Artikel Akhlak Tercela (Riya' dan Nifaq)



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Kedudukan Akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik, maka sejahteralah lahir dan batinnya, apabila akhlaknya rusak maka rusaklah lahir batinnya.
Kejayaan seseorang terletak pada akhlaknya yang baik, akhlak yang baik selalu membuat seseorang menjadi aman, tenang dan tidak adanya perbuatan yang tercela. Seseorang yang berakhlak mulia adalah ia yang mau menjalankan kewajiban-kewajibannya terhadap dirinya sendiri maupun kepada Allah.
Manusia terdiri dari unsur jasmaniah dan rohaniah, didalam kehidupannya ada masalah material (lahiriah), spiritual (batiniah), dan akhlak. Apabila seseorang tidak mempunyai rohani maka orang itu mati dan sebaliknya apabila seseorang tidak mempunyai jasmani maka tidak dapat disebut sebagai manusia. Sejalan dengan kehidupan tersebut problema yang bersifat material tidak tetap. Contohnya keinginan manusia terhadap sesuatu yang bersifat material, tidak pernah ada puasnya. Jika sudah mendapatkan sesuatu, ia ingin mendapatkan yang lainnya, sesudah mendapatkan kembali, ia akan terus ingin berikutnya. Hal ini wajar, namun dapat dinetralisasikan jika dasar kehidupannya kembali kepada spiritual, sebab jiwalah yang mempunyai kebahagian hakiki.
Begitupula dengan Riya’ dan Munafik, dua penyakit hati yang dimiliki oleh seseorang. Keduanya masuk ke dalam akhlak tercela atau akhlak yang tidak baik. Sebab, kedua penyakit hati ini dapat merusak akhlak diri kita terhadap sesama serta akhlak kepada Allah. Telah dijelaskan datas bahwasannya jika akhlak yang dimiliki adalah akhlak yang baik maka akan sejahtera hidupnya apabila kebalikannya maka rusaklah hidupnya.
Akhlak yang mulia dalam agama islam adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban, menjauhi segala larangan-larangan, memberikan kepada hak kepada Allah, makhluk, sesama manusia dan alam sekitar dengan sebaik-baiknya.

B.  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Riya’ dan Nifaq?
2.      Bagaimana bentuk dan contoh-comtoh Riya’ dan Nifaq?
3.      Bagaimana cara agar terhindar dari Riya’ dan Nifaq?

C.  Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian riya’ dan nifaq.
2.      Untuk mengetahui bentuk serta contoh riya’ dan nifaq.
3.      Untuk mengetahui cara agar terhindar dari Riya’ dan Nifaq.



















BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Riya’
Riya’ secara etimologi berasal dari kata riya merupakan bentuk masdar dari kata ro’a yang mengikuti wazan mufa’alah dan fi’al. Kata riya mengikuti bina’ mahmuz ain karena diambil dari kata ru’yah. Boleh membaca ringan  huruf hamzah dengan cara menggantinya dengan huruf ya’.Pengertian riya secara etimologi adalah memperlihatkan sesuatu kepada orang lain yang berbeda dengan sebenarnya.
Riya secara terminologi adalah Para ulama mendefinisikan riya’ dengan pengertian yang hampir sama dengan pengertian riya secara etimologi. Benang merah definisi riya’ yang mereka rumuskan adalah melaksanakan ibadah untuk mendekatkan diri kepada allah namu, tidak dimaksudkan untuk allah SWT, tetapi untuk tujuan duniawi.[1]
Riya’ (suka pamer amal kebajikan dan kelebihan) merupakan anjuran setan yang seringkali ditujukan kepada mereka yang selalu peduli tentang pendapat atau kesan orang tentang dirinya. Jika anda membagi-bagikan uang atau bingkisan kepada fakir miskin di hadapan orang banyak untuk menimbulkan kesan bahwa anda adalah seorang yang dermawan, maka itu adalah riya’.
Menurut ahlul kasyaf, sikap riya’ itu merupakan sikap yang mengantarkan seseorang kepada ketidak-ikhlasan. Padahal, Allah sudah memberikan batasan, bahwa setiap hamba hanya boleh melakukan sesuatu semata-mata untuk menjaga kesan tentang dirinya di hadapan Allah.Sebab, sebagai hamba Allah, sudah sepatutnyalah jika berusaha memberi kesan yang baik di hadapan Sang Pencipta dan Penguasa seru sekalian alam. “Dan tiadalah mereka diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah secara ikhlas dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” Demikian firman Allah dalam Al-Quran Surah Al-Bayyinah ayat 5.[2]
Sejumlah nash al Quran dan sunnah mengancam kita yang melakukan ibadah yang disyariatkan allah untuk mendekatkan dir kepada Nya untuk kepentingan hamba. Allah menggolongkan perbuatan ini sebagai dosa besar bahkan menilainya sebagai syirik. Hal tersebut karena orang yang riya’ tidak mempersembahkan amal ibadahnya kepada allah semata, tetapi juga pada yang alin. Padahal, ikhlas menuntut agar seorang hamba menunjukkan segalanya kepada allah, yang tiada sekutu pada Nya.
Orang riya’ menjadikan ibadah sebagai kendaraan untuk mencapai tujuannya. Sunnguh, ia memeruntukkan ibadah untuk sesuatu yang tidak disyariatkan. Orang ini bermain-main dengan syariat dan menempatkan permasalahan tidak pada tempat semestinya.
Diantara nash al Quran yang mengancam orang riya adalah sebagai berikut :
1.      QS Al Ma’un ayat 4-7
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya’ dan enggan (menolong dengan) barang berguna.”
Allah mengecam dengan keras orang yang berbuat riya dengan sholatnya ini dengan kebinasaan.
2.      QS Al Baqoroh ayat 264
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”.

