Artikel_Islam Kejawen di Gunung Kawi


LAPORAN OBSERVASI
“ISLAM KEJAWEN DI GUNUNG KAWI”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah Study Agama-Agama
Dosen Pengampu : Muhammad Tulus, M.Pd.I










Oleh Kelompok :
Rofiatul Ilmi               (16110008)
Heppy Siscanty R.N   (16110043)
Ali Hasan Assidiqi      (16110048)
Mela Mariana              (16110063)
Anang Ismail               (16110068)
Bahrul Ilmi Ismawan (16110072)



KELAS B
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jl. Gajayana no. 50, Malang 65144 Telepon (0341) 551354
TAHUN 2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Gunung Kawi terletaak di kota Malang tepatnya di kecamatan Wonosari. Gunung Kawi tersebut terkenal dengan pesareannya di kalangan semua masyarakat yang sudah mendengar dan mengenalnya.Gunung Kawi  terletak di kabupaten Malang, berada di ketinggian 2860m dari permukaan laut. Gunung Kawi masih merupakan tempat kunjungan wisata religi favorit yang sampai saat ini masih banyak di kunjungi wisatawan dari berbagai daerah. Banyak orang yang menganggap, bahwa Gunung Kawi sangat berkaitan dengan hal-hal mistis terutama pesugihan. Di Gunung kawi juga tidak terlepas dari ritual-ritual kejawen. Ritual-ritual tersebut dilakukan pada Jumat legi, Senin pahing, Malam syuro, dan Tahun baru.
Biasanya para peziarah sangat ramai datang ke makam eyang jugo pada malam jumat legi dimana itu sebagai hari pemakaman Mbah Djoego dan tanggal 12 bulan suro dimana hari untuk memperingati wafatnya Mbah Djoego. Makam Mbah Djoego dan Mbah Imam Soedjono ini sudah sangat terkenal dari dulu bahkan wisata gunung kawi ini sudah mencapai asia tenggara ketenarannya.
Pesugihan Gunung Kawi sudah terkenal semenjak dulu konon barang siapa yang akan melakukan ritual dengan rasa kepasrahan dan pengharapan yang sangat tinggi maka akan terkabul permintaannya, terutama menyangkut masalah rezeki, mitos gunung kawi ini sudah diyakini banyak orang, terutama bagi mereka yang sudah merasakan “berkah” peziarah ke gunung kawi sehingga Gunung Kawi menjadi terkenal semenjak dulu.
1.2   Rumusan Masalah
Bagaimana  sejarah, asal usul, tokoh, tradisi, hari besar, pelaksanaan, symbol-simbol, alat-alat dalam islam kejawen di gunung kawi dan bagaiman hubungan masyarakat dengan agama lainnya ?
1.3  Tujuan
Penulis melaksanakan observasi ini dengan tujuan untuk mengetahui tentang Islam Kejawen di daerah Gunung Kawi Malang, seperti : Asal usul, sejarah, tokoh, tradisi, hari besar, pelaksanaannya dll.
1.4   Mamfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penulisan ini merupakan sumbangan pengetahuan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama untuk masyarakat tentang Islam Kejawen di Gunung Kawi
1.4.2        Manfaat Praktis
1.        Bagi pemerintah
Penulisan ini diharapkan dapat berguna sebagai salah satu bahan pertimbangan pemerintah dalam membangun kemajuan di berbagai daerah.
2.        Bagi peneliti selanjutnya
Penulisan ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan referensi bagi penulis selanjutnya yang akan melakukan penelitian atau observasi lebih lanjut mengenai Islam Kejawen di Gunung Kawi Malang.




















