MAKALAH
HAK MASYARAKAT
“Surah Al-An’am
ayat 151-153, Al-Isra ayat 31-38, dan
Hadits Bukhari
12, 5538, 5525, 5596, 6828”
Makalah ini disusun
untuk menyelesaikan tugas kelompok
Mata Kuliah Akidah Akhlaq Semester 5
Dosen Pengampu : Dr. H. Zeid B. Smeer, Lc. MA
Oleh Kelompok 2 :
Ali Hasan Assidiqi (16110048)
Wildatun
Bariroh (16110052)
JURUSAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM (PAI-D)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
DAN KEGURUAN (FITK)
UIN MAULANA MALIK
IBRAHIM MALANG
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya kepada kita semua
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tiada halangan suatu apapun.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw yang
telah mengajari kita mana yang haq dan mana yang bathil sehingga kita dapat
berjalan lurus di jalan Allah seperti yang kita rasakan saat ini yaitu addinulislamwaliman.
Kami
menyadari dalam penulisan ini jauh dari kesempurnaan, karena yang mempunyai
kesempurnaan hanyalah Allah Swt. Oleh karena itu kami mengharap kritik ataupun
saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk menuju kesempurnaan dalam
penulisan makalah ini.
Tidak
lupa penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak
yang telah membantu penulis dalam membuat makalah dengan tema hak masyakat dengan baik, antara lain :
1.
Bapak Dr. H. Agus Maimun, M.Pd selaku
Dekan FITK UIN Maliki Malang
2.
Bapak Dr. H. Zeid B Smeer, Lc. M.A selaku Dosen Pengampu
Matkul Qur’an Hadits II.
3.
Teman-teman seperjuangan dan pihak lainnya.
Semoga atas
terselesaikannyamakalah ini dapat memberi
manfaat bagi para pembaca, khususnya penulis yang telah membuat secara langsung dalam menulis dan
membaca dengan teliti tentang hal-hal yang menjadi tugas dan tanggung jawab
kami.
Malang, 2 September
2018
Penyusun
DAFTAR
ISI
Cover............................................................................................................................. i
Kata Pengantar............................................................................................................. ii
Daftar
Isi...................................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................. 2
C. Tujuan Masalah................................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Surah Al-Isra Ayat 31-38................................................................................. 4
B. Surah Al-An’am Ayat 150-153........................................................................ 9
C. Hadits Bukhari No 12..................................................................................... 23
D. Hadits Bukhari No 5538................................................................................. 24
E. Hadits Bukhari No 5525................................................................................. 25
F. Hadits Bukhari No 5596................................................................................. 25
G. Hadits Bukhari No 6828................................................................................. 26
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Selain sebagai makhluk individual, manusia juga
sebagai makhluk sosial. Sebagai makluk social tentu manusia membutuhkan orang lain untuk
bergaul,
menyatakan suka dan duka (curhat), dan memenuhi
berbagai kebutuhan lainnya yang bersifat kolektif.
Sebagai makhluk sosial, manusia mau tidak mau harus berinteraksi
dengan manusia lainnya, dan membutuhkan lingkungan dimana tempat berada. Ia menginginkan adanya lingkungan sosial yang ramah,
peduli, santun, saling menjaga dan menyayangi, bantu membantu, taat pada
aturan, tertib, disiplin, menghargai hak-hak manusia dan lain sebagainya.
Lingkungan yang demikian itulah yang memungkinkan ia dapat melakukan berbagai
aktifitasnya dengan tenang, tanpa terganggu oleh berbagai hal yang dapat
merugikan dirinya. Keinginan untuk
mewujudkan lingkungan yang sedemikian itu
mendorong perlunya membina masyarakat yang berpendidikan, beriman, dan
bertaqwa kepada Tuhan. Karena di dalam masyarakat yang demikian itulah akan
tercipta lingkungan dimana berbagai aturan dan perundang-undangan dapat
ditegakkan.
Al-Quran dan hadits sebagai sumber
ajaran Islam telah memberikan perhatian yang besar terhadap perlunya pembinaan
masyarakat baik memperhatikan persoalan individu atau kelompok karena
keduanya saling mempengaruhi. Oleh karenanya kebaikan individu atau kelompok sangat berpengaruh langsung pada kebaikan masyarakat, yang ia
bagaikan batu bata bagi bangunan. Sebuah bangunan tidak akan baik apabila batu
batanya rapuh. Begitu juga sebaliknya, seorang itu tidak akan baik kecuali jika
berada dalam lingkungan masyarakat yang kondusif bagi perkembangan
pribadinya, bagi kemampuannya beradaptasi secara benar, dan bagi perilaku yang
positif serta kelompok keluarganya.[1]
Hal diatas tersebut sangat beralasan karena
dapat kita lihat pada realita saat ini dimana hak masyarakat belum terjamin
karena masih adanya sifat yang ingin menang sendiri. Salah satu contohnya
adalah kasus penceraian, pembunuhan antar sesama, ketidak adilan dlll. Salah
satu badan pemerintah telah mengeluarkan data tentang angka perceraian dan
pembunuhan di Indonesia sebagai salah satu kasus yang seharusnya tidak perlu
dilakukan. Kasus perceraian di Indonesia mencapai 347 256
dari 1 958 394 angka pernikahan di
tahun 2015.[2] Dan kasus pembunuhan sendiri
mencapai 1491 di tahun 2015.[3] Dari
salah satu contoh tersebut jika bertambah setiap tahun maka akan menyebabkan
menjadi macan di tengah ladang yang sangat berbahaya bagi kelangsungan
kehidupan sosial baik keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu maka sangat
penting bagi kita semua terutama orang muslim di Indonesia yang merupakan
masyarakat terbanyak untuk memperhatikan hak-hak dalam masyarakat menurut
islam. Al-quran dan hadits dalam makalah ini akan menjelaskan tentang hak
masyarakat tersebutbdengan pembahasan yang rinci dan terstruktur yang meliputi:
surah Al-An’am ayat 150-153 dan Al-Isra ayat 31-38, serta Hadits Bukhari nomor
12, 5538, 5525, 5596, dan 6828.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penulis ingin membahas
secara mendalam dan detail dari sumber-sumber yang telah diakui tentang hak masyarakat menurut islam dalam perspektif
Al-quran dan hadits yang disimpulkan dalam rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apakah isi dan makna hak masyarakat dalam Surah Al-An’am
Ayat 150-153?
2.
Apakah isi dan makna hak masyarakat dalam Surah Al-Isra
Ayat 31-38?
3.
Apakah isi dan makna hak masyarakat dalam Hadits Bukhari
No 12?
4.
Apakah isi dan makna hak masyarakat dalam Hadits Bukhari
No 5538?
5.
Apakah isi dan makna hak masyarakat dalam Hadits Bukhari
No 5525?
6.
Apakah isi dan makna hak masyarakat dalam Hadits Bukhari
No 5596?
7.
Apakah isi dan makna hak masyarakat dalam Hadits Bukhari
No 6828?
C.
Tujuan Penulisan
Dalam makalah
ini, yaitu bertujuan sebagai suatu pengantar Media atau perantara kita untuk
mendekatkan diri kepada Allah dengan memperluas Ilmu terutama tentang hak masyarakat dalam islam perspektif
Al-Quran dan Hadits yang meliputi:
1.
Untuk mengetahui isi dan makna hak masyarakat dalam Surah
Al-An’am Ayat 150-153.
2.
Untuk mengetahui isi dan makna hak masyarakat dalam Surah
Al-Isra Ayat 31-38.
3.
Untuk mengetahui isi dan makna hak masyarakat dalam
Hadits Bukhari No 12.
4.
Untuk mengetahui isi dan makna hak masyarakat dalam Hadits
Bukhari No 5538.
5.
Untuk mengetahui isi dan makna hak masyarakat dalam
Hadits Bukhari No 5525.
6.
Untuk mengetahui isi dan makna hak masyarakat dalam
Hadits Bukhari No 5596.
7.
Untuk mengetahui isi dan makna hak masyarakat dalam
Hadits Bukhari No 6828.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Surah Al-Isra Ayat 31-38
Surah
Al-Isra’ Ayat 31
وَلَا تَقْتُلُوا
أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ
قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا (31)
Artinya :Dan
janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan
memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka
adalah suatu dosa yang besar.
Kosa
Kata Penting Surah Al-Isra’ Ayat 31
1.