Orang yang bersedekah, yang mengharapkan pujian dari orang yang diberi sedekah, maka amalnya batal, seperti halnya orang yang member nafkah karena riya’.
1.      QS Al Hud ayat 15
فَالْيَوْمَ لَا يُؤْخَذُ مِنْكُمْ فِدْيَةٌ وَلَا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ مَأْوَاكُمُ النَّارُ ۖ هِيَ مَوْلَاكُمْ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“Maka pada hari ini tidak diterima tebusan dari kamu dan tidak pula dari orang-orang kafir. Tempat kamu ialah neraka. Dialah tempat berlindungmu. Dan dia adalah sejahat-jahat tempat kembali".
Orang yang beramal untuk pahala dunia, maka dia akan mendapatkannya, jika allah menghendakinya. Dan tempat kembalinya di akhirat adalah siksaan yang pedih. Karena, dia telah memurnikan tujuan untuk dunia. Ayat ini, sebagaimana keterangan al Qurtubi, berlaku umum bagi setiap orang yang meniatkan amal perbuatannya bagi selain allah, baik disertai dengan keimanan dasarnya maupun tidak. Ini adalah menurut pendapat Mujahid dan Maimun bin Mahran. Dan atas pertimbangan ini Muawiyyah berpendapat.
Hadits Nabi SAW  yang berbicara tentang riya juga sangat banyak, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Abu Hurairoh meriwayatkan bahwa Rosululloh SAW bersabda : “Sesungguhnya manusia pertama yang diputuskan perkaranya pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid. Dia di datangkan lalu diberitahukan kenikmatannya. Dia pun mengetahuinya. Allah berkata “apa yang telah engkau amalkan untuk mendapat kenikmatan ini ?” dia menjawab “aku berjuang untukmu hingga aku gugur sebagai syahid” allah berkata “ engkau berdusta engkau berjuang agar disebut pemberani, lalu engkau disebut pemberani. Kemudian dia membiarkannya dan dihisab di hadapannya, hingga dia di lemparkan di neraka. Selanjutnya orang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya dan membaca al Quran. Lalu ia di datangkan dan diberitahukan kenikmatannya, hingga dia mengetahuinya. Allah bertanya “apa yang engkau amalkan untuk mendapatkan ini?” dia menjawab “ aku menuntut ilmu dan mengajarkannya. Dan aku membaca al Quran untukmu.” Allah berkata “engkau telah berdusta. Engkau belajar agar disebut orang alim dan membaca al Quran agar disebut Qori’ lantas engkau mendapat sebutan itu.” Kemudian dia membiarkannya dihisab dihadapanya, hingga dia di lempar ke neraka. Berikutnya orang yang diberi keluasan oleh allah dan diberikan harta yang melimpah. Dia didatangkan lantas diperlihatkan kenikmatannya, hingga dia mengetahuinya. Allah berkata “apa yang engkau amalkan untuk mendapatkan pahala seperti ini/” dia menjawab “ aku tidak meninggalkan suatu jalan dimana aku ingin berinfaq disana kecuali aku akan menginfakkannya untukmu”. Allah berkata “ engkau telah berdusta, engkau melakukan itu agar disebut sebagai dermawan, dan engkau mendapat sebutan itu. Kemudian dia dibiarkan lantas dihisab dihadapannya, selanjutnya dia dilemparkan di neraka. (HR Muslim).
Ketiga orang ini mengorbankan jiwa mereka demi ketaatan dan ibadah, namun semua itu tidak berguna. Karena mereka tidak mengharapkan ridho Allah SWT. Bahkan menjadi siksa, karena tujuan mereka adalah hamba, bukan tuhan para hamba. Hadits ini mengindikasikan betapa beratnya keharaman riya dan begitu berat siksaannya.
Riya’ dibagi atas dua, yaitu sebagai berikut:
1.      Riyaul ‘Adah ialah mengerjakan suatu amal karena menjadi kebiasaan dengan tidak memperlihatkan makna, rahasia, faedah, dan tidak pula untuk mencari keridhaan Allah. Yakni amal itu dikerjakan bukan semata-mata untuknya dan untuk medekatkan diri kepada-Nya.
2.      Riyaun Nifaq ialah mengerjakan suatu amal semata-mata untuk dilihat orang lain.[3]
B.  Pengertian Nifaq
Nifaq atau kemunafikan adalah dosa besar dalam Islam. Dikatakan dalam banyak riwayat bahwa orang yang memiliki dua wajah dan dua lisan, kelak pada hari kiamat akan digiring dua lisan yang salah satunya membakar. Munafik artinya bermuka dua. Seseorang yang terkena penyakit munafik mengatakan segala sesuatu yang tidak sebenarnya, dan berpura-pura melakukan sesuatu yang tidak dikerjakannya.
Kemunafikan dalam masalah keimanan merupakan ancaman besar dalam masyarakat islam. Seseorang yang berpura-pura sebagai anggota masyarakat muslim, seperti layaknya seorang mata-mata yang akan menipu seolah-olah dia mendukung masyarakat atas suatu negara, sementara dalam kenyataannya dia adalah musuh ummat dan selalu berusaha untuk berkhianat.[4]
Al-Quran dengan keras seali mengutuk orang-orang munafik. Terdapat 35 ayat dalam alquran yang mencela keras terhadap mereka. Nada al quran yang berkaitan dengan mereka begitu keras, sehingga dalam beberapa ayat ia memasukkan orang-orang munafik ke dalam kategori orang-orang kafir (surah at Taubah, ayat 69 dan 74). Dan dalam beberapa kesempatan Quran menjanjikan kepada mereka neraka yamg paling bawah.
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ ۚ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ ۗ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik”.(QS. At Taubah:67).
Mereka berusaha keras merintangikemajuan kebenaran. Dalam QS. An Nisa ayat 61 disebutkan :
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَىٰ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا
 “ Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu”.
Mereka bahkan tidak ragu-ragu menetapkan tekanan ekonomi terhadapa orang-orang berimanan dengan tujuan melemahkan moral dan mengalihkan mereka dari jalan kebenaran.
Mereka yang mengatakan : janganlah kalian memberikan makanan kepada orang-orang yang ada di sisi rosululloh supaya mereka bubar. Kepunyaan allah lah segala kekayaan langit dan bumi. Tetapu orang-orang munafik tidak terungkap. Dijelaskan dalam QS surah at Taubah ayat 64 :
يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ ۚ قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ
 “ Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: "Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan rasul-Nya)". Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu”
Mereka selalu ketakutan, mereka menduga setiap suara yang ditujukan kepada mereka sebagai suatu yang menentang mereka. Sebagaimana firman allah yang berbunyi : (QS Al Munafiqun ayat 4).
وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ ۖ وَإِنْ يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ ۖ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُسَنَّدَةٌ ۖ يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ ۚ هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ ۚ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ ۖ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
 “Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?”
Untuk memperdayakan orang lain, dan dalam usahanya untuk membuktikan sangkalanya mereka bersumpah, sebagaimana yang di ungkapkan dalam al quran yang berbunyi : (QS Al Munafiqun ayat 1).
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
 “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.”
Dan segera mereka terungkap, mereka akan mengingkari sagala ketidaksenonohan mereka dan tetap akan berpura-pura bahwa mereka adalah harapan umat islam. Sebagaimana di jelaskan dalam al Quran yang berbunyi : (QS An Nisa ayat 62).
فَكَيْفَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَاءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا إِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا
Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna".
Apabila mereka diajak bekerja sama mereka menjanjikan sesuatu yang menyilaukan. Tetapi ketika tiba waktu untuk berbuat, mereka mencabut kata-katanya dan kembali berkhianat. Sebagaimana dijelaskan dalam al Quran yang berbunyi (QS At Taubah ayat 75-76).
وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللَّهَ لَئِنْ آتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِينَ * فَلَمَّا آتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ
“Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran)”.