BAB II
DESKRIPSI PERJALANAN
2.1  Deskripsi  Perjalanan  Observasi  Gunung  Kawi
       Disela-sela kesibukan kegiatan sehari-hari di semester dua, kami mahasiswa/mahasiswi dari kelas B Jurusan Pendidikan Agama Islam tidak ada henti-hentinya berjuang ke sebuah tempat yang sangat jauh untuk menelusuri tentang Islam Kejawen di daerah Gunung Kawi Kota Malang. Hal tersebut kami lakukan, sebagai bentuk perjuangan dalam menimba ilmu terutama dalam mata kuliah study agama-agama yang dibimbing langsung oleh bapak Muhammad Tulus, M.Pd.I.
       Senin (27/03/2017), kami memulai observasi ke daerah tersebut. Sekitar jam 06.00 WIB kami berjanjian untuk bertemu di depan rektorat untuk melakukan observasi. Hal tersebut kami putuskan untuk observasi sesuai kesepakatan pada hari jumat sebelumnya. Namun tantangan mulai menghampiri kami, karena dengan kondisi yang masih dalam kesibukan, kami terpaksa mengundur sedikit waktu untuk observasi karena sulitnya meminta izin di jam kegiatan mahad walaupun kami mempunyai bukti tugas untuk melaksanakan observasi tersebut. Kurang lebih jam 07.30 WIB, kami pun berkumpul semua dengan menggunakan 3 sepeda motor untuk berangakat dari UIN Maliki Malang menuju Gunung Kawi. Walaupun sudah berkumpul,  kami masih merasa sedih karena salah satu anggota kelompok kami yang beranama Heppy tidak bisa melakukan obervasi dikarenakan dia sedang sakit, sehingga dengan penuh kesabaran dan perjuangan kamipun berangkat.
       Selama perjalanan kami disuguhkan dengan padatnya arus lalu lintas di kota malang yang membuat jalan kendaraan kami melaju dengan pelan. Sekitar satu jam perjalanan melewati kota malang, kami pun memasuki arah jalan Lkr Bar Kepanjen. Disinilah kami disuguhkan dengan pemandangan yang indah dan udara yang cukup dingin. Di sela-sela perjalanan, kami memilih berhenti sejenak untuk beristirahat sambil menikmati indahnya pemandangan dengan berbicara hingga berbagai canda gurau pun terjadi yakni di warung Barokah jalan Gunung Kawi Malang.
Gambar 1 dan 2. Suasana dan Tempat Istirahat Di Jalan Gunung Kawi Malang (Penulis)
       Setelah beberapa menit istirahat, kami melanjutkan perjalanan. Didalam perjalanan kamipun kembali disuguhkan dengan bermacam-macam jalan mulai dari naik turun hingga belokan yang sangat tajam. Jam 09.50, kami sampai di tempat observasi pertama yakni di Keraton Gunung Kawi Desa Wonosari. Setelah turun, kami memarkir motor di tempat parkiran sekitar. Setelah itu kami langsung menuju pos satpam untuk memberitahu maksud kedatangan kami ke Keraton Gunung Kawi.
Gambar 3 dan 4. Tempat Pos Satpam dan Bapak Satpam Gunung Kawi (Penulis)
       Tanpa ragu, kami pun langsung berbincang-bincang dengan penjaga di Keraton Gunung Kawi sambil menunggu juru kunci untuk kami melakukan wawancara. Sembari menunggu narasumber yang akan kami wawancara, kami meminta izin untuk memotret bangunan bangunan yang ada seperti: rumah ibadah umat muslim, hindu, budha, dan lingkungan sekitar. Namun sebelum kami bersama juru kunci, ada satu hal yang tidak boleh kami foto yakni makam dari pembabat keraton tersebut. Beberapa saat kemudian pengurus keraton datang dan kami diarahkan ke depan makam yang membabat daerah tersebut. Disini kami pun memperkenalkan diri dan memberitahukan maksud dari kedatangan kami. Setelah itu kami juga melakukan wawancara, untuk mendapatkan informasi tentang Islam Kejawen di daerah tersebut.
       Setelah selesai wawancara dari tempat keraton, kami berpamitan sambil meminta foto bersama sebagai bukti bahwa kami telah sampai di daerah tersebut. Menurut juru kunci keraton gunung kawi, untuk menggali lebih dalam tentang Islam Kejawen kami disuruh untuk menghampiri Perasehan Gunung Kawi. Ketika kami turun dari tangga, kami bertemu dengan dosen study agama UIN Maliki Malang yakni bapak Fanani, sehingga kami berfoto kembali sebagai bentuk kenangan dan juga bukti perjalanan kami hingga bertemu dengan beliau.
       Selesai berpamitan dan bertemu dengan bapak Fanani, kami melanjutkan perjalanan untuk menggali lebih dalam tentang Islam Kejawen ke daerah Pesarehan Gunung kawi yang letaknya tidak jauh dari keraton yakni sekitar 5  KM. Beberapa menit perjalanan kami pun bingung, karena sulitnya menemukan lokasi pesarean yang bagi kami tempat ini adalah tempat baru.
 
