
Contoh kegiatan belajar:
Mempertahankan
pendapat
Membahas suatu kasus
Memilih solusi yang
lebih baik
Menulis laporan,dst.
|
Contoh
Kisi-Kisi Soal Penilaian Kognitif
Standar kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Indikator
|
Aspek
|
Jumlah Soal
|
|||||
C1
|
C2
|
C3
|
C4
|
C5
|
C
6
|
||||
1. Menggunakan pengukuran volume per waktu dalam
pemecahan masalah
|
1. Mengenal satuan
debit
2. Menjelaskan masalah
berkaitan dengan satuan debit
|
1. Mendefinisikan
satuan debit
2. Melakukan operasi
hitung yang melibatkan satuan debit
3. Menentukan rumus
satuan debit
4. Menganalisa hubungan
volume air dengan waktu
|
1
|
|
4
|
3
|
2
|
|
1
1
1
1
|
|
4
|
Lembar
Penilaian Kognitif
a.
Apa
yang dimaksud dengan debit?
b.
Brdasarkan
apa yang telah dipelajari, tentukanlah rumusan dari debit.
c.
Terdapat
sebuah selang yang mengalirkan air sebanyak 1500 cm3 dalam waktu 30 menit.
Apa arti dari pernyataan ini?
d.
Untuk
mengisi sebuah tempat minyak tanah berkapasitas 20 m3, dibutuhkan waktu 5
menit. Tentukan debitnya.
3. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Kognitif
Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang
diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat
rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat
analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat
kognitif diterapkan secara merata dan terus-menerus maka hasil pendidikan akan
lebih baik. Pengukuran hasil belajar ranah kognitif dilakukan dengan tes
tertulis.
Bentuk tes kognitif diantaranya; (1) tes atau pertanyaan lisan di kelas,
(2) pilihan ganda, (3) uraian obyektif, (4) uraian non obyektif atau uraian
bebas, (5) jawaban atau isian singkat, (6) menjodohkan, (7) portopolio dan (8)
performans.
Cakupan yang diukur dalam ranah Kognitif adalah:
a. Ingatan (C1) yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat. Ditandai
dengan kemampuan menyebutkan simbol, istilah, definisi, fakta, aturan, urutan,
metode.
b. Pemahaman (C2) yaitu kemampuan seseorang untuk memahami tentang sesuatu
hal. Ditandai dengan kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, memperkirakan,
menentukan, menginterprestasikan.
c. Penerapan (C3), yaitu kemampuan berpikir untuk menjaring & menerapkan
dengan tepat tentang teori, prinsip, simbol pada situasi baru/nyata. Ditandai
dengan kemampuan menghubungkan, memilih, mengorganisasikan, memindahkan,
menyusun, menggunakan, menerapkan, mengklasifikasikan, mengubah struktur.
d. Analisis (C4), Kemampuan berfikir secara logis dalam
meninjau suatu fakta/ objek menjadi lebih rinci. Ditandai dengan kemampuan
membandingkan, menganalisis, menemukan, mengalokasikan, membedakan,
mengkategorikan.
e. Sintesis (C5), Kemampuan berpikir untuk memadukan konsep-konsep
secara logis sehingga menjadi suatu pola yang baru. Ditandai dengan kemampuan
mensintesiskan, menyimpulkan, menghasilkan, mengembangkan, menghubungkan,
mengkhususkan.
f. Evaluasi (C6), Kemampuan berpikir untuk dapat memberikan pertimbangan
terhadap sustu situasi, sistem nilai, metoda, persoalan dan pemecahannya dengan
menggunakan tolak ukur tertentu sebagai patokan. Ditandai dengan kemampuan
menilai, menafsirkan, mempertimbangkan dan menentukan. Contohnya siswa dibina
kompetensinya menyangkut kemampuan melukis jaring-jaring kubus. Namun, untuk
dapat melukis jaring-jaring kubus setidaknya diperlukan pengetahuan (kognitif)
tentang bentuk-bentuk jaring kubus dan cara-cara melukis garis-garis tegak
lurus.
C. Afektif
1.
Tujuan penilaian afektif sebagai berikut:
a.
Untuk
mendapatkan umpan balik, baik bagi guru maupun siswa sebagai dasar untuk
memperbaiki proses belajar – mengajar dan mengadakan program perbaikkan bagi
siswa.
b.
