HIKMAH HUDUD DAN KHILAFAT


HIKMAH HUDUD DAN KHILAFAT


PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberian hukum dalam rangka hak Allah swt, ditetapkan demi kemaslahatan masyarakat dan terpeliharanya ketenteraman atau ketertiban umum.[1] Oleh karena itu hukuman itu didasarkan atas hak Allah SWT, maka tidak dapat digugurkan, baik oleh individu maupun oleh masyarakat.
Hadirnya Islam di tengah-tengah kehidupan manusia merupakan rahmat.Rahmat berarti anugrah karunia atau pemberian Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Manusia diharapkan mampu mengambil manfaat secara maksimal dengan kesadaran akan dirinya sendiri. Semua aturan yang ada dalam  Islam, baik yang berupa perintah, larangan, maupun anjuran adalah untuk manusia itu sendri. Manusia hendaknya menerima ketentuan-ketentuan hukum islam dengan hati yang lapang kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini di antara aturan Islam yang hendak di bahas meliputi zina, qazf, minuman keras, dan lain sebagainya.
Khilafah merupakan medium untuk menegakkan agama dan memajukan syariah. Dari pandangan yang demikian, muncullah suatu konsep yang menyatakan bahwa Islam meliputi di wa ad-daulah (agama dan negara).

1.2 Rumusan Masalah

1.       Apa pengertian hudud dan bagaimana hikmahnya?
2.       Apa pengertian Khilafat dan bagaimana hikmahnya?

1.3 Tujuan

1.       Untuk mengetahui pengertian hudud dan hikmahnya.
2.       Untuk mengetahui pengertian khilafah dan hikmahnya.


PEMBAHASAN

2.1    HUDUD

1.       Pengertian Hudud
Hudud adalah bentuk jamak dari kata had yang berarti pembatas antara dua hal.
احَدُّ فِى الأَصْلِ : الشَّيْءُالْحَاخِزُ بَيْنَ الشَّيْىءَيْنِ
Artinya: “Had makna asalnya adalah, sesuatu yang membatasi dua hal.”
Adapun secara bahasa, arti had adalah pencegahan. Berbagai hukuman perbuatan maksiat dinamakan had karena umumnya hukuman-hukuman tersebut dapat mencegah pelaku maksiat utuk kembali kepada kemaksiatan yang pernah ia lakukan. Hukuman had merupakan media penjera pelaku maksiat hingga ia tidak mau mengulangi kemaksiatannya.[2]
Sedangkan menurut istilah syar’i. Hudud adalah hukuman-hukuman tertentu yang telah ditetapkan allah sebagai sanksi hukum terhadap palaku tindak kejahatan selain pembunuhan dan penganiayaan. Tujuan inti dari hudud yaitu mewujudkan kemaslahatan manusia.[3]
Dalam istilah fikih berbagai tindak kejahatan yang diancam dengan hukuman had diistilahkan dengan jaraimul hudud, macam jaraimul hudud yang senantiasa dikupas dalam berbagai referensi adalah:
1.     Zina
2.     Qadhaf (penuduh zina)
3.     Meminum khamr
4.     Mencuri
Hukuman dalam had berbeda dengan hukuman dalam bentuk qisas, walaupun sebagian ada kesamaan jenisnya. Karena had merupakan hak allah swt, sedangkan qisas adalah hak manusia sebagai hamba allah swt. Had tidak bisa gugur jika pihak yang dirugikan memaafkan.
a.       Zina
1)                   Pengertian Zina
Secara bahasa zina adalah perbuatan dengan cara memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan yang mendatangkan syahwat, dalam persetubuhan yang haram, yang tidak terkait oleh hubungan pernikahan yang sah.
Maksud dari perempuan yang mendatangkan syahwat adalah orang yang berjenis kelamin perempuan baik yang dewasa (baligh) ataupun yang masih kecil. Dari pengertian ini bisa disimpulkan bahwa persetubuhan dengan hewan ataupun mayat tidak bisa dikategorikan zina. Pelaku tindak keji tersebut tidak terkena had. Walaupun demikian, hakim atau penguasa berhak men-ta’zir (menghukumnya dengan pertimbangan maslahat) hingga ia jera dan menyadari bahwa perbuatan menyetubuhi hewan ataupun mayat adalah tindakan haram dan harus dihindari.[4]
Adapun maksud dari perstubuhan yang haram mrnurut zat perbuatannya adalah hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri (hubungan seksual suami istri di luar pernikahan atau perkawinan yang sah).
Sedangkan maksud dari “bukan karena subhat”. Adalah perzinaan yang terjadi karena seorang laki-laki mengira bahwa wanita yang ia setubuhi adalah pasangan yang sah untuknya, seperti istrinya. Jika seorang laki-laki menyetubuhi seorang wanita yang ia kira adalah istrinya, maka had tidak dikenakan untuknya.
2)       Hikmah diharamkannya zina
Zina merupakan sumber berbagai tindak kemaksiatan. Diantara hikmah terpenting diharamkannya zina adalah:
·         Memelihara dan menjaga keturunan dengan baik. Karena anak hasil perzinaan pada umumnya kurang terpelihara dan terjaga
·         Menjaga harga diri dan kehormatan manusia
·         Menjaga ketertiban dan keteraturan rumah tangga
·         Memunculkan rasa kasih sayang terhadap anak yang dilahirkan dari pernikahan sah.
3)       Syarat hukuman bagi pezina
a.    Pelaku tidak gila atau sempurna akalnya.
b.    Pelaku tidak dalam keadaan mabuk.
c.    Adanya pengakuan dari pelaku.
d.    Adanya bukti berupa kehamilan.
e.    Kemaluan laki-laki benar-benar masuk kedalam kemaluan wanita sebagaimana masuknya batang celak ke dalam wadahnya atau tali timba ke dalam sumur.
f.   Adanya kesaksian dari 4 orang pria yang dikenal baik agamanya (adil).