Gambar 5. Lokasi Penulis Bertanya Tentang Tempat Pasarehan Gunung Kawi (Penulis)
       Setelah bertanya kesana-kemari, kamipun mendapatkan informasi ke pesarean. Sesampainya di lokasi, kami langsung disambut oleh pemandu yang sekaligus sebagai narasumber untuk wawancara. Tanpa bertele-tele, kami menyampaikan maksud dari tujuan datang ke tempat tersebut. Setelah iu kami diarahkan menuju ke makam sebagai tokoh Islam di daerah tersebut. Ketika kami berjalan untuk memotret sekeliling  daerah tersebut, kami juga memberikan berbagai pertanyaan terkait dengan Islam Kejawen. Dari hasil wawancara, kami diberitahu tentang sejarah, tokoh-tokoh, tradisi atau adat yang ada disana dan juga tempat-tempat ibadah penduduk serta Islam Kejawen itu sendiri. Namun uniknya di tempat tersebut, yakni banyaknya pengunjung dari berbagai agama dan negara serta tidak boleh sembarangan mengambil gambar.
Gambar 6. Penulis Melakukan Wawancara Kepada Narasumber (Penulis)
       Setelah mendapatkan banyak informasi, kami berpamitan untuk pulang. Namun sebelum kami pulang, kami juga menghampiri salah satu toko yang menjual berbagai kebutuhan untuk ziarah seperti: kemenyan, kantong jimat, dupa, dan lain-lain. Karena terlalu asyik dengan pernak-pernik yang dijual sehingga kami jadi lupa waktu untuk segera berpamitan.
Gambar 7. Toko yang Penulis Datangi (Penulis)
       Setelah selesai dari toko dan shalat dhuhur berjamaah di masjid Imam Soedjono (Masjid Lama Pesarehan Gunung Kawi), tibalah kami pulang ke kampus UIN Maliki Malang. Dalam perjalanan ini, lelah dan senang semuanya kami dapatkan, namun bagi kami semua itu adalah proses mendapatkan ilmu sehingga semangat kami tetap ada dalam diri kami.
       Beberapa jam berlalu, akhirnya kamipun sampai di kampus tercinta kami yakni UIN Maliki Malang sekitar jam 02.17 WIB.  Sesampai di kampus, kamipun makan dan minum bersama sebagai bentuk istirahat dalam memulihkan kebutuhan tubuh kami sebgai makhluk biasa.



BAB III
HASIL WAWANCARA
3.1 Keraton Gunung Kawi
       Menurut juru kunci, orang yang pertama kali datang ke gunung Kawi adalah sepasang suami istri yang bernama Mbah Toenggoel Menik dan Mbah Toenggoel Wati bersama 6 pengikutnya yang berasal dari Mataram. Mereka pindah dari Mataram karena menghindari penjajahan dari bangsa Belanda. Memilih mbabat alas di gunung Kawi mungkin dikarenakan tempatnya masih sepi dan sunyi “menurut juru kunci”. Mbah Toenggoel Menik dan Mbah Toenggoel Wati wafat pada tahun 1115 dan dimakamkan di bawah/lereng gunung Kawi yang disebut Keraton Gunung Kawi. Dua pengikutnya yang bernama Mbah Imam Soedjono dan Mbah Djoego bertapanya berada di gunung Kawi kemudian lanjut ke tempat dimana Mbah Toenggoel Menik dan Mbah Toenggoel Wati dimakamkan. Namun mereka berdua dimakamkan dilain tempat yaitu di desa Wonosari kecamatan Wonosari kabupaten Malang. Tidak seperti pengikutnya yang lain yang dimakamkan di dekat pemimpinnya.
       Juru kunci sendiri setiap hari selalu datang ke makam. Beliau datangnya pada jam-jam tertentu, yaitu di pagi hari atau kadang-kadang di malam hari. Dan pada hari tertentu seperti hari selasa kliwon dan jum’at kliwon beliau melaksanakan ritual. Bentuk ritualnya adalah dengan membakar dupa, kemenyan, dan membawa sesaji. Yang diminta dalam ritualnya biasanya minta untuk diberikan kesehatan sekeluarga, dilancarkan usahanya. Tetapi biasanya juga meritualkan orang lain yang berada jauh dari gunung Kawi seperti, orang Banjarmasin yang bernama Sandi Setiono meminta diritualkan untuk bisa segera diterima kerja, karena orang yang berasal dari kota Malang tersebut sudah sering ditolak lamarannya. Akhirnya setelah datang ke gunung Kawi 15 hari kemudian Sandi diterima kerja di sebuah pabrik.
       Agama-aagama yang ada di sekitar Keraton gunung Kawi adalah Hindu, Khonghuchu, Budha, Kristen. Tempat peribadatan mereka juga ada di bawah/lereng gunung Kawi yaitu Hindu dengan puranya, Khonghuchu dengan klentengnya, dan Kristen dengan gerejanya yang semua itu berada dalam satu wilayah. Islam yang ada di gunung Kawi agamanya masih berantakan, tetapi kerukunan antar umat beragama disana masih tetap terjaga dan saling menghormati. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa yang membabat daerah utama di Gunung Kawi yaitu Mbah Toenggoel Menik dan Mbah Toenggoel Wati bersama 6 pengikutnya yang berasal dari Mataram. Bentuk ritualnya adalah dengan membakar dupa, kemenyan, dan membawa sesaji yang biasanya dilaksanakan seperti selasa kliwon dan jum’at kliwon oleh juru kunci di Keraton Gunung Kawi. Dalam bermasyarakat, Islam Kejawen di daerah Gunung Kawi sangatlah erat, walaupun agamanya bermacam-macam sehingga bisa dikatakan berantakan, namun masih dalam asas damai dan penuh toleransi antar umat beragama satu dengan yang lainnya.
Gambar 8. Tempat Dewi Kwang Im dan Peresmiannya di Keraton G. Kawi (Penulis)
 