Mengetahui
tingkat perubahan tingkah laku anak didik yang dicapai, antara lain di
perlakukan sebagai bahan untuk perbaikkan tingkah laku anak didik, pemberian
laporan kepada orang tua, san penentuan lulus tidaknya siswa.
c.
Menempatkan
anak didik dalam situasi belajar – mengajar yang tepat sesuai dengan tingkat
pencapaian dan kemampuan serta karakteristik siswa.
d.
Mengenal
latar belakang kegiatan belajar dan kelainan tingkah anak didik.
Dari tujuan ini menjadi sasaran
penilaian efektif adalah perilaku anak didik, bukan pengetahuannnya contoh :
siswa bukan dituntut untuk mengetahui sebab – sebab di bentuknya BPUPKI, tetapi
bagaimana sikapnya terhadap pembentukan BPUPKI tersebut.
Ranahaf ektif menjadi
lebih rinci lagi kedalam tiga jenjang, yaitu
a.
Receiving adalah
kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang
kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi.Contah hasil belajar afektif
jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan,
sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh
b.
Responding adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut
sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya.
Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh
hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggeli lebih dalam lagi,
ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
c.
Valuinga dalah menghargai
artinya mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan
atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan
membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang
lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden,
apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu.
Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi kedalam dua kategori, yakni pernyataan
positif dan pernyataan negatif.
Salah satu skala sikap yang sering
digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang
diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan
sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju.
2. Ciri-ciri Ranah Penilaian Afektif
Ada 5 tipe karakteristik afektif yang
penting berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan
moral.[11]
a.
Sikap
merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka
terhadap suatu objek, Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran,
tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap
sesuatu. Contohnya Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya
bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti
pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan
ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan
proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran
termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
b.
Minat
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
1)
mengetahui minat peserta didik sehingga mudah
untuk pengarahan dalam pembelajaran.
2)
mengetahui bakat dan minat peserta didik yang
sebenarnya.
3)
pertimbangan penjurusan dan pelayanan
individual peserta didik.
4)
menggambarkan keadaan langsung di
lapangan/kelas.
c.
Konsep Diri
Menurut Smith, konsep
diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan
yang dimiliki Penilaian konsep diri dapat
dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai
berikut:
1)
Pendidik mampu mengenal kelebihan dan
kekurangan peserta didik
2)
Memberikan
motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
3)
Melatih
kejujuran dan kemandirian peserta didik.
4)
Peserta
didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
d.
Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan
suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik
dan yang dianggapburuk. Selanjutnya dijelaskan
bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini
menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan.Oleh karenanya satuan pendidikan
harus membantup eserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan
bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi
positif terhadap masyarakat
e.
Moral
Ranah afektif lain yang penting adalah:
1) Kejujuran:
peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan
orang lain.
2) Integritas:
peserta didik harus mengikatkan diri pada kodenilai, misalnya moral dan artistik.
3) Adil: peserta didik
harus berpendapat bahwas emua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh
pendidikan.
4) Kebebasan:
peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang
bertanggungjawab secara maksimal kepada semua orang.
3. Contoh
Pengukuran Ranah Penilaian Afektif
Secara teknis
penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua halyaitu: a) laporan diri oleh siswa
yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim, b) pengamatan sistematis
oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan, Skala yang sering
digunakan dalam instrumen (alat) penilaian afektif adalah SkalaThurstone, Skala
Likert, dan Skala Beda Semantik.[12]
Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran
sejarah
|
7
|
6
|
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
Saya senang belajar sejarah
|
|
|
|
|
|
|
|
Pelajaran sejarah bermanfaat
|
|
|
|
|
|
|
|
Pelajaran sejarah membosankan
|
|
|
|
|
|
|
|
ContohSkala
Likert: Minat terhadap pelajaran sejarah
|
SS
|
S
|
TS
|
STS
|
Pelajaran sejarah bermanfaat
|
|
|
|
|
Pelajaran sejarah sulit
|
|
|
|
|
Tidak semua harus belajar
sejarah
|
|
|
|
|
Sekolah saya menyenangkan
|
|
|
|
|
Keterangan:
SS :Sangat setuju
S :Setuju
TS :Tidak setuju
STS :Sangat tidak setuju
Contoh Lembar Penilaian Diri Siswa
Minat Membaca
Nama Pembelajar:____________________________
No
|
Deskripsi
|
Ya/Tidak
|
1
|
Saya lebih suka
membaca dibandingkan dengan melakukan hal-hal lain
|
|
2
|
Banyak yang dapat
saya ambil hikmah dari buku yang saya baca
|
|
3
|
Saya lebih banyak
membaca untuk waktu luang saya
|
|
4
|
Dst…
|
|
D. Psikomotorik
Ranah psikomotorik
berupa keterampilan misalnya aktivitas fisik, misalnya lari, melompat,
melukis, menari, memukul, dansebagainya. Hasil belajar kognitif dan hasil
belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah
menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang
terkandung [13]
1.