C.  Bentuk dan Contoh Riya’
Riya’ dalam amal, sebagai penyakit hati, adalah riya’ dalam perbuatan yang merupakan amal akhirat yang seharusnya untuk tujuan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dan mengagungkan-Nya, tetapi beralih menjadi motivasi duniawi. Contohnya, beribadah karena ingin mendapat pujian orang, ingin mendapat upah material, atau sebagai kedok atas pribadi sesungguhnya yang buruk. Amal siapapun yang di dalam hatinya dibarengi dengan riya’, sama sekali tidak ada nilainya di hadapan Allah. Rasulullah SAW bersabda yang artinya,
“Orang yang menjalankan salatnya dengan sebaik-baiknya tatkala orang lain melihatnya, dan menjelekkannya sewaktu tidak ada orang lain, sama saja dengan menghina Tuhannya.” (HR. Abu Ya’la)
“Sesungguhnya yang paling aku takuti atas kamu sekalian adalah syirik yang paling kecil.” Sahabat bertanya : “Apakah syirik yang paling kecil itu ?” Rasuk menjawab : “Syirik yang paling kecil adalah riya’. Ketika semua orang mendapatkan pembalasan amal (saleh)-nya, Allah berfirman kepada orang yang suka riya’ dalam amalnya: ‘Pergilah kalian kepada orang-orang yang kamu jadikan riya’ atas mereka, dan lihatlah apakah kamu dapat menemukan balasan mereka?’” (HR. Ahmad bin Hanbal).
Penyakit riya’ ini terkadang sangat sulit dideteksi, bahkan lebih sulit daripada mencari semut hitam di atas batu hitam di tengah malam yang gelap.
Akan tetapi, ada beberapa tanda yang dapat dijadikan barometer bahwa seseorang terserang penyakit ini, antara lain sebagai berikut :
1.             Merasa ringan jika beribadah disaksikan atau di sekitar orang lain, tetapi terasa agak berat jika beribadah sendirian.
2.             Merasa senang jika orang lain memberikan pujian, penghormatan, atau bantuan untuk memenuhi kebetuhan hidup padahal dia sendiri masih mampu melakukannya.
3.             Lebih mengutamakan sahabat yang kaya daripada yang miskin.
4.             Ada perubahan sikap, penampilan, dan cara bicara jika berhadapan dengan para pembesar atau penguasa.
5.             Apabila dia seorang alim (berilmu) dan suka menasehati orang lain, merasa iri bahkan memandang jelek dan berlaku hasut jika menemukan seorang alim lain yang mendapat simpati lebih baik dan lebih besar dari massa.
Orang-orang yang merasakan adanya tanda-tanda tersebut di atas, sudah pasti akan mendapat kesulitan menanamkan rasa ikhlas dalam hatinya. Namun, jangan sekali-kali seseorang meninggalkan amal ibadahnya hanya karena belum mampu ikhlas, karena itu pun merupakan bagian dari langkah setan yang nyata..
Berikut beberapa langkah untuk membebaskan hati dari riya’ :
1.             Selalu ingat akan bahayanya riya’ dalam amal.
2.             Mengawali semua amal ibadah dengan iman, bukan atas panggilan manusia atau duniawi.
3.             Merasakan nikmatnya buah ikhlas, yaitu adanya pengakuan dari Allah, diterimanya amal, dan keselamatan hakiki di akhirat.
4.             Memenangkan perasaan tersebut di atas perasaan ingin mendapat pujian manusia, cinta materi, status, dan hal duniawi lainnya.
5.             Menghadirkan niat yang ikhlas sejak awal ibadah, dan meminta perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang pasti akan menggugurkan niat itu.
Meskipun demikian, adakalanya suatu amal ibadah ukhrawi bermotivasi duniawi, tetapi tidak termasuk riya’. Contohnya sebagai berikut :
1.             Seseorang yang rajin melaksanakan shalat hajat agar dimudahkan semua kebutuhannya.
2.             Seseorang yang memamerkan amalnya (seperti infak) agar orang lain mengikuti jejaknya.
3.             Ibadah-ibadah umat Islam yang seharusnya dipertontonkan agar syiar, kebesaran, dan keagungannya nampak, seperti shalat Idul Fitri, shalat Jumat, atau ibadah kurban.
4.             Ibadah walimatul ‘urus (pernikahan) yang bertujuan memberitahukan kepada khalayak tentang akad pernikahan seseorang.