Gambar. 9 Temapat Ibadah Orang Hindu, dan candi di dalam Keraton G. Kawi (Penulis)
 
Gambar 10. Temapat Ibadah Umat Islam (Musholla Al-Ma’arif) dan Pos Informasi dan Keamanan
Di Keraton Gunung Kawi (Penulis)
3.2  Pesarehan Gunung Kawi
3.2.1 Asal Usul Islam Kejawen di Gunung Kawi (Pesarehan)
Menurut hasil wawancara, Islam Kejawen adalah suatu agama yakni Islam, yang kemudian dipadukan dengan budaya jawa, sehingga orang-orang menyebutnya dengan Islam Kejawen. Awal sejarah nama Islam kejawen ini dimulai dari acara-acara Islam yang mengunakan adat-adat jawa contohnya: acara pemakaman, baju-baju yang digunakan, upacara-upacara dalam memperingati 2 tokoh Islam yakni Kyai Zakaria II atau dikenal Mbah Djoego dan Raden Mas Mas Imam Soedjono. Bukan hanya itu, dalam Islam kejawen pada hari-hari besar seperti jumat legi, senin pahing (peringatan wafatnya Kayi Zakaria II), senin pahing, Rabu Kliwon (wafatnya Raden Mas Imam Soebadjo), malam syuro (Tahlil Akbar) dan malam hari raya melakukan ritual-ritual seperti : duduk di j atas jam 12 malam di dekat pohon  dewanwaru, mandi di air sumber dan selametan.
3.2.2 Tokoh-Tokoh di Gunung Kawi  dalam Islam Kejawen
Gambar 11. Makam Kanjeng Kyai Zakaria II (Mbah Djoegono) dan Raden Mas Imam Soedjono
beserta Prasasti Wafatnya yang diabadikan dalam batu marmer di kedua sisi. (Penulis)

Dalam hal kepercayaan dan sejarah, bahwa Islam kejawen dikaitkan dengan 2 makam tokoh ulama yang merupakan waliAllah yang berada di Gunung Kawi. Beliau adalah  Kanjeng Kyai Zakaria II (Mbah Djoegono) dan Raden Mas Imam Soedjono.
Kanjeng Kyai Zakaria II (Mbah Djoegono) merupakan seorang ulama terkenal dari keraton Mataram Surakarta. Silsilah Kyai Zakaria II  terdapat di Surat keterangan yang dikeluarkan oleh pengangeng Kantor Tepas Darah Dalem Kraton Yogyakarta Hadiningrat nomor : 55/TD/1964 yang ditanda tangani oleh Kanjeng Tumenggung Danaoehadinigrat pada tanggal 23 Juni 1964. Dalam surat itu, bermula dari Kanjeng Susuhan Paku Buawana 1 (Pangeran Puger) yang memerintah Keraton Mataram tahun 1705-1719 yang berputera Bandoro Pangeran Haryo (BPH) Diponegoro. Pangeran ini mempunyai putera Kanjeng Zakaria 1 (Ulama besar Keraton Kartasura). Dan putera dari putera Kanjeng Zakaria 1 bernama Raden Mas Soeryokoesoemo atau Raden Mas Soeryodiatmodjo. Nama tersebut menjadi populer dengan sikapnya beliau yang menunjukkan bakat terhadap ilmu-ilmu agama, sehingga atas perkenaan Kanjeng Susuhan Paku Buawana V, nama Raden Mas Soeryokoesoemo digelari dengan nama ayahnya yakni Kyai Zakaria II.  Untuk lebih jelasnya, hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
 






Gambar 12. Silsilah Kanjeng Zakaria II / Mbah Djoego (Penulis)

Sedangkan silsilah dari Raden Mas Imam Soedjono terdapat dalam surat silsilah dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang dimiliki oleh Raden Asim Nitirejo yang merupakan cucu Raden Mas Imam Soedjono. Silsilah tersebut dimulai dari Sultan Hamengku Buwono I bertahta di Keraton Yogyakarta (1755-1792), mempunyai putera Bendoro Pangeran Aryo (BPA) Balitar. BPA mempunyai puteri yang bernama Raden Ayu Tumenggung (RAT) Notodipo yang menikah dengan Kanjeng  Raden Tumenggung (KRT) Notodipo yang mempunyai putera Raden Mas Imam Soedjono. Hal tersebut lebih jelas dengan gambar berikut :