Hasil Belajar Penilaian Psikomotorik
Penilaian
Psikomotorik dicirikan oleh adanya aktivitas fisik dan keterampilan
kinerja Siswa melaksanakan suatu tugas tertentu yang memerlukan
keterampilan, misla dalam praktik berpidato pada pembelajaran bahasa Indonesia,
Praktik Shalat dalam pelajaran agama, praktik olahraga dalam pendidikan jasmani,
praktik-praktik di laboratorium IPA, praktikmenjahit, memasak makanan dan menyajikan
hidangan dalam pelajran keterampilan ruamah tangga, dan lain. [14] sebagianya
Tahapan Ranah Psikomotor yaitu :
a.
Imitasi
(imitation)
Imitasi adalah
kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang
dilihat atau di perhatikan sebelumnya.contohnya menendang bola dengan gerakan
yang sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya.
b.
Manipulasi
(manipulation)
Manipulasi
adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihatnya
tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Misalnya seorang siswa
dapat melempar lembing hanya mengandalkan petunjuk dari guru.
c.
Presisi
(precision).
Presisis
adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan akurat sehingga mampu menghasilkan
produk kerja yang presisi. Misalnya melakukan tendangan pinalti sesuai dengan
yang di targetkan (masuk gawang lawan).
d.
Artikulasi
(articulation)
Artikulasi
yaitu kemampuan melakukan kegiatan kompleks dan ketepatan sehingga produk
kerjanya utuh. Misalnya melempar bola keteman sebagai umpan untuk ditendang
kearah gawang lawa.
e.
Naturalisasi
(naturalization).
Naturalisasi
yaitu kemampuan melakukan kegiatan secara refleks yaitu keiatan melibatkan fisik
saja sehingga efektivitas kerja tinggi. Misal secara refleks seseorang memegang
tangan seorang anak kecil yang sedang bermain dijalan raya ketika sebuah mobil melaju
dengan kecepatan tinggi hal ini terjadi agar terhindar dari kecelakaan tertabrak.[15]
2. Contoh
Pengukuran Ranah Penilaian Psikomotor
Penilaian
psikomotorik dapat di lakukan dengan menggunakan observasi atau pengamatan.
Observasi sebagai alat penilaian banyak di gunakan untuk mengukur tingkah laku individu
ata upun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi
yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengtukurataume
nilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta
didik ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik
dalam simulasi, dan penggunaan analisi ketika belajar.
E. Domain Hasil
Untuk
dapat melakukan evaluasi hasil belajar maka diadakan pengukuran terhadap hasil
belajar. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan sesuatu dengan alat ukurnya.
Dalam pendidikan, pengukuran hasil belajar dilakukan dengan mengadakan testing
untuk membandingkan kemampuan siswa yang diukur dengan tes sebagai ukurnya.
Hasil
belajar merupakan perubahan prilaku siswa akibat belajar. Perubahan itu
diupayakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan.
Perubahan perilaku individu akibat proses belajar tidaklah tunggal. Setiap
proses belajar memengaruhi perubahan perilaku pada domain tertentu pada diri
siswa, tergantung pada perubahan yang diinginkan terjadi dengan tujuan
pendidikan.
Dalam
pengembangan alat ukur hasil belajar perlu dipahami domain yang akan diukur
sebelum menyusun alat ukur. Pemahaman terhadap domain yang akan diukur
menentukan alat yang akan diukur menentukan apakah alat ukur yang dikembangkan
tepat sehingga pengukuran dan hasilnya juga tepat.
Kepribadian
manusia secara teoritik untuk kepentingan memahami perubahan perilaku manusia
dibagi menjadi tiga domain atau ranah kogniti, efektof, dans pikomotorik.
