DINASTI BANI UMMAYYAH (Peradabannya : Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Macam Ilmu dan Tokonya, Serta Karyanya.)


DINASTI BANI UMMAYYAH
(Peradabannya : Perkembangan Ilmu Pengetahuan,
Macam Ilmu dan Tokonya, Serta Karyanya.)



Berakhirnya masa khulafau rasyidin, muncul kekuasaan baru yang bercorak Dinasti atau Kerajaan. Dinasti Umayyah merupakan kerajaan Islam petama setelah masa Khulafau rasyidin, kerajaan ini didirikan oleh Mu’awiyah bin Abu Sufyan, beliau lahir di Makkah sekitar April 602 M, atau sekitar 20 tahun sebelum hijrahnya Nabi ke Yastrib.[1] Mua’awiyah bin Abu Sufyan berasal dari keturunan Bani Umyyah dari suku Quraisy. Bani Umayyah sendiri diambil dari nama kakek Abu Sufyan, Umayyah bin Abd al-Syam. Dinasti Umayyah berkuasa kurang lebih 90 tahun, kisaran antara tahun (41-132 H/661-750 M). Pada masa Dinasti Umayyah telah berhasil mencapai kemajuan peradaban Islam yang luar biasa, tidak hanya meliputi ilmu pengetahuan agama saja, tetapi juga ilmu pengetahuan umum. Kota Kuffah, Makkah, Madinah, Mesir, Granada, Cordoba adalah kota yang menjadi pusat kajian ilmu pengetahuan, ditandai dengan munculnya ilmuan muslim di berbagai bidang, berikut ini mari kita simak perkembangan ilmu pengetahuan bidang apa saja yang muncul pada masa Dinasti Umayyah, dan siapa saja tokohs serta karyanya :
1.      Bidang Ilmu Hadis
Pada masa Rasulullah Saw, ada larangan menulis hadis selain al-Qur’an. Namun sebagian Sahabat ada yang menulisnya untuk keperluan sendiri, seperti abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, Ali bin Abi Thalib. Adapun jumlah hadis yang mereka tulis adalah Abu Hurairah (5374 hadis), ‘Aisyah (2210 hadis), Abdullah bin Umar (± 2210 hadis), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadis), Jabir bin Abdullah (±1500 hadis), Anas bin Malik (±2210 hadis). Penulisan hadis dikembangkan oleh muridnya Abu Hurairah yaitu Basyir bin Nahik dan Hammam bin Munabbib.[2]
Alasan yang mendorong Umar bin Abdul Aziz untuk melakukan  pembukuan hadis, yaitu Pertama, Beliau khawatir hilangnya hadis-hadis, karena banyaknya para ulama yang meninggal pada saat perang. Kedua, Beliau Khawatir hadis-hadis yang sahih tercampur dengan hadis-hadis yang palsu. Ketiga, kekusaan Islam yang luas pada saat itu, sementara kemampuan thabi’in antara satu dengan yang lainnya tidak sama, maka sangat memerlukan adanya upaya pembukuan ini.

2.      Ilmu Tafsir
Untuk memahami al-Qur’an para ahli telah melahirkan sebuah disiplin ilmu baru, yaitu ilmu Tafsir. Ilmu ini dikhususkan untuk mengetahui kandungan isi ayat-ayat al-Qur’an. Ketika Nabi masih hidup, penafsiran ayat-ayat tertentu telah dipersiapkan maknanya oleh Malaikat Jibril. Setelah Rasulullah wafat, para sahabat Nabi seperti Ali bin Abu Thalib, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab mulai menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an bersandar dari Rasulullah lewat pendengaran mereka ketika Rasulullah masih hidup. Mereka dianggap sebagai pendiri mazhab tafsir dalam Islam, dalam periode ini muncul beberapa madrasah untuk kajian ilmu Tafsir diantaranya adalah : 1. Madrasah Mekkah atau Madrasah Ibnu Abbas yang melahirkan mufassir terkenal seperti Mujahid bin Jubair, Said bin Jubair, Ikrimah Maula ibnu Abbas, Towus Al-Yamany dan ‘Atho’ bin Abi Robah. 2. Madrasah Madinah atau Madrasah Ubay bin Ka’ab, yang menghasilkan pakar tafsir seperti Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’ab AlQurodli. 3. Madrasah Iraq atau Madrasah Ibnu Mas’ud, diantara murid-muridnya yang terkenal adalah al-Qomah bin Qois, Hasan al-Basry dan Qotadah bin Di’amah As-Sadusy.[3]

3.      Ilmu Fiqih
Pada masa Bani Umayyah perkembangan pemikiran  Islam telah  melahirkan sebuah ilmu hukum yang disebut Fiqih. Pada masa itu terdapat dua ahli fiqih yang berbeda pendapat. Pertama, ahli fiqih Hijaz yang pemikirannya berpegang pada Atsar (ketetapan hukum yang pernah dilakukan sahabat) sebagai argumentasi hukum. Kedua, ahli fiqih Iraq yang cenderung kepada Ra’yu. Para ahli yang terkenal pada masa itu adalah : Syuriah bin al-Harits, al-Qamah bin Qais, Masuruq al-Ajda, dan al-Aswad bin Yazid.kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yakni Ibrahim An-Nakh’l dan Amir bin Syurabil as Sya’by, setelah itu di gantingan oleh Muhammad bin Abu Sulaiman yang merupakan Guru dari Abu Hanifah. Para Ulama ahli Fiqih tersebut dikenal karena telah berhasil dalam meletekkan dasar-dasar hukum Islam menurut kebijaksanaan perkembangan dalam menetapkan keputusan dengan berdasar Al-Qur’an/Sunnah dan dengan nalar/akal.