b.       Qadzaf
1)       Pengertian Qadzaf
[5]Secara bahasa qadzaf yaitu melempar dengan batu atau yang semisalnya (ar-ramyu bil hijarah wa ghairiha). Adapun menurut isilah, qadaf adalah melempar tuduhan zina kepada seorang yang dikenal baik secara tarang-terangan.
2)       Hikmah Dilarangnya Qadzaf
Timbulnya efek negatif yang dimunculkan qadzaf adalah tercemarnya nama baik tertuduh, serta jatuhnya harga diri dn kehormatannya di mata masyarakat. Karenanya, islam mengharamkan qadzaf dan menatapkan had bagi pelakunya. Diantara hikmah terpenting penetapan had qadzaf adalah:
1.         Menjaga kehormatan diri seseoarang di mata masyarakat
2.         Agar seseorang tidak begitu mudah melakukan kebohongan dengan cara menuduh orang lain berbuat zina
3.         Agar si penuduh merasa jera dan sadar dari perbuatannya yang tidak terpuji
4.         Menjaga kehormonisan pergaulan antar sesama anggota masyarakat
5.         Mewujudkan keadilan dikalangan masyarakat berdasarkan hukum yang benar.
3)       Syarat hukuman bagi qadzaf
1. Yang menuduh berakal sehat dan telah baligh
2. Tuduhannya tidak terbukti
3. yang dituduh itu jelas dan keadaannya muhsan (orang yang berakal sehat, balik, merdeka,    beragama islam, dan suci dari perbuatan zina);
4. Yang menuduh itu bukan ayah atau ibu, kakek atau nenek dan seterusnya keatas;
5. Tuduhan itu objeknya zina;
6. Tuduhan itu dilakukan tanpa dibarengi syarat atau terkait dengan suatu lainnya
4)       Syarat Gugurnya Had Menuduh Zina ( Qazaf )
a.       Orang yang menuduh sanggup menghadirkankan empat orang selain yang menerangkan bahwa tertuduh itu  betul-betul berzina.
b.       Maaf dari orang yang dituduh melakukan zina
c.        Khamr
1)       Pengertian Khamr
Secara definisi bahasa khamr mempunyai arti penutup akal sedangkan menurut istilah syar’i khamr adalah segala jenis minuman atau sejenisnya yang memabukkan dan menghilangkan fungsi akal.
Berpijak dari definisi syar’i ini. Cakupan khamr tidak hanya terkait dengan minuman, akan tetapi segala sesuatu yang dikonsumsi baik makanan atau minuman yang memabukkan dan membuat mausia tidak sadar semisal ganja, heroin, obat bius dan lain sebagainya bisa disebut khamr.[6]
2)       Hikmah Diharamkannya Minuman Khamr
1.       Menjaga kesehatan jasmani dan rohani dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh pengaruh minum khamr seperti busung lapar, hilang ingatan, tau berbagai penyakit berbahaya lainnya.
2.       Masyarakat terhindar dari siksa kebencian dan permusuhan yang diakibatkan oleh pengaruh khamr. Sebagaimana maklum adanya, khamr selain mengakibatkan berbagai macam penyakit juga menjadikan mental pecandunya tidak stabil. Pecandu khamr akan mudah tersinggung dan salah paham hingga dirinya akan selalu diselimuti kebencian dan permusuhan.
3.       Menjaga hati agar tetap bersih, jernih, dan dekat kepada allah ta’ala. Karena khamr akan mengganggu kestabilan jasmani dan rohani. Hati pecandu khamr dari hari demi hari akan semakin jauh dari allah. Hatinya menjadi gelap.keras hingga iatk sungkan-sungkan melakukan pelanggar terhadap aturan syar’i
d.       Mencuri
1)       Pengertian Mencuri
Dalam pengertian umum mencuri berarti mengambil sesuatu barang secara sembunyi-sembunyi, baik yang melakukan itu anak kecil atau orang dewasa, baik yang dicuri itu sedikit atau banyak, dan barang yang dicuri itu di simpan ditempat yang wajar untuk menyimpan atau tidak.
Dengan pengertian diatas jelas bahwa mencuri yang diancam dengan syarat sebagai berikut :
1)         Pelaku pencurian adalah mukhallaf yaitu sudah baligh dan berakal
2)         Barang yang dicuri adalah milik orang lain
3)         Pencurian itu dilakukan dengan diam-diam atau secara sembunyi-sembunyi
4)         Barang yang dicuri tersimpan di tempat simpanannya