Setiap proses belajar memengaruhi perubahan perilaku. Tergantung pada tujuan
pendidikannya, perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berupa
domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Perubahan
dalam setiap domain tidaklah tunggal. Setiap domain terdiri dari beberapa
jenjang hasil belajar mulai dari paling rendah dan sederhana sampai yang paling
tinggi dan kompleks. Tingakatan disusun dalam sebuah taksonomi yang menerminkan
tingkat kompleksitas jenjang.
Untuk
itu tulisan ini membahas tentang tujuan pendidikan, hasil belajar, domain dan
taksiniminya agar dapat menjadi panduan dalam memahami domain dan taksonomi
tujuan pendidikan dan hasil belajar yang diukur dalam rangka menyususn alat
ukur yang tepat untuk mengumpulkan data hasil belajar.
Tujuan
pendidikan direncanakan untuk dapat dicapai dalam proses belajar mngajar. Hasil
belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses
belajar mengajar. Tujuan pendidikan bersifat ideal, sedangkan hasil belajar
bersifat actual. Hasil belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan
pendidikan, sehingga hasil belajar yang diukur sangat tergantung kepada tujuan
pendidikannya.
Hasil
belajar perlu dievaluasi. Evaluasi dimaksudkan sebagai cerminan untuk melihat
kembali apakah tujuan yang dietapkan telah tercapai dan apakah proses belajar
mengajar telah berlangsung efektif untuk memperoleh hasil belajar.
Belajar
dalam arti luas adalah semua persentuhan pribadi dengan lingkungan yang
menimbulkan perubahan perilaku. Pengajaran adalah usaha yang diberikan
kesempatan agar proses belajar terjadi dalam diri siswa. Oleh karena belajar
dapat terjadi ketika pribadi bersentuhan dengan lingkungan maka pembelajaran
terhadap siswa tidak hanya dilakukan di sekolah, sebab dunia adalah lingkungan
belajar yang memungkinkan perubahan perilaku.
Meskipun
pembelajaran dapat terjadi dilingkungan manapun namun satu-satunya pembelajaran
yang dilakukan secara sistematis dilakukan di sekolah. Satu-satunya perbedaan
Antara pembelajaran yang dilakukan di sekolah dengan lingkungan lainnya adalah
adanya tujuan pendidikan yang direncanakan untuk membuat perubahan perilaku.
Tujuan pendidikan di sekolah mengarahkan semua komponen seperti metode
mengajar, media, materi, alat evaluasi, dan sebaginya dipilih sesuai dengan
tujuan pendidikan. Hasil belajar termasuk komponen pendidikan yang harus
disesuaikan dengan tujuan pendidikan, karena hasil belajar diukur untuk
mengetahui ketercapaian tujuan pendidikan melalui proses belajar mengajar.
2.
Domain Hasil Belajar
Belajar
menimbulkan perubahan perilaku dan pembelajaran adalah usaha mengadakan
perubahan perilaku dengan mengusahakan terjadinya proses belajar dalam diri
siswa. Perubahan dalam kepribadian ditujukkan oleh adanya perubahan perilaku
akibat belajar.
Dalam
usaha memudahkan memahami dan mengukur perubahan perilaku maka perilaku
kejiwaan manusia dibagi menjadi tiga domain atau ranah: kognitif, efektif, dan
psikomotorik. Kalau belajaar menimbulkan perubahan perilaku, maka hasil belajar
merupakan hasil perubahan perilakunya. Oleh karena perubahan perilaku
menunjukkan perubahan perilaku kejiwaan dan perilaku kejiwaan dan kejiwaan
meliputi domain kognitif, afektof, dan psikomotorik. Selanjutnya untuk
kepentingan pengukuran perubahan perilaku akibat belajar akan mencangkup
pengukuran atas domain kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai hasil
belajarnya. Domain mana yang menjadi area untuk diukur sangat tergantung pada
tujuan pendidikannya.