Kata (Al-Khith) berbeda
dengan kata (al-khata’). Yang pertama memiliki arti dosa atau kesalahan yang
dilakukan dengan sengaja, sedangkan yang kedua memiliki arti kesalahan yang
tanpa disengaja atau tanpa maksud.[4]
Tafsir Dan Maknanya:[5]
Ayat ini
menunjukkan bahwa Allah SWT. Maha penyayang, yang menyayangi hamba-hambanya
lebih dari seorang ayah terhadap anaknya. Allah melarang orang membunuh anaknya
dan menentukan bagian bagi anak-anak perempuannya dalam hal warisan yang
ditinggalkan oleh ayah, hal mana tidak berlaku pada zaman jahiliyyah, bahkan
lebih dari itu, tidak jarang bahwa seorang ayah membunuh anak perempuannya
untuk mengurangi dan meringankan beban tanggungannya, sehingga dilarang oleh
Allah dan dinyatakan bahwa perbuatan yang demikian itu adalah suatu dosa yang
besar dan Allah memastikan bahwa rezeki akan diberikan kepada anak-anak dan
orang tuanya.
Diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud yang bertanya kepada Rsulullah
SAW, “Ya Rasulullah dosa apa yang paling besar?” Beliau menjawab :
أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ
" قَالَ : قُلْتُ : ثُمَّ أَيْ ؟ قَالَ : " أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ
مَخَافَةَ أَنْ يُطْعَمَ مَعَكَ " ، قَالَ : قُلْتُ : ثُمَّ أَيْ ، قَالَ :
" أَنْ تُزَانِي حَلِيلَةَ جَارِكَ
Artinya :
Bahwasannya engkau mengadakan sekutu bagi tuhan, sedang Dialah yang
menciptakanmu”. Kemudian apa? Tanya Ibnu Mas’ud lagi. Beliau menjawab “Membunuh
anakmu karena takut ia makan-minum bersamamu.” “Dan apa lagi? Kembali Ibnu
Mas’ud bertanya. Beliau menjawab. “Melakukan perzinaan dengan istri tetanggamu”.
Surah
Al-Isra’ Ayat 32
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً
وَسَاءَ سَبِيلًا (32)
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya
zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
Tafsir Dan Maknanya:[6]
Dalam ayat ini Allah melarang hamba-hambanya
melakukanperzinaan, melakukan perzinaan, mendekati tempat-tempatnya dalam
hal-hal yang merangsang untuk berzina.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Umamah,
bahwa seorang remaja datang kepada Rasulullah SAW, memohon dizinkan berzina.
Para sahabat yang mendengar percakapannya dengan Rasulullah sangat marah dan
dengan cara yang kasar menegurnya. Mereka ditenangkan oleh beliau dan minta
agar pemuda itu didudukkan didekatnya. Setelah duduk menghadap Rasulullah,
terjadilah percakapan sebagai berikut :
قَالَ أَتُحِبُّهُ لِأُمِّكَ قَالَ
لَا وَاللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ
لِأُمَّهَاتِهِمْ قَالَ أَفَتُحِبُّهُ لِابْنَتِكَ قَالَ لَا وَاللَّهِ يَا
رَسُولَ اللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ
لِبَنَاتِهِمْقَالَ أَفَتُحِبُّهُ لِأُخْتِكَ قَالَ لَا وَاللَّهِ جَعَلَنِي
اللَّهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأَخَوَاتِهِمْ قَالَ
أَفَتُحِبُّهُ لِعَمَّتِكَ قَالَ لَا وَاللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ قَالَ
وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِعَمَّاتِهِمْ قَالَ أَفَتُحِبُّهُ لِخَالَتِكَ
قَالَ لَا وَاللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاءَكَ قَالَ وَلَا النَّاسُ
يُحِبُّونَهُ لِخَالَاتِهِمْ قَالَ فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهِ وَقَالَ اللَّهُمَّ
اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ وَحَصِّنْ فَرْجَهُ فَلَمْ يَكُنْ بَعْدُ
ذَلِكَ الْفَتَى يَلْتَفِتُ إِلَى شَيْءٍ
Artinya
: Rasulullah Saw bersabda; "Apa kau menyukainya (orang lain) berzina
dengan ibumu?" pemuda itu menjawab; Tidak, demi Allah wahai Rasulullah,
semoga Allah menjadikanku sebagai penebus tuan. Nabi saw bersabda; Orang-orang
juga tidak menyukainya berzina dengan ibu-ibu mereka." Rasulullah Saw
bersabda; "Apa kau menyukainya berzina dengan putrimu?" Tidak, demi
Allah wahai Rasulullah semoga Allah menjadikanku sebagai penebus Tuan. Nabi saw
bersabda; Orang-orang juga tidak menyukai berzina dengan putri-putri
mereka."dan kalua dilakukan oleh bibimu?” Pemuda, “Tidak Pula ya
Rasulullah, Demi Allah”, Rasulullah “Dan tidak seorang pun disampingmu
merelakan perbuatan itu dilakukan oleh bibinya”. Kemudian Rasulullah Saw
meletakkan tangan beliau pada pemuda itu dan berdoa;
اللَّهُمَّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ
وَطَهِّرْ قَلْبَهُ وَحَصِّنْ فَرْجَهُ
"Ya
Allah! Ampunilah dosanya, bersihkan hatinya, jagalah kemaluannya."
Setelahnya pemuda itu tidak pernah melirik apa pun dan zina menjadi hal yang
paling ia benci. [HR. Ahmad, No. 21185]
Surah
Al-Isra’ Ayat 33
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي
حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۗ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا
لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلَا يُسْرِفْ فِي الْقَتْلِ ۖ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُورًا
(33)
Artinya :Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan
barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi
kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas
dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.
Tafsir Dan Maknanya:[7]
Allah SWT melarang orang membunuh seseorang tanpa alasan
yang dibenarkan oleh syari’at, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
bahwasannya Rasulullah SAW bersabda :
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ
حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُرَّةَ عَنْ
مَسْرُوقٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ النَّفْسُ
بِالنَّفْسِ وَالثَّيِّبُ الزَّانِي وَالْمَارِقُ مِنْ الدِّينِ التَّارِكُ
لِلْجَمَاعَةِ
Artinya
:Telah menceritakan kepada kami [Umar bin Hafsh], telah menceritakan kepada
kami [bapakku], telah menceritakan kepada kami [Al A'masy], dari ['Abdullah bin
Murrah] dari [Masruq] dari [Abdullah] mengatakan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "darah seorang muslim yang telah bersyahadat
laa-ilaaha-illallah dan mengakui bahwa aku utusan Allah terlarang ditumpahkan
selain karena alasan diantara tiga; membunuh, berzina dan dia telah menikah,
dan meninggalkan agama, meninggalkan jamaah muslimin.”
Selanjutnya Allah berfirman, bahwasannya Allah memberi kekuasaan
kepada ahli warisnya yang terbunuh untuk menuntut qisash, yakni jiwa dibayar
dengan jiwa atau melepaskan hak qisashnya dengan tebusan atau cuma-cuma dengan
pengampunan. Akan tetapi jika hak qisash yang dituntut, hendaklah si ahli waris
melakukannya (pembunuhan balasan) tanpa melampaui batas seperti menuntut jiwa
yang tidak melakukan pembunuhan atau melakukannya secara sadis.
Surah
Al-Isra’ Ayat 34-35
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُ ۚ وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ
كَانَ مَسْئُولًا (34)
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا
بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (35)
Artinya :
(34). Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim,
kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah
janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.
(35). Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan
timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya
Kosa
Kata Penting Surah Al-Isra’ Ayat 35:
1.
Kata بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ dalam hal ini berawal
dari kata al-qitsas atau al-qustas diambil dari kata: qasata-yaqsutu-qistan
yang artinya adil. Sebagian ulama memahaminya dalam arti neraca, dan lainnya
memakna adil. Sedangkan kata al-mustaqin adalah bentuk isim fa’il dari istaqama-yastaqimu-istiqamatan
yang artinya lurus. Jadi makna kata diatas adalah neraca yang lurus atau benar.[8]
Allah
SWT berfirman, “Janganlah kamu mendekati harta anak yatim melainkan dengan cara
yang lebih baik, yakni janganlah kamu mengelola harta milik anak yatim yang
berada ditanganmu dan dikuasakan kepadamu melainkan dengan cara yang baik dan
bermanfaat bagi sang anak sampai ia dewasa dan sanggup mengurus dirinya
sendiri. Dan
Allah berfirman hendaklah kamu tepati dan penuhi janji itu kelak pasti akan dimintai
pertanggungjawabannya. Juga hendaklah kamu sempurnakan takaran apabila kamu
menakar dan jangan sekali-kali kamu berlaku curang dalam takaranmu untuk
menambah keuntungan untuk merugikan orang lain, demikian pula kamu harus
berlaku adil dan jujur ikian itu adalah lebih baik bagi kamu di dunia maupun
diakhirat.