D.  Bentuk dan contoh Nifaq
Nifaq ada beberapa macam :
a)             Orang-orang yang tidak beriman tetapi menampakkan keimanan dengan lisan atau perbuatan, mereka ini adalah kaum munafik, yang mana al-Quran menempatkan mereka di neraka yang terburuk.
b)             Orang-orang yang berbuat riya’ yang amal perbuatan mereka bukan karena Allah tetapi kelihatannya karena Allah. Al-Quran di samping membatalkan amal perbuatan mereka ini, dosa mereka dalam batas kufur.
c)             Orang-orang yang punya dua wajah dan dua lisan dalam bermuamalah dengan masyarakat, misalnya dengan menyimpan permusuhan dan dendam dan tidak punya beba dalam ghibah dan tuduhan (kebohongan), tetapi dalam lahir menampakkan cinta dan simpati.
d)            Orang-orang yang mengaitkan dirinya pada agama tetapi sebenarnya tidak punya keterkaitan itu dalam tindakan, seperti orang alim tanpa amal dan pezuhud yang kosong kebenaran dan nampak suci dan takwa.
Mereka ini di samping menurut riwayat-riwayat : nifaq ditujukan pada mereka dan dari segi akhlak mereka adalah munafik, tetapi mereka tidak punya dosa munafik. Jika berbuat tidak sesuai dengan tugas keagamaannya, pada hari kiamat kelak mereka akan digiring bersama kaum munafik.
Jika dalam nifaq ada suatu maslahat yang melampaui mafsadatnya, maka nifaq yang ini boleh. Seperti suami istri satu sama lain menampakkan cinta, bahkan penampakan cinta antar Muslimin yang mana jika penampakan cinta ini menyebabkan kasih sayang dan cinta (antara mereka), bukan hanya boleh malah wajib. Misalnya, jika seorang lelaki khawatir bilamana tidak menampakkan cinta pada istrinya akan terjadi keretakan, atau jika seseorang khawatir bilamana tidak menampakkan simpati pada orang-orang, mereka akan membahayakan dalam agama atau kehormatan bahkan dalam harta kepadanya, nifaq dalam hal ini menjadi wajib.
Basa-basi yang dilakukan antar orang-orang, seperti kata : “engkau dambaanku”, “aku abdimu” dan sebagainya tidaklah haram. Sebab kata-kata semacam ini bukan makna realitas yang diinginkan, tetapi seorang Muslim hendaknya menghindari mengungkapkan kata-kata yang tidak berelaitas, dan dalam basa-basi hendaknya mereka cukup dengan kata-kata yang berealitas seperti “terima kasih”, “alhamdulillah” dan semacamnya.
Ciri-ciri orang munafik:
a.       Apabila berbicara dia berbohong
Contohnya: jika ada orang yang membayar belanjaan di minimarket dan kemudian kasirnya bertanya “ada uang kecil nggak?” kemudian orang tersebut menjawab “Nggak ada mbak” padahal dia sebenarnya mempunyai . contoh lainnya adalah berbohong untuk menghindari hukuman ketika berbuat salah dan menyontek ketika ujian di sekolah.
b.      Apabila berjanji dia tidak menepatinya
Contoh: Andi mengajukan diri menjadi seorang ketua kelas kemudian dia mengiming-imingkan janji setiap akhir semester akan diajak jalan-jalan ke kebun teh. Ketika ia sudah terpilih menjadi ketua kelas janji yang sudah umumkan itu tidak ditepati karena ada alasa satu dan lain hal.
c.       Apabila dipercaya dia mengkhianatinya
Contoh: seseorang yang sudah di percayai oleh atasan untuk menjalankan suatu perusahaan, akan tetapi ia menyelewengkan amanah yang di berikan oleh atasannya. Waktu yang seharusnya ia gunakan untuk bekerja malah digunakan untuk jalan-jalan ke mall dan sebagainya.