Domain
hail belajar adalah perilaku-perilaku kejiwaan yang akan diubah dalam proses
pendidikan. Perilaku kejiwaan itu dibagi menjadi tiga domain: kognitif,
afektif, dan psokimotorik. Potensi perilaku untuk diubah, pengubahan perilaku
dan hasil perubahan perilaku dapat digambarkan sebagai berikut:
INPUT
|
PROSES
|
HASIL
|
Siswa
1. kognitif
2. afektif
3. psikomotorik
|
Proses belajar mengajar
|
Siswa:
1. kognitif
2. afektif
3. psikomotorik
|
Potensi perilaku yang dapat diubah
|
Usaha mengubah perilaku
|
Perilaku yang telah berubah:
1. efek pengajaran
2. efek pengiring
|
Setiap
siswa mempunyai potensi untuk dididik. Pontensi itu merupakan perilku yang
dapat diwujudkan menjadi kemampunan nyata. Potensi jiwa yang dapatn diubah
melalui pendidikan meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pendidikan atau pembelajaran adalah usaha mengbah potensi perilaku kejiwan agar
terwujud menjadi kemampuan. Hasil belajar adalah perwujudan kemamuan akibat
perubahan perilaku yang dilakukan oleh usaha pendidikan kemampuan menyangkut
domain kogniitf, afektif dan psikomotorik.
Hasil
belajar atau perubahan perilaku yang menimbulkan kemampuan dapat berupa hasil
utama pengajaran (instructional effect) maupun hasil sampingan pengiring
(nurturant effect). Hasil utama pengajaran adalah kemampuan hasil
belajar yang memang direncanakan untuk diwujudkan dalam kurikulum dan tujuan
pembelajaran. Sedangkan hasil pengiring adalah hasil belajar yang dicapai namun
tidak direncanakan untuk dicapai. Misalnya setelah mengikuti pelajaran siswa
menyukai pelajaran matematika yang semula tidak disukai karena siswa senang
dengan cara guru mengajar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Instrumen Penilaian
adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat
dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data
mengenai suatu variabel – variabel penelitian untuk kebutuhan penelitian untuk
menentukan suatu hasil.
2.
Menurut
Bloom ranah kognitif adalah segala upaya yang menyangkut aktivitas mental
(otak). Dan kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarki
yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi.
3.
Penilaian
efektif adalah perilaku anak didik, bukan pengetahuannnya contoh : siswa bukan
dituntut untuk mengetahui sebab – sebab di bentuknya BPUPKI, tetapi bagaimana
sikapnya terhadap pembentukan BPUPKI tersebut. Ranah ini ada 3 yaitu: Receiving Responding dan Valuinga.
4.
Ranah
psikomotorik berupa keterampilan misalnya aktivitas fisik, misalnya lari,
melompat, melukis, menari, memukul, dansebagainya. Hasil belajar kognitif
dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta
didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna
yang terkandung [16]
5.
Domain
hail belajar adalah perilaku-perilaku kejiwaan yang akan diubah dalam proses
pendidikan. Perilaku kejiwaan itu dibagi menjadi tiga domain: kognitif,
afektif, dan psokimotorik. Dan hasil belajar atau perubahan perilaku yang
menimbulkan kemampuan dapat berupa hasil utama pengajaran (instructional
effect) maupun hasil sampingan pengiring (nurturant effect).
[3] Uyu
Wahyudin, Evaluasi Pembelajaran
Sekolah Dasar, hlm 30
[4] Daryanto,
Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2008, hlm 103.
[5] Daryanto,
Evaluasi Pendidikan, hlm 106
[6] Daryanto,
Evaluasi Pendidikan, hlm 109
[7] Daryanto,
Evaluasi Pendidikan, hlm 110
[8] Daryanto,
Evaluasi Pendidikan, hlm 112
[9] Daryanto,
Evaluasi Pendidikan, hlm 113-114
[10] Daryanto,
Evaluasi Pendidikan, hlm 102
[11] Suharsimi
Arikunto.Dasar-
DasarEvaluasiPendidikanedisi 2,(Jakarta : bumiaksa, 2013 ) hlm 193
[12] Suharsimi
Arikunto.Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan
edisi 2,(Jakarta : bumiaksa, 2013 ) hlm 196
[13] Suharsimi
Arikunto.Dasar- DasarEvaluasi Pendidikan edisi
2, (Jakarta : bumiaksa, 2013 ) hlm 197
[14] Ismet Basuki
dan Hariyanto, Asesmen
Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm.
209-210
[15] Mimin Haryati, sistem penilaian berbasis kompetensi, (Jakarta:
GaungPersada Press, 2007), hlm. 27
[16] Suharsimi
Arikunto.Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan
edisi 2, (Jakarta : bumiaksa, 2013 ) hlm 197
Komentar
Posting Komentar