KONDISI MASYARAKAT MEKAH
(Sosial,
Perekonomian, Agama dan Kepercayaan)
Berbicara
mengenai bangsa Arab, bangsa Arab memiliki wilayah geografis yakni Laut Merah
yang membatasi daerah Arab bagian barat. Teluk Persia dan Laut Oman atau
sungai-sungai Dajlah (Tigris) dan Furrat (Euphraat) membatasi daerah Arab
sebelah Timur. Lautan Hindia dan sebelah utara oleh Sahara Tiih (lautan itu
berupa lautan pasir yang ada di antara Sungai Furrat dan negeri Syam) membatasi
daerah Arab bagian Selatan. Dengan adanya itu daerah Arab terkenal sebagai
pulau dan dinamakan Jaziratul-Arabiyah.[1]
Pada saat itu,
bangsa Arab pra Islam dikenal dengan yang namanya “Zaman Jahiliyah”. Jahiliyah disini bukan
berarti mereka bodoh dalam segi intelektualnya, tetapi mereka bodoh dari segi
keimanannya kepada Allah yang sudah diajarkan oleh Nabi Ibhrahim as. Berikut ada
beberapa aspek yang dapat menjelaskan kondisi masyarakat Makkah pada Zaman Jahiliyah.
Agama dan Kepercayaan
Masyarakat Arab
menganut agama/kepercayaan yang bermacam-macam. Pada awalnya masyarakat Makkah
adalah penganut agama Tauhid yang dibawah oleh Nabi Ibharim as. Kemudian
dilanjutkan oleh putranya Nabi Ismail as.[2]
Setelah nabi Ismail wafat, orang Arab mulai pindah menyembah selain Allah. Hal ini
berawal dari seorang pembesar suku Khuza’ah yakni Amir bin Lubai yang melakukan
perjalanan di Syam. Dilihatnya penduduk kota Syam sedang melakukan ibadah
dengan melakukan menyembah berhala. Kemudian dia tertarik untuk mempelajari dan
mempraktikanya di Makkah. Dia meletakkan berhala yang diberi nama Hubal di
Ka’bah. Berhala itu menjadi pimpinan berhala yang lain seperti Latta, Uzza, dan
Manna. Setiap kabilah mempunyai berhala sendiri, dan berhala-berhala tersebut
dipusatkan di Ka’bah dan jumlahnya mencapai 360 berhala.[3]
Kemudian penduduk Arab percaya bahwa menyembah berhala-berhala itu bukan
menyembah wujud berhala itu, tetapi hal tersebut dimaksud sebagai perantara
untuk menyembah Tuhan.[4]
Berikut adalah
tabel Agama/kepercayaan yang dianut masyarakat Arab pra Islam yakni:
Agama dan Kepercayaan
|
Penganut
|
Menyembah jin
|
Suku Bani Malih
|
Secara berurutan menyembah matahari,
bulan, Dabran (sebuah bintang dalam tanda zodiac taurus), Jupiter, Canopus,
bintang anjing, dan mercury.
|
Suku Humair, Kananah, Tamim, Lakham,
Tai, Qais, dan Asad
|
Menyembah berhala atau paganisme.
|
Kalangan masyarakat rendahan yang
mayoritas orang Arab
|
Agama Masehi
|
Penduduk Yaman, Najran dan Syam.
|
Agama Yahudi
|
Penduduk Yahudi imigran di Yaman dan
Yastrib
|
Agama Majusi
|
Orang-orang Persia.
|
Keadaan sosial
Masyarakat pada
zaman jahiliyah, memiliki karakter positif terutama keturunan Adnan, mereka berwatak
pemurah, ramah dan pemberani.[5]
Mereka selalu menepati janji dan jarang melanggar amanat. Mereka juga sangat
taat kepada kepercayaan dan sangat fasih berbicara. Ingatan mereka tajam,
sehingga dengan mudah mereka menghafalkan syair-syair. Namun berbalik dengan watak mereka, mereka
juga melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk seperti minum khamr sampai mabuk,
berjudi, berzina, merampok dan sebagainya.[6]
Dan pada waktu itu juga, kaum wanita mengalami kemerosotan yang luar biasa dan
sangat tragis. Wanita diibaratkan sebagai barang dagangan yang dapat diperjual
belikan, tidak memiliki hak pribadi maupun hak sosial termasuk hak untuk
mewaris.[7]
Mereka dianggap sebagai binatang peliharaan dan tidak memiliki kehormatan untuk
membela diri. Laki-laki memiliki kebebasan untuk menikah dan menceraikan
semaunya. Bahkan perbuatan yang sangat keji yaitu membunuh anak-anak perempuan
dengan menguburkan mereka secara hidup-hidup dan mereka juga memancung kepala
putri-putri mereka pada hari kelahirannya atau melemparkannya dari bukit tinggi
ke lembah dalam, atau sesekali membenamkan mereka ke dalam air. Yang pertama
kali melakukan praktik ini adalah anggota suku Bani Tamim.[8]
Mereka membunuh bayi-bayi perempuan dikarenakan mereka takut mendapat aib dan
mengalami kesengsaraan dikemudian hari ketika anak perempuan itu beranjak
dewasa.
