BIOGRAFI KHULAFAUR RASYIDIN


BIOGRAFI KHULAFAUR RASYIDIN

Pendahuluan
Rasulullah Saw tidak pernah berwasiat kepada siapapun tentang siapa yang akan menggantikan posisi beliau menjadi pemimpin umat islam setelah beliau wafat. Pada dasarnya Rasulullah sepenuhnya memberikan amanah kepada seluruh umat islam untuk memilih siapa yang berhak menggantikan posisi beliau. Sepeninggal Rasulullah saw beberapa tokoh muhajirin dan anshar berkumpul untuk mendiskusikan sosok pengganti Rasulullah Saw.[1] Kota Madinah dipilih menjadi tempat berunding para kaum muhajirin dan ashar dalam menentukan pemimpin pemerintahan. Proses musyawarah berjalan cukup genting, dimana kedua pihak masing-masing mempunyai hak untuk mengajukan diri menjadi pemimpin islam menggantikan Rasulullah.
Berakhirnya musyawarah penentu pengganti Rasulullah saw ditandai dengan peristiwa Saqifah, dimana Abu Bakar di bai’at sebagai pemimpin islam penenrus Rasulullah saw.

Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq
Beliau bernama Abdullah bin ustman bin amr ka’ab bin sa’ad bin tamim bin murrah bin ka’ab bin lu’aib bin ghalib al Quraisyi at-Taimi, putera dari Abu Quhafah akan tetapi terkenal dengan nama Abu Bakar As-Shiddiq. Julukan Ash-Shiddiq diberikan kepada Abu bakar sebab beliau mempercayai akan adanya peristiwa Isra’ Rasulullah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Lalu beliau mengabarkan kepada orang-orang bahwa telah terjadi peristiwa isra’ maka murtadlah sebagian orang yang tidak mempercayai rasulullah. Akan tetapi tidak demikian terjadi pada Abu Bakar, beliau percaya bahwa peristiwa itu terjadi dalam satu malam bahkan dalam hal yang lebih mustahil daripada itu senantiasa membuat beliau mempercayai dengan berita langit yang datang setiap pagi dan sore hari.[2]Nasabnya berkumpul dengan nasab Rasulullah saw dalam kakeknya yang ke-enam yaitu yang bernama Murrah ibn Ka’ab.Beliau dilahirkan selisih dua tahun dengan Rasulullah saw.
Ayah Abu Bakar bernama Utsman bin Amir bin Amr atau sering dijuluki Abu Quhafa. Ibunda Abu Bakar bernama  Salma binti Sakhr bin Amr julukannya adalah Ummul Khair. Beliau menikah dengan empat wanita diantaranyaQutaylah binti Abd al- Uzza, Asma’ binti Umais, Habibah binti Kharijah, Ummu Ruman binti Amir serta mempunyai enam orang anak diantaranya Abdurrahman bin Abi Bakar, Abdullah bin Abi Bakar, Muhammad bin Abi Bakar, Asma’ binti Abi Bakar, Aisyah Ummul Mukminin,Ummu Kultsum binti Abu Bakar.[3]
Keistimewaan yang dimiliki oleh beliau adalah sifat lemah lembut, baik dalam pergaulan, rendah hati dalam persaudaraan serta selalu mempunyai hati yang berkasih-kasihan dan kasih sayang.Terhadap kaum Quraisy pun beliau sangat dicintai sebab beliau sangat senang menolong orang yang lemah dan membantu yang fakir.[4]Dalam satu riwayat mengatakan bahwasannya kekayaan yang dimiliki oleh beliau sebesar 40.000 dirham akan tetapi setelah beliau masuk Islam kekayaannya habis hingga tersisa hanya 5.000 dirham saja. Hal ini beliau lakukan untuk menolong fakir miskin dan perjuangan Islam.[5]Abu Bakar As-Shiddiq sangat loyal dan aktif dalam membantu Rasulullah berdakwah. Keduanya sangat akrab, latar belakang persamaan profesi yakni sebagai seorang pedagang. Selain itu, usia beliau tidak terpaut jauh bisa dikatakan sebaya.
Abu bakar menjadi pemimpin Umat Islam selama 2 tahun.
Khalifah Umar Bin khattab
Gelar Al-Faruq diberikan kepadanya. Beliau adalah Umar bin Al-Khattab bin Abd al-‘Uzza bin rabbah bin Abdullah bin Qurth bin Razah.[6] Nama panggilan beliau adalah Abu Hafsh dan digelari Al-Faruq. Beliau dilahirkan sesudah Rasulullah saw dengan selisih usia tigabelas tahun.Ayahnya bernama Al-Khattab bin Nufail, ibundanya bernama Hantamah binti Hasyim bin al-Mughirah. Beliau memiliki beberapa istri diantaranya zainab binti mazh’un, Mulaikah binti jarwal, Quraibah binti Abi Umayyah, Ummu Hakim binti Al-Harits, Jamilah binti Ashim, Atikah binti Zaid, Ummu Kultsum. Beliau hanya menceraikan satu istrinya saja yang bernama Quraibah binti Abi Umayyah.[7]
Sosok yang pemberani, berwatak keras dan tidak mengenal gentar dialah Umar. Beliau adalah salah satu orang yang sangat memusuhi pada islam hingga kaum muslimin hijrah ke Habasyah. Akan tetapi, ketika beliau menyadari akan keteguhan kaum muslimin mempertahankan agamanya hingga mau meninggalkan negerinya serta engalami penderitaan disinilah Umar mulai menyadari dan masuk islam.
Beliau menjadi tiang kekuatan bagi orang-orang islam.[8]Seorang Umar bin Khattab yang memiliki karakter yang keras, kritis dan tegas. Akan tetapi dibalik watak beliau ternyata mempunyai sifat mulia. Beliau seketika itu menjadi orang yang mudah menangis ketika mendengarkan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang sedang dilantunkan.Perasaannya luluh  terlebih saat wafatnyaRasulullah Saw. Batinnya terasa tergoncang dan melarang siapapun orang yang mau memandikan jasad Rasulullah Saw.Beliau menganggap Rasulullah saw terpisah dengan ruhnya saja dan nanti pasti kembali.[9]
Akhir perjalanan hidupnya beliau meninggal sebab dibunuh oleh Abu Lu’luah ketika beliau sedang menunaikan sholat subuh di masjid. Beliau wafat pada 25 Dulhijjah 23 H hari Rabu.