E.  Cara Agar Terhindar dari Bahaya Riya dan Nifaq
1.    Memohon pertolongan kepada Allah dengan Ikhlas dan memohon perlindungan dan pengawasan dari riya’
Allah SWT berfirman ;
“Maka segeralah kembali kepada (menaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah bagi kalian.” (QS. Adz-Dzariat:50)
Terapi riya’ yang paling tepat adalah berlindung kepada Allah, mengahruskan diri dan tetap tinggal di haribaan-Nya, supaya Dia menyelamatkan kita dari riya’ dan mengaruniai keikhlasan.
Disamping itu, kita juga harus berlindung kepada Allah dari penyakit kronis ini. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW memberi khotbah pada para sahabat: “Wahai manusia, berlindunglah dari syirik. Karena ia lebih samar dari bunyi langkah unta.” Para sahabat bertanya: “Bagaimana kami berlindung darinya, wahai Rasulullah?” Nabi menjawab “Ucapkanlah, ‘ Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepadaMu dari menyekutukanMu dari sesuatu yang kami ketahui, dan kami memohon ampunatas apa yang tidak kami ketahui.” (HR. Ahmad dan Thabrani).
Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita metode memurnikan agama kepada Allah dan mengantarkan pada derajat tertinggi, yaitu ihsan. Rasulullah bersabda: “Sembahlah Allah seolah engkau melihat Dia. Jika engkau tidak melihat Dia, sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim). Melihat orang yang agung pasti akan menimbulkan perasaan takut dan hormat serta bersikap santun semaksimal mungkin. Apa jadinya jika melihat Tuhan, Penguasa langit dan bumi! Jika seseorang tidak mampu beribadah dengan cara yang pertama, maka beribadahlah karena Allah melihat dan memerhatikan dia. Manakala nafsu merasakan hal tersebut, kecil kemungkinan dia lalai dan riya’ saat beramal serta berpalin dari Allah