 








Raden Mas Imam Soedjono
(Makam di G. Kawi)
 
 



Gambar 13. Silsilah dari Raden Mas Imam Soedjono (Penulis)

Selain diatas, tokoh tersebut merupakan pejuang sepanjang mati atau prajurit Pangeran terpercaya Diponegoro sehingga ketika panngeran Diponegoro ditangkap oleh Belanda di magelang maka Kanjeng Zakaria II dan Raden Mas Imam Soedjono mengasingakan diri ke beberapa wilayah hingga terakhir kali membabat dan bertempat tingga di gunung serta meyebarkan agama Islam di daerah tersebut dengan nama samaran yakni Mbah Djoego dan Mbah Imam Soedjono. Hal tersebut dilakukan agar Belanda tidak mengetahui temapat persembunyian tersebut. Makam yang berdekatan di Gunung Kawi itu disebabkan karena kedua tokoh tersebut saling berwasiat untuk dimakamkan di lereng gunung kawi tersebut dengan berdekatan walau wafatnya berbeda waktu. Karena adanya wasiat tersebut, maka para prajurit atau murid serta masyarakat tersebut melaksanakan wasiat tersebut, hingga dengan adanya tokoh tersebut maka dilaksanakalah berbagai upacara penghormatan.
Selain hal tersebut, salah satu yang unik dan jarang dilakukan terhadap makam yakni terdapatnya prasasti wafatnya Kanjeng Zakaria II dan Raden Mas Imam Soedjono yang ditulis di batu marmer yang berda di depan makam.
Gambar 14. Prasasti Wafatnya Kanjeng Kyai Zakaria II (Mbah Djoegono) dan Raden Mas Imam Soedjono di depan Makam dengan dua bahasa yakni: Bhasa Indonesia dan Bahasa Latin Jawa (Penulis)

3.2.3 Hari Besar Islam Kejawen dan Pelaksanaannya
Hari besarnya bulan Muharram 1 Syuro, kemudian hari besar ritual islam kejawen yaitu jumat legi, sening pahing (wafatnya Kayi Zakaria II), senin pahing, Rabu Kliwon (wafatnya Raden Mas Imam Soebadjo), malam syuro (Tahlil Akbar) dan malam hari raya. Pada hari raya islam kejawen ada tradisi pengarakan Patung buto dari terminal ke depan kowanir, kemudian patung tersebut dibakar dengan tujuan memusnahkan keserakahan pada diri seseorang.
3.2.4 Bentuk-Bentuk Ritual Islam Kejawen
1.        Bakar Dupa (Gunanya untuk mengusir roh jahat), dan Bakar Sesaji (Gunanya untuk minta sehat wal afiat sekeluarga)
2.        Ritual selamatan yang berupa ayam, kambing dll pada hari-hari tertentu.
3.        Adanya Bakar Patung Buko (Gunanya untuk memusnahkan keserakahan)
4.        Pada hari-hari seperti : Jumat legi, senin pahing (wafatnya Kayi Zakaria II), Rabu Kliwon (wafatnya Raden Mas Imam Soebadjo), malam syuro (Tahlil Akbar) dan malam hari raya melakukan ritual-ritual seperti : duduk diatas jam 12 malam di dekat pohon  dewanwaru, mandi di air sumber dan selametan.
5.        Bagi para peziarah dari agama apapun dibolehkan berdoa sesuai keyakinan masing-masing, dengan cara membawa atau membeli 2 tas berwarna merah dan kuning yang kemudian diisi dengan bunga. Lambah merah ditujukan agar hal-hal kejahatan itu hilang, dan untuk kuning agar rezeki lancar, dan umur panjang. Bukan hanya itu, pada hari-hari tertentu atau perayaan dari Islam Kejawen sendiri boleh membawa atau membeli nasi kuning dengan bermacam lauk pauk yang ditujukan sebagai rasa syukur kepada tuhan yang maha esa melalui 2 tokoh tersebut. Saat ini peziarah dari bermacam negara seperti: singapura, Malaysia, Amika, Tahilan dll dari berbagai kepercayaan datang untuk berdoa di dekat makam. Oleh karena itu Gunung Kawi sangatlah terkenal di berbagai negara.
6.        Pada hari besar seperti hari Tahlil Akbar, pada paginya juga ada tradisi dalam bentuk jalan bersama dengan berbagai arakan yang membawa, peti putih berisi kitab peninggalan R.M Imam Soedjono, Sepasang Kembang selamatan dll.
Gambar 15. Dupa, Keminyan, Ketubar dll di Toko Gunung Kawi (Penulis)

Gambar 16. Tempat Bunga Ziarah (Bunga mengusir kejahatan, dan Kuning Memperlancar Rezeki dan Umum Panjang/Meminta Kebaikan) (Penulis)

3.2.5 Peninggalan Kuno di Gunung Kawi
1.    Rumah Padepokan Raden Mas Imam Soedjono
Rumah Padepokan Raden Mas Imam Soedjono diwariskan kepada Ki Maridun yang berasal dari Pekalongan. Namun saat ini, Padepokan tersebut diwariskan kepada cucunya bernama sukarno. Padepokan terrsebut memiliki gaya arsitektur yang berciri khas rumah joglo/tanjung mentaram.