Surah
Al-Isra’ Ayat 36
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ
السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
(36)
Artinya :Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
Kosa
Kata Penting Surah Al-Isra’ Ayat 36:
1.
Kata الْبَصَرَ al-bashar/penglihatan dalam surah al-isra’ ayat 36 ini memiliki
perbedaan dari surat an-nahl yaitu (al-abshar) namun memiliki arti yang sama.
Menurut ulama’ semua itu berbeda karena penekanan pada suratnya. Surat an-nahl
lebih kepada orientasi aneka nikmat Allah sedangkan al-isra’ lebih kepada
konteks tanggungjawab.[10]
Tafsir Dan Maknanya:[11]
Al-Aufi
berkata tentang maksud ayat ini,
“Janganlah engkau menuduh seseorang tentang sesuatu yang engkau tidak mempunyai
pengetahuan tentang hal itu”. Sedang Qatadah berkata. “Janganlah engkau berkata
“Aku telah melihat padahal engaku tidak melihat, aku telah mendengar padahal
engkau tidak mendengar, aku mengetahui padahal engkau tidak mengatahui”.
Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban tentang itu semua.
Surah
Al-Isra’ Ayat 37-38
وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَنْ
تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا (37)
كُلُّ ذَٰلِكَ كَانَ
سَيِّئُهُ عِنْدَ رَبِّكَ مَكْرُوهًا (38)
Artinya:
(37). Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan
sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan
sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.
(38). Semua itu kejahatannya amat dibenci di sisi Tuhanmu.
Allah SWT. dalam firman-Nya ini melarang hamba-hambanya
bersikap sombong dan menunjukkan kesombongannya itu dalam cara hidup dan
pergaulannya didalam masyarakat, dalam tingkah lakunya dan lagak lagunya diatas
bumi Allah ini.
“Engkau wahai manusia, Allah berfirman tidak
akan dapat dengan kesombonganmu menembus bumi, dan tidak pula akan dapat
mencapai ketinggian puncak gunung. Semua kejahatannya itu sangat dibenci Allah.
Al-Qur’an
bercerita dalam surat Al-Qashash tentang Qorun seorang dari kaum Nabi Musa yang
kaya raya, karena kesombongannya maka ia telah dibinaskan oleh Allah dan
terbenamlah hidup-hidup ke dalam bumi bersama milik kekayaan yang disombongkan.
B.
Surah Al-An’am Ayat 151-153
Surat Al-An'am Ayat 151
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ
مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ
نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ
مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا
بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (151)
Katakanlah, "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh
Tuhan kalian; yaitu: Janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia,
berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kalian membunuh
anak-anak kalian karena takut kemiskinan Kami akan memberi rezeki kepada kalian
dan kepada mereka dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji,
baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kalian
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang
benar.” Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan kalian kepada kalian supaya
kalian memahaminya).
Kosa Kata
Penting Surah Al-An’aam Ayat 151
1.
Kata تَعَالَوْا
dalam ayat ini dijelaskan sebelumnya bahwa ayat ini menjelaskan sebelumnya
menguraikan makna (halumma) yang inti pada ayat ini ditujukan kepada kaum
musyirikin secara umum.[13]
2.
Kata أَتْلُ terambil dari kata (tilawah) yang pada mulanya mengikuti. Seorang pembaca
maka hati lisan dan seluruhnya mengikutinya. Kata ini memiliki perbedaan dengan
kata (qiraah) yang memiliki arti sama. Kata (atlu) disini lebih pada objek
khusus yaitu wahyu atau sesuatu yang agung. Dan qiraah lebih kepada sesuatu
yang lebih umum.[14]
3.
Kata إِمْلَاقٍ
dalam ayat ini memiliki 3 akar kata yaitu (mim, lam, qaf) yang menunjukkan arti
terlepas, lunak/lembut. Lalu kata ini digunakan untuk kefakiran karena dia
terlepas dari harta bendanya (Ibnu Faris, Mu’jam Alfaz Al-Qur’an).[15]
Tafsir Dan Maknanya
Menurut Imam syafii dalm tafsirnya bahwa tentang larangan membunuh anak ini
bahwa sebagian orang Arab biasanya membunuh anak perempuan mereka yang masih
kecil, karena takut miskin dan sengsara. Larangan ini menujukkan bahwa melarang
kepada siapapun membunuh dengan tanpa sebab yang jelas.[16]
Dalam Tafsir Ibnu Kathir, Al-Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Bakar ibnu Muhammad As-Sairafi, dari Urwah,
telah menceritakan kepada kami Abdus Samad ibnul Fadl, telah menceritakan
kepada kami Malik ibnu Ismail Al-Mahdi, telah menceritakan kepada kami Israil,
dari Abu Ishaq, dari Abdullah ibnu Khalifah yang mengatakan bahwa ia pernah
mendengar Ibnu Abbas berkata bahwa di dalam surat Al-An'am terdapat
ayat-ayat muhkom yang semuanya adalah Ummul Kitab, lalu
ia membacakan firman-Nya: Katakanlah, "Marilah kubacakan apa yang
diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian.” (Al-An'am: 151), hingga
beberapa ayat berikutnya. Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih
sanadnya, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya. Menurut
asar ini diriwayatkan pula oleh Zuhair, Qais ibnur Rabi' keduanya dari Abu Ishaq, dari Abdullah ibnu
Qais, dari Ibnu Abbas dengan sanad yang sama.
Imam Hakim meriwayatkan pula di dalam kitab mustadraknya:
مِنْ حَدِيثِ يَزِيدُ
بْنُ هَارُونَ، عَنْ سُفْيَانَ بْنِ حُسَيْنٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي
إِدْرِيسَ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَيُّكُمْ يُبَايِعُنِي عَلَى ثَلَاثٍ؟ "
-ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {قُلْ
تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ} حَتَّى فَرَغَ مِنَ
الْآيَاتِ -فَمَنْ وَفَّى فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ، وَمَنِ انْتَقَصَ مِنْهُنَّ
شَيْئًا فَأَدْرَكَهُ اللَّهُ بِهِ فِي الدُّنْيَا كَانَتْ عُقُوبَتَهُ وَمَنْ
أُخِّرَ إِلَى الْآخِرَةِ فَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ وَإِنْ
شَاءَ عَفَا عَنْهُ".
Melalui hadis Yazid ibnu Harun, dari Sufyan ibnu Husain, dari Az-Zuhri,
dari Abu Idris, dari Ubadah ibnus Samit yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda, "Siapakah di antara kalian yang mau berbaiat
(mengucapkan janji setia) kepadaku sebanyak tiga kali." Kemudian
Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Katakanlah, "Marilah kubacakan
apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian." (Al-An'am: 151),
hingga beberapa ayat berikutnya. Lalu Rasulullah Saw. bersabda: Barang
siapa yang menunaikannya, maka pahalanya akan diberikan oleh Allah kepadanya.
Dan barang siapa yang mengurangi sesuatu darinya, lalu Allah menimpakan musibah
kepadanya di dunia ini, maka hal itu merupakan hukumannya. Dan barang siapa
yang ditangguhkan sampai di akhirat, maka urusannya terserah kepada Allah; jika
Allah menghendaki, niscaya Dia mengazabnya; dan jika Allah menghendaki, niscaya
memaafkannya. Kemudian Imam Hakim
berkata bahwa hadis ini sahih sanadnya, tetapi keduanya
(Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya. Sesungguhnya yang disepakati oleh
keduanya (Bukhari dan Muslim) hanyalah hadis Az-Zuhri, dari Abu Idris, dari
Ubadah yang mengatakan:
"بَايِعُونِي عَلَى
أَلَّا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا"
Berbaiatlah kalian kepadaku, yaitu: Janganlah kalian mempersekutukan Allah
dengan sesuatu pun, hingga akhir hadis.