2.    Mengenal dan mewaspadai riya’
Kita sebagai umat Islam harus mengenal dan mengetahui penyebab dari riya’, kemudia selalu waspada dengannya. Kelalaian kadang datang sebab ketidaktahuan dan kadang karena kurang waspada.
3.      Memikirkan bahaya riya’ di dunia
Diantara kiat yang bisa menafikan riya’ dan membencinya adalah hendaknya orang yang riya’ sadar bahwa perbuatan riya’nya tidak akan pernah mendatangkan manfaat orang lain baginya, dan tidak akan pernah menolak bahaya bagi mereka. Sebaliknya, riya’ akan menimbulkan kemarahan dan kebencian orang lain, seperti halnya dia mengundang kebencian dan kemarahan Allah SWT hingga dia akan merugi di dunia dan di akhirat.
Manusia seringkali berbuat riya’ agar mendapatkan dunia, tapi dunia lari menjauh darinya. Tidak ada yang di dapat dari riya’ selain ratapan lirih. Terkadang dia berpaling dari dunia, tapi dunia malah datang dan menerimanya. Berkaitan dengan hal itu Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang niatnya untuk mencari akhirat, maka Allah menjadikan kekayaan di hatinya, menghimpun persatuan pada dirinya, dan dunia mendatanginya dalam keadaan menyenangkan. Siapa yang niatnya untuk mencari dunia, maka Allah menjadikan kefakiran di hadapannya, urusannya menjadi centang-perenang, dan dunia tidak mendatanginya selain telah ditetapkan.” (HR. Tirmidzi, Ahmad, dan Darimi).
4.      Memikirkan akibat riya’ di akhirat
Diantara faktor yang bisa menolak riya’ adalah memikirkan dosa dan akibat riya’. Pada hari kiamat nanti Allah menyingkap tirai orang-orang yang riya’ dan melecehkan mereka sebagai balasan atas kebohongan mereka. Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang memperdengarkan (sum’ah), maka Allah akan memperdengarkannya; dan siapa yang memperlihatkan (riya’), maka Allah akan memperlihatkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibn Hajar berkata, “Al-khaththabi mengatakan, ‘Artinya, siapa yang beramal tanpa ikhlas, dia hanya ingin dilihat dan didengar orang lain, maka dia akan dibalas dengan pengumuman dan pelecehan dari Allah. Allah akan memperlihatkan apa yang dia sembunyikan.”
Seorang muslim yang percaya akan adanya hari perhitungan dan pembalasan serta yakin dia sangat butuh pada kebaikan yang tulus besok pada hari kiamat, pasti hatinya akan memberontak keras terhadap riya’, supaya amal ibadahnya bisa diterima pada hari itu dan agar tidak dilecehkan.
5.      Menyamarkan dan merahasiakan Ibadah
Para ulama terpilih selalu menyukai menyamarkan amal ibadah agar tidak tercampur dengan riya’ dan tidak memberi peluang bagi setan untuk membisikkan keraguan dalam niat mereka. Rasulullah Saw memasukkan orang yang memberikan sedekah secara sembunyi-sembunyi, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanan.
Tetapi bila dipermasalahkan apakah menyamarkan lebih utama dari pada memperlihatkan karena ini mengisyaratkan upaya menghindari riya’, atau sebaliknya maka jawabannya adalah, bahwa ketaatan itu terbagi menjadi tiga macam :
Pertama, ibadah yang disyariatkan untuk dilakukan secara terang-terangan seperti adzan, iqamat, takbir, mengeraskan bacaan surat dalam shalat, khotbah syar’iyyah, mengajak pada kebaikan, mencegah kemungkaran, mendirikan shalat Jumat, shalat jamaah, shalat Idul fitri, jihad, menjenguk orang sakit, merawat jenazah, ibadah seperti ini tidak mungkin dilakukan secara tersembunyi. Jika pelakunya mengkhawatirkan riya’, berjuanglah sekuat tenaga untuk menolaknya hingga berhasil memunculkan niat ikhlas. Laksanakanlah ibadah dengan ikhlas sebagaimana telah disyariatkan, hingga dia meraih pahala amal perbuatan tersebut dan pahala mujahid, karena di dalamnya terkandung kebaikan yang menyebar.
Kedua, ibadah yang lebih baik dilakukan secara tersembunyi daripada terang-terangan, seperti melirihkan bacaan surat dan dzikir dalam shalat. Melirihkan bacaan shalat lebih baik daripada mengeraskannya.
Ketiga, ibadah yang disamarkan dalam satu waktu dan diperlihatkan dalam waktu yang lain seperti sedekah. Jika pelaku mengkhawatirkan riya’ dalam dirinya atau mengetahui bahwa kekhawatiran tersebut telah menjadi kebiasaan, maka menyamarkan sedekah lebih baik daripada menampakkannya.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Riya’ dan nifaq tergolong ke dalam perilaku tercela atau akhlak madzmumah yang tidka boleh ada dalam diri kita. Sebab, dengan adanya kedua sifat tersebut dapat merugikan kehidupan kita yang awalnya kita mengerjakan amal kebajikan tersebut mendapatkan pahala malah tidak akan mendapatkan apa-apa atau justru kita yang akan mendapatkan dosa. Begitupun dengan nifaq, sifatnya disebut munafik. Orang yang munafik juga dapat merugikan kehidupannya sendiri sebab, ia sudah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan orang lain untuknya.
Agar terhindar dari kedua sifat tercela tersebut hendaknya kita semakin mendekatkan diri kepada Allah. Selalu berfikir tentang akibat perbuatan yang dilakukan. Karena Allah tidak suka dengan orang yang berbuat riya’ ataupun munafiq.



