2.        Tempat dua buah Guci Kuno peninggalan Kyai Zakaria II
Dua buah Guci kuno meruapakan peninggalan Kyai Zakaria II/ Mbah Djoego yang semula tersimpan di padepokan Sanan Jugo. Namun Raden Mas Imam Soedjono diboyong dua untuk dibawak ke gunung kawi. Guci ini dulu sebagai obat orang sakit, sehingga samapai sekarang masih terjaga di dekat makam dengan sebutan air Janjam.
3.        Pemandian Sumber Manggis dan Sumber Urip
Pemandian sumber manggis dan urip, berada jauh di daerah hutan. Tempat ini dulu digunakan sebagai mandi dari keluarga dan kebutuhan sehari-hari. Samapi saat ini sumber air ini masih digunakan terutama tempat beredam ketika hari-hari perayaan tertentu.
4.        Pohon Dewa / Shing Tao
Pohon dewa merupakann sejenis pohon yang ditanam oleh mas imam soedjono yang sampai saat ini dipercaya sebagai pohon dewa, atau orang thiogkhoa menyebutnya Shing Tao. Pohon ini diaggap sebagai berkah, apabila buahnya jatuh kepada seseorang sehingga peziarah dan siapapun dilarang memetik atau menyentuh termasuk mengambil gambar kecuali ada izin keamanan.
Gambar 17. Pohon Dewa atau Shin Tao (Penulis)
5.        Masjid Agung Imam Soedjono
Masjid Agung Imam Soedjono, meruapakan masjdi yang dibangun ketika musholla yang berada dekat makam penuh dengan para peziarah. Masjid ini dibangun sesuai arsitek masjid modern saat ini, dan diresmikan penggunaanya pada tanggal 4 Februari 1985 oleh Bupati Tingkat II Malang.
Gambar 18. Masjid Agung Imam Soedjono (Penulis)
6.        Tempat Peribadatan Dewi Kwan IM dan Ciamsi
Tempat peribadatan ini sebenarnya khusus disediakan untuk menampung pengunjung yang beraga Budha atau Tri Darma dalam menjalankan ibadahnya. Namun dilain tempat juga ada Ciamsi yang mengundang perhatian orang karena biasanya digunakan sebagai tempat peruntungan nasib atau bisa disebut ilmu perhitungan perbintangan.
 
G
G
G

Gambar 19. Tempat Peribadatan Dewi Kwan IM dan CIAMSI (Penulis)
3.2.6 Hubungan Antara Agama dan NKRI dalam Islam Kejawen
Dalam agama Islam kejawen perbedaan antar beragama ,berjalan dengan tentram. Hal tersebut terbukti dengan adanya tempat ibadah beberapa agama lainnya di daerah sekitar sarasehan Gunung Kawi seperti : Hindu dengan puranya, Khonghuchu dengan klentengnya, Budha, dan Kristen dengan gerejanya di daerah setempat. Meskipun mereka beebeda agama tetapi mereka saling menghormati dan saling menjaga kerukunan antar umat beragama.Hal ini dapat kita lihat dari adanya pembolehan agama apapun untuk minta berkah ke tempat islam kejawen. Hal tersebut dilakukan, karena selain konsep NKRI, juga karena konsep dari inti agama yang harus saling meghormati dan menghargai perbedaan pendapat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa toleransi dalam agama untuk NKRI bagi masyarakat Gunung Kawi atau Islam Kejawen sendiri perlu ditingkatkan dan jangan saling bermusuhan dalam keadaan apapun.
 