4.      Ilmu Tasawuf
Tasawuf adalah ilmu tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah SWT, tujuannya adalah menjauhkan diri dari keduniaan serta usaha membersihkan, memperdalam, mensucikan diri kepada Allah SWT.
Hasan Al-Basri adalah seorang ahli ilmu tasawuf, ia dilahirkan pada tahun 21 H/642 M di Madinah. Pada tahun 37 H, setelah perang Shiffin, ia pindah ke Basrah dan disanalah ia memulai kariernya sebagai seorang ulama yang sangat berpengaruh. Karena keuletan, kezuhudan, khauf, dan wara’ yang dimilikinya sangat tinggi, banyak ulama-ulama lain belajar kepadanya. Inti ajarannya ialah khauf wa raja’ yang intinya adalah senantiasa takut terhadap siksa Allah, sehingga setiap orang dapat menjaga sikap, perbuatan, dan ucapannya agar tidak bermaksiat kepada Allah SWT.[4] Selain Hasan Al-Basri, ada Sa’id bin Musayyab, dan Sufyan ats-Tsauri yang merupakan tokoh sufi terkenal pasa masa itu.

5.      Ilmu Bahasa dan Sastra
Pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, Bahasa Arab digunakan sebagai bahasa administrasi  negara, maka dibutuhkan suatu panduan kebahasaan yang dapat digunakan oleh semua golongan. Hal itu mendorong lahirnya seorang ahli bahasa  yang bernama Sibawaihi. Ia mengarang sebuah buku yang berjudul al-Kitab, yang berisikan pokok-pokok kaidah bahasa Arab.  Buku tersebut merupakan buku yangtermashur pada saat itu, bahkan hingga saat ini. Pada saat itu bidang Kesusteraanmengalami kemajuan. Hal itu ditandai dengan munculnya sastrawan-sastrawan berikut ini :1. Nu’man bin Basyir al-Anshari (w.65 H/680 M), 2. Qays bin Mulawwah (w.84 H/699 M), 3. Al-Akhthal (w.95 H/710 M), 4. Abul Aswad al-Duwali (w.69 H), 5. Al-Farazdaq (w.114 H/732 M), 6. Jarir (w.111 H /792 M)

6.      Ilmu sejarah dan geografi
Wilayah kekuasaan Bani Umayyah semakin luas setelah pasukan tentara spanyol dilmpuhkan, pada masa ini, ilmu pengetahuan dan kebudayaan mengalami peningkatan, salah satunya adalah ilmu sejarah dan geografi.[5] Ini merupakan ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Pada Masa Dinasti Bani Umayyah, Ubaid bin Syariyah Al-Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.[6] Di antara karyanya adalah kitab al-Muluk wal Akhbar al-Madhi ( buku catatan sejarah Raja-raja masa lalu). Sejarawan lainnya adalah Shuhara Abdi yang menulis buku Kitabul Amsal.

7.      Ilmu Kedokteran
Pada masa khaliah Walid, dia mendirikan sekolah kedokteran, ia melarang para penderita kusta meminta-minta dijalan bahkan khalifah menyediakan dana khusus bagi para penderita kusta.[7]Ilmu kedokteran pada masa itu belum berkembang dengan baik. Tetapi pada masa Khalifah Walid bin Abdul Malik, telah terjadi perkembangan cukup baik di bidang kedokteran.
Dalam rangka mengembangkan ilmu kedokteran, Khalifah meminta bantuan para dokter dari Persia. Di lembaga inilah, Harits bin Kildah dan Nazhar meraih ilmu kedokteran. Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah sangat tertarik pada ilmu kimia dan kedokteran. Melalui wewenang yang ada padanya, ia menyediakan sejumlah dana dan memerintahkan para sarjana Yunani yang ada di mesir untuk menerjemahkan buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa Arab. Inilah kegiatan penerjemahan pertama dalam sejarah islam.[8]

Daftar Pustaka
Sejarah Kebudayaan Islam Untuk Kelas VII MTs, (Jakarta : Kemenag RI, 2014)
Sejarah Kebudayaan Islam Untuk MTs Kelas VII, (Jakarta, PT. Gelora Aksara
Pratama(Penerbit Erlangga), 2015)
Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Jogjakarta :
Saufa,2014),
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2007), hlm. 60
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011),
Audah Ali, ALI BIN ABI THALIB, Sampai kepada Hasan dan Husain, cet. 1 (Jakarta: PT.
Pustaka Litera Antar Nusa, 2003),



[1]Audah Ali, ALI BIN ABI THALIB, Sampai kepada Hasan dan Husain, cet. 1(Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2003), hal. 300
[2]Sejarah Kebudayaan Islam Untuk Kelas VII MTs, (Jakarta : Kemenag RI, 2014), hlm.184

[3]Sejarah Kebudayaan Islam Untuk Kelas VII MTs, (Jakarta : Kemenag RI, 2014), hlm.185
[4]Sejarah Kebudayaan Islam Untuk MTs Kelas VII, (Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama(Penerbit Erlangga), 2015), hal. 63
[5]Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Jogjakarta: Saufa,2014), hal. 163
[6] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hal. 59
[7]Ibid, hal. 60
[8] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 137

Komentar