Selain itu,
sistem perbudakan juga berlaku di masyarakat Arab. Para majikan memiliki kebebasan
memperlakukan budaknya dengan semena-mena, yakni bebas menyiksa,
memperjual-belikan bahkan membunuhnya.[9]
Perekonomian
Penduduk Arab
dikatakan nomadik dikarenakan mereka senang berpindah-pindah ke tempat mana
saja yang dapat digunakan untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan hewan
ternaknya.[10]
Oleh karena itu, memiliki mata pencaharian bermacam-macam yakni, dibidang
perdagangan, pertanian, dan peternakan dan perniagaan.[11]
Jazirah arab juga memiliki hasil bumi
yang berbeda-beda. Misalnya, di daerah Hijaz tepi-tepinya atau desa-desanya
menghasilkan hasil bumi berupa buah-buahan, seperti kurma, anggur dan
sebagainya. Oman menghasilkan tembaga, Hadhramaut menghasilkan kayu-kayuan yang
berbau harum. Al Hasan menghasilkan permata-mata yang berharga.[12]
Pertenakan juga adalah salah satu sumber kehidupan bagi Arab Badui. Bangsa Arab
Badui itulah yang memelihara binatang-binatang ternak, terutama unta.[13]
Di seluruh Jazirah Arab, hewan ternak
yang sangat berharga yaitu unta dikarenakan unta mempunyai banyak kegunaannya daripada
binatang yang lainnya, yaitu digunakan sebagai kendaraan serta untuk mata
pencarian sehari-hari. Di daerah Najd ada pula jenis binatang yang berharga di
seluruh dunia karena disukai oleh segenap bangsa, yakni kuda. Kuda Nadj sangat
termashur.
Selain Arab
Badui, sebagian masyarakat perkotaan yang menjadikan peternakan sebagai sumber
penghidupan. Ada yang menjadi pengembala ternaknya sendiri, dan ada yang
mengembala ternak milik orang lain. Seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
Saw, ketika beliau tinggal di suku Bani Sa’ad, beliau seorang pengembala
kambing. Begitu juga Umar bin Khattab, Ibnu Mas’ud dan lainnya.
Sedangkan yang
menggantungkan sumber kehidupan pada pertanian yakni masyarakat perkotaan,
seperti Thaif, Yaman, Nadj, Madinah, Khaibar atau yang lainnya karena memiliki
tanah subur. Selain pertanian, mayoritas mereka memilih perniagaan sebagai mata
pencaharian, khususnya penduduk Makkah.
Pemegang peranan
dalam perniagaan di Jazirah Arab yakni suku Quraisy. Kebiasaan orang-orang
Quraisy mengadakan perjalanan perdagangan ke daerah-daerah lain. Allah
mengabadikan perjalanan dagang mereka sebagai perjalanan dagang yang sangat
terkenal, yaitu perjalanan musim dingin menuju Yaman, dan sebaliknya perjalanan
dagang musim panas ke Saym. Allah berfirman.
Artinya: Karena kebiasaan orang-orang
Quraisy. (Yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah
memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka
dari ketakutan (QS. Quraisy (106):1-4).
Pada masa itu,
orang-orang Arab memiliki Pusat perdagangan yang terkenal seperti Ukazh,
Mijannah, dan Zul Majaz.[14]
Pusat perdagangan itu disamping dijadikan sebagai transaksi perdagangan juga
dijadikan sebagai pusat pertemuan para sastrawan, penyair dan orator yang saling
menguji kemampuannya masing-masing.
Dalam bidang
ekonomi, riba sudah menjadi tradisi dan lazim dipraktikkan di jazirah Arab.
Makkah pun ikut terpengaruh oleh sistem riba. Hal ini terjadi dikarenakan
terpengaruh oleh sistem perdagangan yang dilakukan oleh bangsa lain.[15]
Daftar Pustaka
Chalil, Moenawar. 2001. Kelengkapan
Tarikh Nabi Muhammad. Jakarta: GEMA INSANI.
Kementrian Agama Indonesia. 2014. Sejarah
Kebudayaan Islam Pendekatan Saintifik Kurikulum
K-13. Jakarta: Kementrian Agama.
Mufrodi, Ali. 1997. Islam di Kawasan
Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos.
Subhani, Ja’far. 2006. Sejarah Nabi
Muhammad Saw. Jakarta: Lentera.
[1] Moenawar Chalil, Kelengkapan
Tarikh Nabi Muhammad, (Jakarta: GEMA INSANI) hal. 13
[3] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2013) hal. 16
[4] Ali Mufrodi, Islam
di Kawasan Budaya Arab, (Jakarta: Logos,1997) hal. 9
[5] Ja’far Subhani, Sejarah
Nabi Muhammad, (Jakarta: Lentera,2006) hal. 11
[8] Ibid, hal. 22
[10] Moenawar Chalil,
Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammadsaw. 1, (Jakarta: GEMA INSANI, 2001) hal.
17
[11] Loc. cit.,
hal. 13
[14] Kementrian
Agama Indonesia, Sejarah Kebudayaan Islam Pendekatan Saintifik Kurikulum
K-13, (Jakarta: Kementrian Agama, 2014) hal. 14
[15] Loc. cit.,
hal. 14
Komentar
Posting Komentar