Gambar 20. Peribadatan Dewi Kwang IM (Budha) di Pesarehan Gunung Kawi (Penulis)

Gambar 21. Masjid Imam Soedjono (Agama Islam) di Pesarehan Gunung Kawi (Penulis)






BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Islam Kejawen (Teori  atau kepercayaan dan Kenyataan)
Mendengar kata Islam Kejawen di daerah Gununng Kawi adalah suatu hal yang sudah terpopuler di Indonesia terutama di daerah Malang. Islam Kejawen sendiri menurut beberpa istilah adalah kepercayyaan agama Islam yang dikaitkan dengan budaya atau kepercayyan Jawa. Secara etimologi “Kejawen” berasal dari kata Jawa yang memiliki arti segala sesuatu yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa. Kejawen dalam opini umum berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap serta felosofi orang-orang Jawa. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa islam kejawen berisi tentang ajaran Islam yang berhubungan dengan kepercayaan orang-orang Jawa.
Jika kita kaitkan terori pengertian tersebut dengan apa yang terjadi, maka hal tersebut benar, karena menurut juru kunci yang penulis wawancara bahwa Islam Kejawen adalah Islam juga, namun masih berkaitan dengan adat/tradisi dari jawa sendiri, sehingga tejadilah perbaduan antara keduanya yakni Agama Islam dan adat atau kebiasaan dari orang-orang Jawa.
Bukan hanya hal diatas, hubungan kebenaran antara teori yang ada dengan kenyataan di Gunung Kawi tentang Isla kejawen juga dapat kita lihat dari makam Tokoh yang berada di Gunung Kawi, Ritual-Ritual yang berhubungan dengan peninggalan dan hubungan antar agama.
Dari berbagai sudut pandang masyarakat di berbgai kota tentang Islam Kejawen di Gunung Kawi dikenal dengan tempat yang mistis bahkan ada yang bilang adalah pesugihan. Jika kita kaitkan hal tersebut dengan keadaan disana yang kemudian disampaikan oleh juru kunci, maka tentang tempat mistis itu hanya anggapan dari masyarakat saja, karena pada dasarnya tempat disana baik di keraton ataupun di sarasehan sendiri, itu semacam tempat makam biasa, namun tempat disana dikenal seperti itu karena makam yang berada di temapat tersebut, adalah satu waliAllah dan meruapakan tokoh pejuang di Indonesia pada zaman penjajahan belanda.
Tokoh tersebut adalah Kanjeng Kyai Zakaria II (Mbah Djoegono) dan Raden Mas Imam Soedjono (untuk kawasan di Pesarehan Gunung Kawi) dan Mbah Toenggoel Menik dan Mbah Toenggoel Wati (untuk  kawasan di Keraton Gunung Kawi). Namun hal yang perlu kita ketahui, bahwa menurut catatan sejarah yang dikemukakan oleh juru kunci, tokoh-tokoh tersebut saling berkaitan, dimana untuk makam yang berada di Keraton Gunung Kawi (Mbah Toenggoel Menik dan Mbah Toenggoel Wati) merupakan guru dari makam yang berada di Pesarehan Gunung Kawi (Kanjeng Kyai Zakaria II (Mbah Djoegono) dan Raden Mas Imam Soedjono). Tokoh-tokoh pembabat tanah di lereng gunung kawi tersebut, berasal dari Mataram yang sangat erat kaitanya dengan Kerajaan Mataram, sehingga setiap 1x dalam setahun yakni pada bulan Suro atau muharram saat diadakan “Tahlil Akbar” terhadap memperingati tokoh-tokoh tersebut, seluruh keratin yang berkaitan dengan Kerajaan Mataram yakni Keraton Jogyakarta dan Keraton Surakarta ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Sedangkan anggapan pesugihan itu sebenarnya hanyalah menurut masing-masing orang. Hal tersebut dismapaikan oleh juru kunci, karean dengan banyaknya para peziarah dari berbagai penjuru kota dan negara, tentu tentang disetiap doa dan keyakinan mereka berbeda-beda, mulai dari ziarah biasa, ziarah menghormati, mendoakan dan ziarah untuk meminta sesuatu. Selain hal diatas, penulis juga mencatat awal dimana menurut juru kunci yang mengatakan bahwa tempat Gunung Kawi adalah tempat pesugihan, itu berawal dari banyaknya para ziarah yang berjanji dengan meminta doa untuk cepat kaya atau meminta kekayaan. Dengan permintaan tersebut terkabul, maka banyak orang menganggap bahwa setiap orang yang meminta kesugihan di Gunung Kawi pasti terkabulkan dengan syarat janjinya harus ditepati.
Selain tentang makam, juga terdapat hal-hal menarik lainya yang semua ini sudah pepuler terdengar yakni terdapatnya pohon sejenis cermi yang ditanam oleh Kyai Zakari II dengan sebutan pohon Dewa Ndaru atau crème londo (Indonesia) dan orang thiongkhoa menyebutnya pohon “Shian Tao/Pohon Dewa” karena dalam legenda Cina bahwa pohon tersebut langka dan hanya ditanam oleh para Dewa dan Kaisar. Dari hal tersebut, muncul beberapa anggapan kepercayaan  dari para pengunjung yang menyatakan bahwa setiap orang yang kejatuhan buah “Shian Tao “ diareal Pesarehan Gunung Kawi dipercaya akan mendapat kesuksesan dan kebahagian, sehingga buah tersebut diabawa pulang dan dijadikan jimat. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan bahwa tentang gunung kawi adalah tempat mistik dan pesugihan itu hanyalah anggapan yang muncul karena banyaknya pendapat-pendapat dari kepercyaan serta kejadian yang selalu berhubungan dengan tempat Gunung Kawi.
Jika kita melihat dari segi tradisi atau ritualnya, tentu jika menurut teori dan kejadian nyata tempat tersebut bahwa memang Islam Kejawen disetiap ritualnya tidak lupa dengan Islam dan juga kepercayaan orang-orang Jawa. Hal tersebut terbukti dengan beberapa contoh ritual yang sampai saat ini masih dilaksanakan di Gunung Kawi seperti :
1.        Bakar Dupa (Gunanya untuk mengusir roh jahat), dan Bakar Sesaji (Gunanya untuk minta sehat wal afiat sekeluarga)
2.        Ritual selamatan yang berupa ayam, kambing dll pada hari-hari tertentu.
3.        Adanya Bakar Patung Buko (Gunanya untuk memusnahkan keserakahan)
4.        Pada hari-hari seperti : Jumat legi, senin pahing (wafatnya Kayi Zakaria II), Rabu Kliwon (wafatnya Raden Mas Imam Soebadjo), malam syuro (Tahlil Akbar) dan malam hari raya melakukan ritual-ritual seperti : duduk diatas jam 12 malam di dekat pohon  dewanwaru, mandi di air sumber dan selametan.
5.        Bagi para peziarah dari agama apapun dibolehkan berdoa sesuai keyakinan masing-masing, dengan cara membawa atau membeli 2 tas berwarna merah dan kuning yang kemudian diisi dengan bunga. Lambah merah ditujukan agar hal-hal kejahatan itu hilang, dan untuk kuning agar rezeki lancar, dan umur panjang. Bukan hanya itu, pada hari-hari tertentu atau perayaan dari Islam Kejawen sendiri boleh membawa atau membeli nasi kuning dengan bermacam lauk pauk yang ditujukan sebagai rasa syukur kepada tuhan yang maha esa melalui 2 tokoh tersebut. Saat ini peziarah dari bermacam negara seperti: singapura, Malaysia, Amika, Tahilan dll dari berbagai kepercayaan datang untuk berdoa di dekat makam. Oleh karena itu Gunung Kawi sangatlah terkenal di berbagai negara.
6.        Pada hari besar seperti hari Tahlil Akbar, pada paginya juga ada tradisi dalam bentuk jalan bersama dengan berbagai arakan yang membawa, peti putih berisi kitab peninggalan R.M Imam Soedjono, Sepasang Kembang selamatan dll.