5)         Pelaku pencurin tidak mempunyai andil pemilikan terhadap barang yang dicuri. Jika pelaku mempunyai andil hak milik seperti anak mencuri harta ayahnya atau sebaliknya atau istri mengambil harta suaminya, maka had mencuri tidak dapat dijatuhkan.
2)       Hikmah Had Bagi Pencuri 
Adapun hikmah dari had mencuri antara lain sebagai berikut:
1)       Seseorang tidak mudah dengan begitu saja mengambil barang milik orang lain, karena berakibat buruk bagi dirinya. Sanksi moral bagi dirinya adalah rasa malu, sedangkan sanksi yang merupakan hak adam adalah had
2)       Seseorang akn memahami betapa hukum islam benar-benar melindungi hak milik seseorang, karunia allah terkait harta manusia bukan hanya dari sisi jumlahnya, lebih dari itu, saat harta tersebut telah dimiliki secara syah melalui jalur halal, maka ia akan mendapatkan jaminan perlindungan
3)       Menghindarkan manusia dari sikap malas. Mencuri selain merupakan cara singkat memiliki sesuatu secara tidak syah juga merupakan perbuatan tidak terpuji yang akan memunculkan sifat malas. Sifat ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai islam
4)       Membuat jera pencuri hingga dirinya terdorong untuk mencari rizki yang halal
3)       Syarat hukuman bagi pencuri
a.       Ia seorang yang mukallaf, berniat untuk mencuri, tidak terpaksa dalam mencuri, tidak didapati adanya hubungan antara pencuri dengan yang dicuri dan tidak ada syubhat dalam melakukan pencurian. Yang dimaksud dengan mukallaf adalah seorang yang baligh dan berakal.
b.       Tidak terpaksa, bukan seorang yang dipaksa oleh orang lain untuk melaksanakan pencurian, dengan ancaman yang membahayakan nyawanya.
c.        Tidak didapati adanya hubungan kekerabatan, di sini pengertiannya adalah harta yang dicuri bukan harta anaknya sendiri. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “ Kamu dan harta kamu adalah milik bapak kamu”, atau harta bapak atau orang tuanya sendiri (menurut pendapat mayoritas para ulama). Karena anaknya adalah bagian dari orang yang akan mewarisi hartanya dan ia masih bertanggung jawab untuk memberikan nafkah kepadanya, atau dari harta suaminya atau istrinya. Adapun hubungan keluarga/kekerabatan yang lainnya maka tidak ada pengaruhnya.
d.       Tidak ada syubhat dalam melakukan pencurian. Maksudnya adalah tidak dalam kondisi terpaksa dalam melakukannya, misalnya ia lapar, sangat membutuhkan harta, dan sebagainya. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,”Ini adalah syubhat yang kuat yang dapat memalingkan hukum had karena ia sangat membutuhkannya. Ini adalah (alasan) yang lebih kuat dibandingkan dengan syubhat yang disebutkan oleh banyak para ulama…)
Di antara syarat yang harus dipenuhi dalam kriteria pencurian hukuman potong tangan, yang berkaitan dengan barang yang dicuri antara lain:
a.       Pencurian dilakukan dari tempat /penyimpanan yang terjaga. Ibnu Mundzir rahimahullah berkata,”Mereka sepakat bahwa potong tangan diberlakukan kepada orang yang mencuri dari tempat penyimpanan.”Yang dimaksud tempat penyimpanan/yang terjaga di sini adalah tempat penunjang yang dapat menjaga harta yang dimaksudkan dengan aman; misalnya rumah yang terkunci, lemari, atau toko yang ditutup dan semisalnya.
b.       Harta yang dicuri adalah harta yang terhormat, punya pemiliknya atau wakilnya.
c.        Barang yang dicuri mencapai nishâbnya ketika diambil dari tempatnya.
d.       Terbuktinya pencurian oleh si pelaku. Baik dengan cara bukti dua orang saksi yang menyatakan bahwa pelakulah yang mengambil atau dengan cara pengakuan dari si pelaku. Dalam masalah saksi tidak diperbolehkan adanya saksi wanita, walaupun bersaksi terhadap dua orang wanita atau lebih dengan seorang laki laki. Karena dalam masalah hukum hudûd , saksi wanita tidak di gunakan.