Mengenai tafsir ayat ini dapat dikatakan bahwa Allah berfirman kepada Nabi
dan Rasul-Nya (yaitu Muhammad Saw.), "Katakanlah, hai Muhammad, kepada
orang-orang musyrik itu yang telah menyembah selain Allah dan mengharamkan apa
yang Dia rezekikan kepada mereka, serta membunuh anak-anak mereka sendiri, yang
perbuatan tersebut mereka lakukan hanya berdasarkan pendapat-pendapat mereka
sendiri yang dipengaruhi oleh bisikan setan."
Dalam tafsir Al-Qurtubhi bahwa ayat berikut merupakan ayat pembuka dari
kitab Taurat (Menurut Ka’ab bin Ahbar dalam tafsir Ibnu Athiyah yang disebutkan
dari Abu Hayyan dalam Al-Bahr Al-Muhith (4/249)).
{أَتْلُ مَا حَرَّمَ
رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ}
kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian. (Al-An'am: 151).[17]
Makna dalam ayat tersebut bahwa
dalam kitab Sahihain melalui hadis Abu Zar r.a. dan
juga dalam kitab shahih bukhari terdapat hadits yaitu hadits bukhari nomor 6933
menyatakan bahwa
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
بَشَّارٍ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ وَاصِلٍ عَنْ الْمَعْرُورِ
قَالَ سَمِعْتُ أَبَا ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ أَتَانِي جِبْرِيلُ فَبَشَّرَنِي أَنَّهُ مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ
شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ قُلْتُ وَإِنْ سَرَقَ وَإِنْ زَنَى قَالَ وَإِنْ سَرَقَ
وَإِنْ زَنَى
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin
Basyar] telah menceritakan kepada kami [Ghundar] telah menceritakan kepada kami
[Syu'bah] dari [Washil] dari [Al Ma'rur] berkata, "Aku mendengar [Abu
Dzar] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Jibril
menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja yang meninggal
dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk
surga." Maka saya bertanya, 'Meskipun dia mencuri dan berzina? ' Nabi
menjawab: 'Meskipun dia mencuri dan juga berzina'."
(Hadits shahih)
Maksud dari pernyataan tersebut bahwa perbuatan
syirik atau menyekutukan Allah adalah perbuatan dosa paling besar dan dijamin
tidak masuk surga, namun untuk selainnya masih bisa masuk dalam surganya Allah,
tetapi dalam hadits lain bahwa masuk surga tetapi setelahnya neraka
(penghapusan dosa).
Di dalam sebagian kitab musnad dan kitab sunnah disebutkan dari Abu Zar,
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda,
"يَقُولُ اللَّهُ
تَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي فَإِنِّي
أَغْفِرُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ مِنْكَ وَلَا أُبَالِي، وَلَوْ أَتَيْتَنِي
بِقِرَابِ الْأَرْضِ خَطِيئَةً أَتَيْتُكَ بِقِرَابِهَا مَغْفِرَةً مَا لَمْ
تُشْرِكْ بِي شَيْئًا، وَإِنْ أَخْطَأْتَ حَتَّى تَبْلُغَ خَطَايَاكَ عَنَان
السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي، غَفَرْتُ لَكَ"
"Allah Swt. berfirman: 'Hai anak
Adam, sesungguhnya kamu selama masih mau berdoa kepada-Ku dan berharap
kepada-Ku, maka sesungguhnya Aku memberikan ampunan bagi-Mu terhadap semua dosa
yang ada padamu, tanpa Aku pedulikan lagi. Seandainya kamu datang kepada-Ku
dengan membawa dosa sepenuh bumi, niscaya Aku datang kepadamu dengan membawa
ampunan sepenuh bumi, selagi kamu tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun.
Dan jika kamu banyak berdosa sehingga dosamu mencapai puncak langit, kemudian
kamu memohon ampun kepada-Ku. niscaya Aku memberikan ampunan bagimu'.” Dan
hadits tersebut juga memiliki makna yang sama dengan hadits Tirmidzi nomor 3463
yang memiliki makna serupa yaitu:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ إِسْحَقَ الْجَوْهَرِيُّ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ حَدَّثَنَا
كَثِيرُ بْنُ فَائِدٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُبَيْدٍ قَال سَمِعْتُ بَكْرَ بْنَ
عَبْدِ اللَّهِ الْمُزَنِيَّ يَقُولُ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ
اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي
وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ
آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي
غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ
الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ
بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ لَا
نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ
Telah menceritakan kepadaku [Abdullah bin Ishaq
Al Hauhari Al Bashri] telah menceritakan kepadaku [Abu 'Ashim] telah
menceritakan kepada kami [Katsir bin Faid] telah menceritakan kepada kami
[Sa'id bin 'Ubaid] ia berkata; saya mendengar [Bakr bin Abdullah Al Muzani] ia
berkata; telah menceritakan kepada kami [Anas bin Malik] ia berkata; saya
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Allah tabaraka
wa ta'ala berfirman: "Wahai anak Adam, tidaklah engkau berdoa kepadaKu dan
berharap kepadaKu melainkan Aku ampuni dosa yang ada padamu dan Aku tidak
perduli, wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu telah mencapai setinggi langit
kemudian engkau meminta ampun kepadaKu niscaya aku akan mengampunimu, dan Aku
tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepadaKu dengan membawa
kesalahan kepenuh bumi kemudian engkau menemuiKu dengan tidak mensekutukan
sesuatu denganKu niscaya aku akan datang kepadamu dengan ampunan sepenuh
bumi." Abu Isa berkata; hadits adalah hadits hasan gharib, kami tidak
mengetahuinya kecuali dari jalur ini.
Makna hadis ini mempunyai syahid (bukti)
yang menguatkannya di dalam Al-Qur'an, yaitu oleh firman-Nya:
{إِنَّ اللَّهَ لَا
يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ}
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
dosa yang selain dari (syirik) itu,
bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 48 dan 116)
Di dalam hadis sahih Muslim disebutkan sebuah hadis melalui Ibnu Mas'ud yang mengatakan:
Di dalam hadis sahih Muslim disebutkan sebuah hadis melalui Ibnu Mas'ud yang mengatakan:
"مَنْ مَاتَ لَا
يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا، دَخَلَ الْجَنَّةَ"
Barang siapa yang mati dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan
sesuatu pun, niscaya masuk surga.
Dalam Firman Allah Swt selanjutnya yaitu:
{وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا}
berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak (Al-An'am: 151)
Dalam hal ini tuhan telah mewasiatkan dan memerintahkan kepada kalian untuk
berbuat baik kepada kedua orang tua, yakni perlakukanlah mereka dengan
perlakuan yang baik. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain oleh firman-Nya:
{وَقَضَى رَبُّكَ أَلا
تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا}
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kalian jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kalian berbuat baik pada ibu bapak kalian. (Al-Isra: 23)
Sebagian ulama membaca ayat ini dengan bacaan berikut, yaitu:
Sebagian ulama membaca ayat ini dengan bacaan berikut, yaitu:
"وَوَصَّى رَبُّكَ
أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا".
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan, janganlah kalian menyembah selain
Dia dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua." Yakni perlakukanlah
orang tua kalian dengan baik.
Bahkan di dalam kitab Sahihain disebutkan dari sahabat
Ibnu Mas'ud r.a.. :
قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى
اللَّهِ؟ قَالَ: "الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا". قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟
قَالَ: "بِرُّ الْوَالِدَيْنِ". قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ:
"الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ". قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: حَدَّثَنِي
بِهِنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَوِ اسْتَزَدْتُهُ
لَزَادَنِي
bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Amal apakah yang
paling utama?" Rasul Saw. menjawab, "Mengerjakan salat tepat
pada waktunya." Ia bertanya, "Kemudian apa lagi?""