Khalifah Utsman Bin Affan
Beliau adalah sosok yang mendermakan dan mewakafkan hartanya demi kepentingan Islam, juga seorang saudagar besar dan kaya raya beliau adalah Ustman bin Affan. Nama lengkapnya adalah Ustman bin Affan bin Abil ‘Ash bin Ummayyah bin Abdusy Syams bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab  bin Luwa’i Bin Ghalib bin Fihr.[10]Abdul Manaf adalah nama ayahnya, sedangkan ibundanya bernama Arwa binti Khuraiz. Ustman dilahirkan selisih lima tahun dengan Rasulullah saw. Kedua istrinya adalah putri Rasulullah saw, mereka adalah Ruqaiyyah dan Ummi Kultsum. Sebab itulah beliau dijuluki Dzan nurain yakni orang yang mempunyai dua cahaya.
Utsman bin Affan memiliki akhlak yang mulia serta dermawan dan terhormat. Sosok khalifah yang mau memberikan hartanya kepada orang lain dengan maksud agar mendorong mereka lebih mendahulukan sesuatu yang bersifat abadi daripada sesuatu yang bersifat sementara. Kisah utsman yang menafkahkan hartanya dapat dilihat ketika Rasulullah saw membentuk Jaisyul ‘Usrah (Bala Tentara saat Kesulitan)  sewaktu perang Tabuk. Beliau memberikan 950 ekor unta, 59 ekor kuda, dan 1000 dinar untuk kepentingan logistik para pasukan tentara islam.[11]

Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Memiliki nama lengkap Ali Bin Abu Thalib Bin Abdul Mutthalib. Lahir di makkah pada hari jum’at 13 rajab tahun 570 M selisih 32 tahun sesudah Rasulullah saw dilahirkan. Beliau adalah putera paman rasulullah saw.[12] Sejak kecil, beliau tinggal bersama Rasulullah saw se-rumah. Hal ini sengaja dilakukan rasulullah karena ingin membalas jasa pamannya yang telah mengasuh dan mendidik beliau pada masa muda. Ali bin abi thalib bisa dikatakan tidak pernah hidup dalam kejahiliyaan sebab rasulullah selalu menunjukkan kepada ali tentang suatu hal yang contohnya tidak boleh menyembah selain tuhan.[13] Beliau aktif menghadiri peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah saw kecuali perang tabuk. Ali adalalah anak muda yang pertama kali menyatakan dirinya masuk islam. Istri beliau adalah putri Rasulullah saw yakni Fatimah.
Ali dikenal sebagai pejuang dan pahlawan islam dalam setiap peperangan, yang beliau lakukan berduel dengan musuh dan menang, tidak pernah absen berada di barisan paling depan, beiau sangat mahir memainkan pedang yang tajam. Sejak kecil memang beliau sudah terdidik dengan budi pekerti islam, lidahnya amat fasih berbicara wawasan serta pandangan pengetahuannya tentang islam sangat luas dan mendasar.[14]
Beliau meninggal ketika usia 63 tahun serta menjabat sebagai khalifah selama 4 tahun. Beliau dimakamkan di kufah.

Daftar pustaka
Sadikin, Ali, Khalifah Utsman Bin Affan Membebaskan Khurasan, SYAMINA 2016.
Abdul Jabbar, Umar (penerjemah), Nurul Yaqin juz III, Surabaya: Awad Abdullah
Attamami.
Amin Thohari, Mohammad dkk, 2014,Sejarah Kebudayaan Islam pendekatan saintifik
kurikulum 2013, Jakarta: Kementrian Agama.
Ismail, Faisal. 2017,Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta: IRCiSoD.
Muhammad As-Shallabi, Ali, 2017, Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq, Jakarta: Ummul Qura’.
Syukur Al-Azizi,Abdul, 2014,Kitab Sejarah Peradaban Islam, Jogjakarta: Saufa.


[1] Abdul Syukur Al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam, (Jogjakarta: Saufa, 2014) hlm. 61
[2] Ali Muhammad As-Shallabi, Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq, (Jakarta: Ummul Qura’, 2017) hlm. 31
[3]Ibid, hlm. 34-39
[4] Umar Abdul Jabbar (Terj), Nurul Yaqin juz III, (Surabaya: Awad Abdullah Attamami), hlm. 7
[5] Mohammad Amin Thohari dkk, Sejarah Kebudayaan Islam pendekatan saintifik kurikulum 2013, (Jakarta: Kementrian Agama, 2014), hlm. 107
[6]Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader Of Umar Bin Khattab, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008), hlm. 15
[7]Ibid, hlm. 18
[8]Umar Abdul Jabbar (Terj), Nurul Yaqin juz III, (Surabaya: Awad Abdullah Attamami), hlm. 23-24
[9]Mohammad Amin Thohari dkk, Sejarah Kebudayaan Islam pendekatan saintifik kurikulum 2013, (Jakarta: Kementrian Agama, 2014), hlm. 109
[10]Ali sadikin, 2016, “Khalifah Utsman Bin Affan Membebaskan Khurasan”, SYAMINA, hlm. 2
[11]Faisal Ismail, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2017), hlm. 202
[12]Mohammad Amin Thohari dkk, Sejarah Kebudayaan Islam pendekatan saintifik kurikulum 2013, (Jakarta: Kementrian Agama, 2014), hlm. 110
[13]Umar Abdul Jabbar (Terj), Nurul Yaqin juz III, (Surabaya: Awad Abdullah Attamami), hlm. 51
[14]Faisal Ismail, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2017), hlm. 234

Komentar