Daftar Pustaka
Al-Qorni, Uwes, 2005, 60 Penyakit Hati, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.
Barozi, Ahmad, Mazayasyah, 2008, Penyakit Hati dan Penyembuhannya, Yogyakarta: Darul Hikmah.
Al-asyqar, Abdullah, 2007, Menyelami Telaga Ikhlas, Yogyakarta: MITRA PUSTAKA.
Nurdin, Muslim dkk, 1993, Moral dan Kognisi Islam, Bandung: CV ALFABETA.
Shayyim, Muhammad, 2010, Bila Hati Telah Mati, Jakarta: Mirqat.
Abdullah, Yatimin, 2007, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: AMZAH.



[1]Umar Sulaiman Abdullah al-asyqar, menyelami telaga ikhlas, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2007), hlm 142
[2] Ahmad barozi, penyakit hati dan penyembuhannya, (Yogyakarta: Darul Hikmah, 2008),  hlm. 175
[3]M. Yatimin Abdullah, Studi akhlak dalam perspektif al-Qur’an,(Jakarta: AMZAH, 2007), Hlm 69-70
[4] Muslim nurdin, ishak abdulhak dkk, Moral dan Kognisi Islam, (Bandung: CV ALFABETA, 1993), hlm. 246

Komentar

  1. As claimed by Stanford Medical, It is really the one and ONLY reason women in this country live 10 years longer and weigh an average of 42 pounds less than us.

    (And actually, it is not related to genetics or some hard exercise and EVERYTHING about "HOW" they are eating.)

    P.S, I said "HOW", and not "what"...

    Click this link to reveal if this little test can help you unlock your true weight loss possibilities

    BalasHapus

Posting Komentar