Rasul Saw. menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua." Ia
bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?" Rasul Saw. menjawab, "Jihad
di jalan Allah."' Ibnu Mas'ud r.a. mengatakan, "Kesemuanya itu
disampaikan oleh Rasulullah Saw. kepadaku secara langsung. Seandainya aku
meminta tambahan keterangan, niscaya beliau Saw. memberikan tambahannya
kepadaku".[18]
Dalam firman Allah Swt selanjutnya:
{وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ مِنْ إِمْلاقٍ نَحْنُ
نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ}
dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena kemiskinan, Kami akan
memberi rezeki kepada kalian dan kepada mereka. (Al-An'am: 151)
Menurut Abu Ja’far yang dirujukan pada hadits pilihan dalam tafsir Abu Hatim
bahwa ayat tersebut bermakna janganlah mengkubur hidup-hidup anak dari setiap
kalian karena hal tersebut sangat dilarang oleh Allah. sedangkan dalam tafsir
Ibnu Kathir bahwa hal ini mengiringi perintah berbuat baik kepada anak cucu
atau anak. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَلا تَقْتُلُوا
أَوْلادَكُمْ مِنْ إِمْلاقٍ}
dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena kemiskinan. (Al-An'am: 151)
Demikian itu karena mereka membunuh anak-anak mereka, menuruti bisikan setan kepada mereka. Mereka mengubur bayi-bayi perempuan mereka karena takut aib, adakalanya pula mereka membunuh bayi-bayi laki-laki mereka karena takut jatuh miskin. Karena itu, disebutkan di dalam kitab Sahihain:
Demikian itu karena mereka membunuh anak-anak mereka, menuruti bisikan setan kepada mereka. Mereka mengubur bayi-bayi perempuan mereka karena takut aib, adakalanya pula mereka membunuh bayi-bayi laki-laki mereka karena takut jatuh miskin. Karena itu, disebutkan di dalam kitab Sahihain:
مِنْ حديث عَبْدِ
اللَّهِ ابْنِ مَسْعُودٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: "أَنْ تَجْعَلَ لله ندا وهو خلَقَكَ".
قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: "أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَم
مَعَكَ". قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قال: "أن تُزَاني حَلِيلَةَ جَارِكَ".
ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَالَّذِينَ لَا
يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ
اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ}
melalui hadis Abdullah ibnu Mas'ud r.a., bahwa Abdullah Ibnu Mas'ud pernah
bertanya kepada Rasulullah Saw., "Dosa apakah yang paling besar?"
Rasulullah Saw. bersabda, "Bila kamu menjadikan tandingan bagi
Allah, padahal Dialah Yang menciptakan kamu." Ibnu Mas'ud bertanya,
"Kemudian apa lagi?" Rasul Saw. menjawab, "Bila kamu
membunuh anakmu karena takut si anak ikut makan bersamamu." Ibnu
Mas'ud bertanya lagi, "Kemudian dosa apa lagi?" Rasul Saw. menjawab,
"Bila kamu menzinai istri tetanggamu." Kemudian
Rasulullah Saw. membacakan ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan
orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang
benar, dan tidak berzina. (Al-Furqan: 68), hingga akhir ayat.
Firman Allah Swt selanjutnya:
{وَلا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا
بَطَنَ}
dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang
tampak di antaranya maupun yang tersembunyi. (Al-An'am: 151)
Perihalnya sama dengan makna yang terdapat di dalam ayat lain, yaitu
firman-Nya:
{قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ
رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ
بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنزلْ بِهِ سُلْطَانًا
وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ}
Katakanlah, "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang
tampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia
tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) kalian
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk
itu dan (mengharamkan) kalian mengada-adakan terhadap Allah
apa yang tidak kalian ketahui.” (Al-A’raf: 33)
Dan dalam beberapa pernytaan seperti diceritakan dari Al Husain bin faraj,
ia berkata: Aku mendengar Abu Muadz berkata: bahwa Adh-Dhahhak berfirman Allah
swt: janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak
maupun tersembunyi. Hal ini juga berkaitan dengan kebiasaan orang jahiliyah
yang sering melakukan zina secara secara tersembunyi dan menyatakan bahwa
hukumnya halal.[19]
Firman Allah Swt selanjutnya:
{وَلا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ
إِلا بِالْحَقِّ}
dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang
benar. (Al-An'am: 151)
Firman ini merupakan nas dari Allah yang mengukuhkan apa yang dilarang-Nya,
karena sesungguhnya makna firman ini telah terkandung di dalam pengertian
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi. Di
dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Ibnu Mas'ud r.a. yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا يَحِلُّ دَمُ
امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنِّي رَسُولُ
اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: الثَّيِّبِ الزَّانِي، والنفس بالنفس، والتارك
لدينه المفارق للجماعة"
Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah dan saya adalah utusan Allah, terkecuali karena salah satu dari
tiga perkara berikut, yaitu: Duda (janda) yang berzina, membunuh jiwa, dan meninggalkan agamanya,
memisahkan diri dari jamaah.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah ibnu Amr r.a., dari Nabi Saw.
secara marfu':
"من قتل مُعاهِدًا
لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ
أَرْبَعِينَ عَامًا"
Barang siapa yang membunuh kafir mu'ahad. maka ia tidak dapat mencium
baunya surga, padahal sesungguhnya bau surga itu benar-benar dapat tercium dari
jarak perjalanan empat puluh tahun.
Dari sahabat Abu Hurairah r.a.. dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"مِنْ قَتْلَ
معاهَدًا لَهُ ذِمَّة اللَّهِ وذمَّة رَسُولِهِ، فَقَدَ أَخَفَرَ بِذِمَّةِ
اللَّهِ، فَلَا يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ، وَإِنَّ رِيحَهَا لِيُوجَدُ مِنْ
مَسِيرَةِ سَبْعِينَ خَريفًا"
Barang siapa yang membunuh seorang mu'ahad yang berada di dalam jaminan
keselamatan Allah dan Rasul-Nya, berarti dia telah melanggar jaminan Allah.
Maka dia tidak dapat mencium baunya surga, padahal sesungguhnya baunya surga
dapat tercium dari jarak perjalanan tujuh puluh musim gugur (tahun).
Hadis riwayat Ibnu Majah dan Imam Turmuzi. Imam Turmuzi mengatakan bahwa
hadis ini hasan sahih.
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ}
Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan kalian kepada kalian supaya
kalian memahaminya). (Al-An'am: 151)
Yakni inilah di antara apa yang diperintahkan Allah kepada kalian, supaya
kalian memahami perintah Allah dan larangan-Nya.
Kesimpulannya dalam penjelasan diatas bahwa dalam surah al-an’aam
ayat 151 terdapat 5 makna ajaran dari kesepakatan ulama tentang 10 pokok inti
“al-Wasaya al-Asyr dalam ayat 151-153 yaitu:
1.
Jangan mempersekutukan Allah
2.
Berbuat baik kepada kedua orangtua
3.
Jangan membunuh anak karena takut miskin
4.
Jangan mendekati kejahatan baik secara terang-terangan atau
sembunyi-sembunyi
5.
Jangan membunuh jiwa yang diharamkan membunuh oleh Allah
Surat Al-An'am Ayat 152
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ
الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا
الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَبِعَهْدِ اللَّهِ
أَوْفُوا ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (152)
Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa Dan sempurnakanlah takaran dan
timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang, melainkan
sekadar kesanggupannya Dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian
berlaku adil kendati pun dia adalah kerabat (kalian), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian ingat.
Kosa
Kata Penting Surah Al-An’aam Ayat 152:
1.
Kata أَوْفُو
dalam ayat ini menjelaska tentang kesempurnaan yang mana intinya bukan hanya
pada memenuhi tidak mengurangi tetapi pada kesempurnaannya dalam menimbang dan
takaran tersebut (menurut Thahir Ibn Asyur). Jika dahulu untuk takaran lebih
kepada kurma, anggur dan sejenis, sedangkan timbangan untuk perak dan emas.[20]
2.
Kata أَشُدَّهُ
dalam ayat ini berasal dari 3 akar kata yaitu (sin, dal, dal) yang berarti
kuat, keras. Kata ini bisa digunakan untuk badan (attahrim ayat 6 dkk), ikatan
(muhammad ayat 4), jiwa (al-an’am ayat 152) dan siksaan (saba’ ayat 46). Dan
kata dalam surat ini dianrtikan anak muda yang beranjak ke jenjang dewasa.
Kekuatan fisiknya sudah kelihatan, pemikirannya sudah mulai matang, maka pada
saat itulah amalnya dicatat.[21]
3.
Kata لْقِسْطِ
disini mengandung makna rasa senang dan rela dari kedua pihak yang
bertransaksi, karena itu, ia bukan hanya sekedar adil saja.[22]
4.