BAB V
PENUTUP
5.1  Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Islam kejawen adalah Islam yang masih berpadu erat dengan kepercayaan orang jawa. Tempat sejarah dari Islam Kejawen sendiri tidak lepas dari tokoh-tokoh pembabat di daerah Gunung Kawi yaitu : Kanjeng Kyai Zakaria II (Mbah Djoegono) dan Raden Mas Imam Soedjono (untuk kawasan di Parasehan Gunung Kawi) dan Mbah Toenggoel Menik dan Mbah Toenggoel Wati (untuk  kawasan di Keraton Gunung Kawi). Tokoh-tokoh tersebut, sebenarnya satu kesatuan pejuang dan wali yakni pada masa penjajahan belanda yang berasal dari Mataram.
Ritual-ritual yang masih dilaksanakan yang berhubungan erat dengan Islam Kejawen seperti: Bakar dupa, Bakar sesaji, Ritual selamatan, Arakan dan bakar patung buko, perayaan-perayaan hari tertentu (sening pahing, rabu kliwon, malam hari raya dan tradisi kepercyaan bagi para peziarah).
Sedangkan peninggalan-peninggalan yang masih sampai sekarang ada seperti: Pohon dewa atau dikenal pohon Shin Tao, Dua buah guci kuno, pemandian sumber manggis dan urip, tempat ibadah orang Islam dan non Islam. Oleh karena itu, dengan adanya berbagai tempat ibadah tersebut membuat kerukuran dan toleransi umat beragama di daerah Gunung Kawi sangatlah baik, dan dalam konsep NKRI tertama tentang toleransi harus dijadikan landasan agar Indonesia maju kedepannya.

Komentar

  1. Do this hack to drop 2 lbs of fat in 8 hours

    Over 160 thousand men and women are utilizing a simple and secret "liquid hack" to drop 2 lbs every night in their sleep.

    It's proven and works with everybody.

    Here's how you can do it yourself:

    1) Grab a clear glass and fill it with water half the way

    2) Proceed to use this proven HACK

    you'll become 2 lbs thinner the next day!

    BalasHapus

Posting Komentar