2.2 KHILAFAT

1.       Pengertian Khilafat
Kata khilafah dalam grametika bahasa Arab merupakan bentuk kata benda verbal yang mensyaratkan adanya subjek atau pelaku yang aktif yang disebut khalifah. Kata khilafah dengan demikian menunjuk pada serangkaian tindakan yang dilakukan oleh seseorang, yaitu seseorang yang disebut khalifah. Oleh karena itu tidak akan ada suatu khilafah tanpa adanya seorang khalifah.[7] Sedangkan secara teknis, khilafah adalah lembaga pemerintahan Islam yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah. Khilafah merupakan medium untuk menegakkan agama dan memajukan syariah. Dari pandangan yang demikian, muncullah suatu konsep yang menyatakan bahwa Islam meliputi di wa ad-daulah (agama dan negara).[8]
2.       Hikmah Khilafah
Sulit dibayangkan apa yang terjadi bila tidak ada khilafah (pemerintahan). Segala aspek kehidupan pasti akan berjalan tanpa aturan, tidak ada hukum, percaturan politik dan ekonomi menjadi kacau, rasa tanggungjawab sulit diwujudkan. Dengan demikian maka kemaslahatan umum tidak akan dapat terpenuhi, keamanan agama, negara dan bangsa terancam dan segala macam kejahatan akan timbul. Pada akhirnya musnahlah manusia di muka bumi. Oleh sebab itu umat Islam berkewajiban mewujudkan khilafah dalam rangka menegakkan kalimat Allah SWT sehingga terhindar dari berbagai kerusakan di kolong jagad ini. Khilafah yang dibangun dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip yang Islami dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan kesejahteraan umat manusia sudah barang tentu akan sangat besar hikmahnya bahagia umat Islam itu sendiri.



[1] Agama, dan Zakat menurut Hukum Islam. Jakarta : Sinar Grafika.
[2] Ahmad Muslich Wardi,Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. (Jakarta : Sinar Grafika, 2004),hal.15
[3] Ibid,hal.17
[4] Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita. (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar,1998),hal.120
[5] Hasan Saleh,Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer.(Jakarta : Rajawali Pers, 2008).hal.205
[6] Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2000),hal.47
[7] Ade Shitu-Agbetola, “Theori of al- Khilafah in The Religion-Political Viev of Sayyid kutb, dalam Hamdar Islamicus: Quartely journal of Studies and Researchin Islam, Summer, 1991, h
[8] Muhammad al-Khudhari Bek, Itmaam al-Wafaa’fi Sirat al-Khulafaa’ (Beirut: Daar al Fikr,

Komentar