Kata بِعَهْدِ اللَّه
(abdillah) disini artinya janji Allah. dimana maksud dalam ayat ini yaitu
suatau perjanjian dalam syariat agama yang kamu akui atau perintah Allah yang
harus dipelihara dan dipenuhi dan semua makna ini benar.[23]
Tafsir Dan Maknanya
Ata ibnus Saib telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas,
bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kalian dekati
harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat. (Al-An'am:
152) dan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak
yatim secara aniaya. (An-Nisa: 10), hingga akhir ayat. Maka semua
orang yang di dalam asuhannya terdapat anak yatim pulang, lalu memisahkan
makanannya dari makanan anak yatim, dan memisahkan minumannya dari minuman anak
yatim, sehingga akibatnya ada makanan yang lebih, tetapi tetap dipertahankan
untuk anak yatim, hingga si anak yatim memakannya atau dibiarkan begitu saja
sampai basi. Hal ini terasa amat berat oleh mereka, kemudian mereka mengadukan
hal itu kepada Rasulullah Saw. Lalu turunlah firman Allah SWT: Dan
mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah, "Mengurus urusan
mereka secara patut adalah baik, dan jika kalian menggauli mereka, maka mereka
adalah saudara kalian.” (Al-Baqarah: 220) Akhirnya mereka kembali
mencampurkan makanan dan minuman mereka dengan makanan dan minuman anak-anak
yatim mereka.
Demikianlah menurut riwayat Imam Abu Daud.
Demikianlah menurut riwayat Imam Abu Daud.
Sedangkan dalam pendapat lainnya seperti dalam tafsir Athabari dijelaskan
bahwa Al-mutsanna menceritakan kepadaku, ia berkata: Al-Hamani menceritakan
kepada kami, ia berkata: syarik menceritakan kepada kami dari Laits, dari
Mujahid tentang Firman Allah yaitu: janganlah kamu dekati harta anak yatim
kecuali dengan cara bermamfaat, maksudnya adalah berdagang dengan
mengunakannya.[24]
Firman Allah Swt.:
{حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ}
hingga sampai ia dewasa. (Al-An'am: 152)
Asy-Sya'bi dan Imam Malik serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari
kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hingga si anak
yatim mencapai usia balig.
Firman Allah Swt.:
{وَأَوْفُوا الْكَيْلَ
وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا }
Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan
beban kepada seseorang melainkan sekadar kemampuannya (Al-An'am: 152)
Allah Swt. memerintahkan agar keadilan ditegakkan dalam menerima dan memberi (membeli dan menjual). Sebagaimana Dia mengancam orang yang meninggalkan keadilan dalam hal ini melalui firman-Nya:
Allah Swt. memerintahkan agar keadilan ditegakkan dalam menerima dan memberi (membeli dan menjual). Sebagaimana Dia mengancam orang yang meninggalkan keadilan dalam hal ini melalui firman-Nya:
{وَيْلٌ
لِلْمُطَفِّفِينَ * الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ *
وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ * أَلا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ
مَبْعُوثُونَ * لِيَوْمٍ عَظِيمٍ * يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ
الْعَالَمِينَ}
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang
curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang
lain, mereka meminta dipenuhi; dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk
orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu menyangka bahwa
sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang
besar, (yaitu) hari (ketika)manusia berdiri menghadap Tuhan
semesta alam? (Al-Mutaffifin: 1-6)[25]
Allah Swt. telah membinasakan suatu umat di masa lalu karena mereka
mengurangi takaran dan timbangannya.
وَفِي كِتَابِ
الْجَامِعِ لِأَبِي عِيسَى التِّرْمِذِيِّ، مِنْ حَدِيثِ الْحُسَيْنِ بْنِ قَيْسٍ
أَبِي عَلِيٍّ الرّحَبي، عَنْ عِكْرِمة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِ الْكَيْلِ وَالْمِيزَانِ:
"إِنَّكُمْ وُلّيتم أَمْرًا هَلَكَتْ فِيهِ الْأُمَمُ السَّالِفَةُ
قَبْلَكُمْ".
Di dalam Kitabul Jami' milik Abu Isa Ath-Thurmuzi
disebutkan melalui hadis Al-Husain ibnu Qais Abu Ali Ar-Rahbi, dari Ikrimah,
dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada
para pemilik takaran dan timbangan: Sesungguhnya kalian diserahi suatu
urusan yang pernah membuat binasa umat-umat terdahulu sebelum kalian karenanya.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa kami tidak mengenalnya sebagai
hadis marfu' kecuali melalui hadis Al-Husain, padahal dia
orangnya daif dalam meriwayatkan hadis. Sesungguhnya telah
diriwayatkan hadis ini dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abbas secara mauquf.
Firman Allah Swt.:
{وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى
وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ }
Dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendati pun
dia adalah kerabat (kalian), dan
penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar
kalian ingat. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat
lain oleh firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ}
hai orang-orang
yang beriman, hendaklah kalian jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena
Allah, menjadi saksi dengan adil. (Al-Maidah: 8), hingga akhir ayat.
Kesimpulan dalam surat Al-An’am ayat 152 ini melanjutkan dari pokok 10 hal
yaitu nomor 6-9.
1.
Jangan mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermamfaat
2.
Keharusan menyempurnakan takaran dan timbangan
3.
Berlaku adil dalam perkataan, meskipun terhadap keluarga
4.
Memenuhi janji Allah
Surat Al-An'am, Ayat 153
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ
وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ
وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (153)
Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka
ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang
lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya.
Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa.
Kosa
Kata Penting Surah Al-An’aam Ayat 153:
1. Kata سَبِيلِهِ
yang memiliki arti jalan disni memiliki perbedaan dengan kata (shirathi) yang
memiliki arti jalan juga. Seperti yang telah dijelaskan dalam surah al-fatihah
dalam tafsir al-misbah bahwa kata shirathi memiliki makna jalan luas, lebar dan
benar, sedangkan sabil adalah jalan yang kecil atau lorong dan belum tentu
mengarah kepada jalan yang benar (sirathi al mustaqim). Dan dalam ayat ini
sebenanrnya menegaskan agar tidak mengunakan jalan kecil tersebut agar tidak
tersesat.[26]
Tafsir Dan Maknanya
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan firman-Nya: dan janganlah kalian mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. (Al-An'am: 153) Juga mengenai
firman-Nya: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah belah
tentangnya. (Asy-Syura: 13) dan ayat lainnya yang semakna dalam Al-Qur'an.
Ibnu Abbas berkata bahwa Allah memerintahkan kepada kaum mukmin untuk berjamaah
(bersatu) dan melarang mereka berselisih pendapat dan bercerai-berai. Kemudian
Allah memberitahukan kepada mereka, sesungguhnya telah binasa orang-orang
sebelum mereka hanyalah karena pertikaian dan permusuhan mereka dalam agama
Allah. Hal yang semisal disebutkan pula oleh Mujahid dan lain-lainnya yang
bukan hanya seorang.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا
الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ: شَاذَانُ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ -هُوَ ابْنُ
عَيَّاشٍ -عَنْ عَاصِمٍ -هُوَ ابْنُ أَبِي النُّجُودِ -عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ -هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -قَالَ: خَطَّ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا بِيَدِهِ، ثُمَّ قَالَ:
"هَذَا سَبِيل اللَّهِ مُسْتَقِيمًا". وَخَطَّ عَلَى يَمِينِهِ
وَشِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: "هَذِهِ السُّبُل لَيْسَ مِنْهَا سَبِيلٌ إِلَّا عَلَيْهِ
شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ". ثُمَّ قَرَأَ: {وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي
مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ
سَبِيلِهِ}
Imam Ahmad ibnu Hambal
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Aswad ibnu Amir Syazan. telah
menceritakan kepada kami Abu Bakar (yaitu Ibnu Ayyasy), dari Asim (yaitu Ibnu
Abun Nujud), dari Abu Wail, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw, membuat sebuah garis dengan tangannya (di tanah),
kemudian bersabda: "Ini jalan Allah yang lurus.” Lalu beliau Saw.
membuat garis di sebelah kanan dan kirinya, kemudian bersabda, "Ini
jalan-jalan lain, tiada suatu jalan pun darinya melainkan terdapat setan yang
menyerukan kepadanya." Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: dan
bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Kuyang lurus, maka
ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang
lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalanNya. (Al-An'am:
153). Hal yang sama
diriwayatkan oleh Imam Hakim, dari Al-Asam, dari Ahmad ibnu Abdul Jabbar, dari
Abu Bakar ibnu Ayyasy dengan sanad yang sama. Selanjutnya Imam Hakim mengatakan
bahwa hadis ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim)
tidak mengetengahkannya.
Begitupula dalam hadits yang lainnya yang diumpamakan sebuah garis yang rasulullah ceritakan dalam riwayatnya dalam Hadits Ibnu Majah no 11 yaitu:
Begitupula dalam hadits yang lainnya yang diumpamakan sebuah garis yang rasulullah ceritakan dalam riwayatnya dalam Hadits Ibnu Majah no 11 yaitu:
حَدَّثَنَا
أَبُو سَعِيدٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ
قَالَ سَمِعْتُ مُجَالِدًا يَذْكُرُ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ قَالَ كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَخَطَّ خَطًّا وَخَطَّ خَطَّيْنِ عَنْ يَمِينِهِ وَخَطَّ خَطَّيْنِ عَنْ
يَسَارِهِ ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ فِي الْخَطِّ الْأَوْسَطِ فَقَالَ هَذَا سَبِيلُ
اللَّهِ ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ { وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا
فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ }
Telah menceritakan kepada kami [Abu Sa'id Abdullah bin Sa'id] berkata,
telah menceritakan kepada kami [Abu Khalid Al Ahmar] ia berkata; aku mendengar
[Mujalid] menyebutkan dari [Asy Sya'bi] dari [Jabir bin Abdullah] ia berkata;
"Kami berada di sisi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau lalu
membuat satu garis, kemudian membuat dua garis di sisi kanannya dan dua garis
lagi di sisi kirinya. Kemudian beliau meletakkan tangannya di garis yang tengah
seraya bersabda: " Inilah jalan Allah." Kemudian beliau membaca ayat
ini: "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka
ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena
jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya." (Hadits Ibnu Majah no 11).[27]
Kesimpulannya dari surat al-an’aam ayat 153 adalah pokok kaidah ke 10 yaitu:
mengikuti jalan Allah dan rasulnya yang lurus dan tetap menjaga sehingga
terhindar dari perpecahan.
C. Hadits Bukhari
No 12
حَدَّثَنَا
مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ حُسَيْنٍ
الْمُعَلِّمِ قَالَ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ
لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] berkata, telah
menceritakan kepada kami [Yahya] dari [Syu'bah] dari [Qotadah] dari [Anas] dari
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Dan dari [Husain Al Mu'alim] berkata, telah
menceritakan kepada kami [Qotadah] dari [Anas] dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, beliau bersabda: "Tidaklah beriman seseorang dari kalian
sehingga dia mencintai untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai untuk dirinya
sendiri". (Hadits bukhari nomor 12)
Tanda mencintai sesama mukmin nampak pada
hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu berikut ini, di
mana Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Salah
seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia
mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
(HR. Bukhari No 13 dan Muslim No 45). Dalam hal ini mencintai bisa jadi
berkaitan dengan urusan diin (agama), bisa jadi berkaitan dengan urusan dunia.
Rinciannya sebagai berikut:
1- Sangat suka jika dirinya mendapatkan
kenikmatan dalam hal agama, maka wajib baginya mencintai saudaranya sebagaimana
ia mencintai dirinya mendapatkan hal itu. Dan sebaliknya jika saudaranya
mendapat hidayah maka iapun suka, dan hukumnya wajib.
2- Sangat suka jika dirinya memperoleh dunia,
maka ia suka saudaranya mendapatkan hal itu pula. Namun untuk kecintaan kedua
ini dihukumi sunnah. Misalnya, suka jika saudaranya diberi keluasan rezeki
sebagaimana ia pun suka dirinya demikian, maka dihukumi sunnah. Begitu juga
suka saudaranya mendapatkan harta, kedudukan, dan kenikmatan dunia lainnya, hal
seperti ini dihukumi sunnah.[28]
Kesimpulannya, mencintai orang mukmin
sebagaimana ia mencintai untuk dirinya sendiri jika berkaitan dengan hal dunia,
dihukumi sunnah. Sedangkan jika berkaitan dengan hal agama, dihukumi wajib
mencintai saudaranya semisal yang kita peroleh.
D.
Hadits Bukhari No 5538
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ
أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَبَّلَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ وَعِنْدَهُ الْأَقْرَعُ
بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِيُّ جَالِسًا فَقَالَ الْأَقْرَعُ إِنَّ لِي عَشَرَةً مِنْ
الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ
Artinya: Telah
menceritakan kepada kami [Abu Al Yaman] telah mengabarkan kepada kami [Syu'aib]
dari [Az Zuhri] telah menceritakan kepada kami [Abu Salamah bin Abdurrahman]
bahwa [Abu Hurairah] radliallahu 'anhu berkata; "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam pernah mencium Al Hasan bin Ali sedangkan disamping beliau ada
Al Aqra' bin Habis At Tamimi sedang duduk, lalu Aqra' berkata;
"Sesungguhnya aku memiliki sepuluh orang anak, namun aku tidak pernah
mencium mereka sekali pun, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
memandangnya dan bersabda: "Barangsiapa tidak mengasihi maka ia tidak akan
dikasihi." (Hadits Bukhari Nomor 5538)
Dalam
hadits diatas menjelaskan bagaimana gambaran wajib untuk saling mengasihi antar
sesama manusia atau umat muslim terlebih adalah keluarga sendiri baik masih
kecil atau sudah lanjut usia.
E.
Hadits Bukhari No 5525
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ
حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ
جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ قَالَ إِنَّ جُبَيْرَ بْنَ مُطْعِمٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ
سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ
الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
Artinya: Telah
menceritakan kepada kami [Yahya bin Bukair] telah menceritakan kepada kami [Al
Laits] dari ['Uqail] dari [Ibnu Syihab] bahwa [Muhammad bin Jubair bin Muth'im]
berkata; bahwa [Jubair bin Muth'im] telah mengabarkan kepadanya bahwa dia
mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak akan masuk surga
orang yang memutus tali silaturrahmi." (Hadits Bukhari Nomor 5525).[29]
Tidak ada perbedaan pendapat bahwa secara umum
silaturahmi hukumnya wajib, dan memutuskannya merupakan dosa besar. Ini
berdasarkan perintah dari Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya agar menyambung
silaturahmi. Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ
وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.(an-Nisa’/4:
1)
F.
Hadits Bukhari No 5596
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ هَمَّامٍ قَالَ
كُنَّا مَعَ حُذَيْفَةَ فَقِيلَ لَهُ إِنَّ رَجُلًا يَرْفَعُ الْحَدِيثَ إِلَى
عُثْمَانَ فَقَالَ لَهُ حُذَيْفَةُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَتَّاتٌ
Artinya: Telah
menceritakan kepada kami [Abu Nu'aim] telah menceritakan kepada kami [Sufyan]
dari [Manshur] dari [Ibrahim] dari [Hammam] dia berkata; "Kami pernah
bersama [Hudzaifah], lalu di beritahukan kepadanya bahwa ada seseorang yang
merafa'kan (menyandarkan) hadits kepada Utsman, lantas Hudzaifah berkata kepada
orang tersebut; "Saya mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba."
(Hadits Bukhari Nomor 5596).[30]
Hadits
diatas menjelaskan tentang Namimah atau adu domba yang merupakan perbuatan
menukil ucapan sebagian orang lalu membawanya kepada sebagian orang lainnya
dengan tujuan untuk merusak hubungan baik di antara kedua golongan tersebut.
Ini merupakan amalan yang sangat tercela, Allah Ta’ala sendiri yang langsung
mencelanya dan melarang kaum muslimin untuk mendengarkan celaannya. Allah
Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan
janganlah kamu mengikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang
banyak mencela, yang kesana kemari mengadu domba, yang banyak menghalangi
perbuatan baik, yang melampaui batas, lagi banyak dosa.” (QS. Al-Qalam: 10-12)
Namimah
termasuk dari dosa-dosa besar, karenanya Nabi shallallahu alaihi wasallam
mengabarkan bahwa di antara amalan yang paling banyak menyebabkan seseorang
disiksa dalam kuburnya adalah karena dia melakukan namimah di muka bumi ini.
Adapun maksud kalimat ‘disiksa
bukan karena sesuatu yang besar’ dalam
hadits Ibnu Abbas di atas, maka itu bukan berarti kedua amalan itu bukanlah
dosa besar. Akan tetapi yang dimaksud adalah bahwa kedua amalan itu kecil atau
enteng di mata mereka berdua atau di mata banyak manusia, akan tetapi
sebenarnya kedua amalan ini sangat besar dosanya di mata Allah Ta’ala.
G.
Hadits Bukhari No 6828
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ
زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ وَأَبِي ظَبْيَانَ عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَرْحَمُ اللَّهُ
مَنْ لَا يَرْحَمُ النَّاسَ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Salam] telah
menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari [Al A'masy] dari [Zaid bin Wahb]
dan [Abu dlabyan] dari [Jarir bin Abdullah] berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah tak bakalan menyayangi siapa
saja yang tidak menyayangi manusia." (Hadits Bukhari Nomor 6828)[31]
Dalam hal hadits ini menjelaskan tentang keutamaan sifat penyayang
bagi sesama manusia. Baik terhadap kelurga ataupun bukan keluarganya. Hal ini
sangat penting demi menjaga silaturrahim dan juga sesama keluarga atau saudara.
Maka hendaknya seseorang muslim menumbuhkan sifat penyayang tersebut di dalam
kehidupannya, apalagi dalam beberapa keterangan bahwa siapa yang memiliki sifat
ini memiliki hikmah seperti:
1.
Diampuni Dosanya
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu : ia berkata:
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ امْرَأَةً
بَغِيًّا رَأَتْ كَلْبًا فِي يَوْمٍ حَارٍّ يُطِيفُ بِبِئْرٍ قَدْ أَدْلَعَ
لِسَانَهُ مِنْ الْعَطَشِ فَنَزَعَتْ لَهُ بِمُوقِهَا فَغُفِرَ لَه( رواه مسلم)
Artinya: “Dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa pada suatu hari
yang sangat panas seorang wanita pelacur melihat seekor anjing sedang
mengelilingi sebuah sumur sambil menjulurkan lidahnya karena kehausan. Ia
kemudian melepas sepatu kulitnya (untuk mengambil air sumur yang akan
diminumkan kepada anjing), lalu wanita itu diampuni dosanya” (HR.Muslim)
Dan
sebaliknya ancaman bagi yang tidak memilki Sifat Penyayang yaitu diancam di
neraka
Dari
Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu : ia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
((عُذِّبَتْ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ فَدَخَلَتْ فِيهَا
النَّارَ لَا هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَسَقَتْهَا إِذْ حَبَسَتْهَا وَلَا هِيَ
تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ)). ( رواه مسلم)
Artinya: Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seorang
wanita disiksa karena mengurung seekor kucing sampai mati. Kemudian wanita itu
masuk neraka karenanya, yaitu karena ketika mengurungnya ia tidak memberinya
makan dan tidak pula memberinya minum sebagaimana ia tidak juga melepasnya
mencari makan dari serangga-serangga tanah” (HR.Muslim).[32]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam
surah Al-Isra’ ayat 31-38 mengandung 7 makna yaitu: larangan membunuh anak
karena takut miskin, jangan mendekati zina, jangan membunuh tanpa alasan yang
benar, jangan mendekati harta anak yatim, sempurnakan takaran dan timbangan
dengan benar, jangan mengikuti yang tidak berpengetahuan tentangnya, dan jangan
sombong. Sedangkan surat al-an’aam ayat 151-153 mengandung sepuluh makna yaitu:
jangan mempersekutukan allah, berbuat baik kepada kedua orangtua, jangan
membunuh anak karena takut miskin, jangan mendekati kejahatan baik secara
terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, jangan membunuh jiwa yang diharamkan
membunuh oleh allah, jangan mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih bermamfaat, keharusan menyempurnakan takaran dan timbangan, berlaku
adil dalam perkataan, meskipun terhadap keluarga, memenuhi janji allah dan mengikuti jalan allah dan rasulnya yang lurus
sehingga terhindar dari perpecahan
Dan
dalam hadits sendiri yaitu hadits bukhari nomor 12 mengandung makna mencintai
orang lain seperti dirinya sendiri. Hadits bukhari nomor 5538 mengandung makna
saling mengasihi. Hadits bukhari nomor 5525 mengandung makna jangan memutus
tali persaudaraan. Hadits bukhari nomor 5596 mengandung makna jangan mengadu
domba dan hadits bukhari nomor 6828 mengandung makna untuk saling menyayangi.
[1]
Yusuf Qordhawi , Masyarakat Berbasis Syari’at Islam. terj. Abdus Salam
Masykur, Solo: Intermedia, 2003, jilid: 1, hal.11-12
[2]
https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/893
[3]
https://www.bps.go.id/dynamictable/2018/05/30/1403/jumlah-kasus-kejahatan-pembunuhan-pada-satu-tahun-terakhir-2011---2015.html
[5]Salim
Bahreisy & Said Bahreisy,Terjemah Singkat Tafsir Ibu Katsier Jilid V, (Surabaya: PT Bina Ilmu), hlm.
38
[11]Salim
Bahreisy & Said Bahreisy,Terjemah Singkat Tafsir Ibu Katsier Jilid V, (Surabaya: PT Bina Ilmu), hlm 42-43
[13]
Quraish Shihab, Tafisr Al-Misbah Jilid III, Tanggerang: Lentera hati,
2016, hlm. 729
[14]
Ibid, hlm. 730
[15]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Lentera Abadi,
2010, hlm. 269
[16]
Ahmad Musthafa al-Farran, Tafsir Imam Syafi’i, Jakarta: Almahira, 2008, hlm.
497
Penjelasan ini
dapat dilihat secara lengkap di Al-Umm Jilid VI, hlm 3. Lihat juga di
Mukhtashar al-Muzanni, hlm 237, dan lihat juga di al-Umm jilid VII hlm 5.
Imam Syafii. Kitab Al-Umm jilid VI.
[17]
Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, hlm 323.
[18]
Dalam hadits ini juga terdapat makna yang sama dalam hadits Bukhari Muslim
dalam Tafisr al-quran terbitan Kemenag RI Jilid III halaman 271.
[19]
Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, hlm
323.
Penjelasan ini
bisa bisa dilihat juga di dalam kitab Ad Al-Masir karya Ibnu Al-Jauzi (3/148)
dan dalam An-Nukat Wa Al Hayyan karya Al Mawardi (2/186).
[20]
Quraish Shihab, Tafisr Al-Misbah Jilid III, Tanggerang: Lentera hati,
2016, hlm. 736
[21]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Lentera Abadi,
2010, hlm. 268
[22]
Quraish Shihab, Tafisr Al-Misbah Jilid III, Tanggerang: Lentera hati,
2016, hlm. 737
[23]
Ibid, hlm. 738
[24] Abu
Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafisr Ath-Thabari, Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008, hlm. 682.
Penjelasan bahwa
hal ini terdapat dalam kitab Zad Al Masir karya Ibnu Al Jauzi (3/149), kitab
Ma’alim at-Tanzil karya Al-Baghawi (2/438), dan dalam tafsir Ibnu Abu Hatim
(5/1418).
[25] Hal
ini juga dijelaskan dalam kitab An-Nukat wa Al Uyun karya Al-Mawardi (2/188),
Kitab Zad Al Masir karya Ibnu Al Jauzi (3/150), dan tafsir Ibnu Abu Hatim
(5/1420 dari Abu Abbas)
[26]
Quraish Shihab, Tafisr Al-Misbah Jilid III, Tanggerang: Lentera hati,
2016, hlm. 740
[27]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Lentera Abadi,
2010, hlm. 268
Penjelasannya
hadits ini juga terdapat yang memiliki makna sama dalam Kitab Sunan Ahmad
An-Nasai dalam Hadits Nasa’i.
[28] Syaikh
Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh, Syarh
Al Arba’in An Nawawiyyah, Surabaya: Darul ‘Ashimah, 1433 H, hlm 13.
[29] Kitab
Fathul Bari, hadits nomor 5984. Hadits serupa diriwayatkan oleh imam Muslim
(no.4636 dan 4637), Abu Daud (no.1445), serta Tirmidzi (no.1832). Shahih
menurut ijma' ulama.
[30]
Hadits ini juga serupa atau memiliki makna yang sama dengan beberapa hadits
yang lainnya seperti: HR. Muslim no. 105, HR. Al-Bukhari no. 6055, Muslim no.
292, dan HR. Muslim no. 2606.
[31] Syaikh Abdul Ghani Al Maqoisi, Umdatul Hikmah, Hadits Bukhari Muslim
Pilihan (penerjemah: Abu Ahmad Abdullah). Media Hidayah, 2014, hlm 76
[32]
Tentang hadits-hadits diatas pula juga terdapat di beberapa kitab seperti dalam
kitab Durratun Nasihin.
As stated by Stanford Medical, It's in fact the ONLY reason women in this country get to live 10 years more and weigh 19 KG lighter than we do.
BalasHapus(And really, it has totally NOTHING to do with genetics or some secret diet and absolutely EVERYTHING to do with "how" they are eating.)
P.S, What I said is "HOW", and not "WHAT"...
Tap on this link to see if this quick quiz can help you find out your real weight loss possibilities