MAKALAH
AKHLAK DAN
METODE PENINGKATANNYA
Makalah ini disusun
untuk menyelesaikan tugas kelompok
Mata Kuliah AkidahAkhlak Semester 5
Dosen Pengampu : Mujtahid, M.Ag
Oleh Kelompok 1 :
Rizafahma Yofi
Fadila (15110251)
Ali Hasan
Assidiqi (16110048)
Aminatunniswah (16110204)
JURUSAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM (PAI-D)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
DAN KEGURUAN (FITK)
UIN MAULANA MALIK
IBRAHIM MALANG
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya kepada kita semua
sehingga dapat menyelesaikan laporan observasi magang ini dengan tiada halangan
suatu apapun. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad Saw yang telah mengajari kita mana yang haq dan mana yang bathil
sehingga kita dapat berjalan lurus di jalan Allah seperti yang kita rasakan
saat ini yaitu addinulislamwaliman.
Kami
menyadari dalam penulisan ini jauh dari kesempurnaan, karena yang mempunyai
kesempurnaan hanyalah Allah Swt. Oleh karena itu kami mengharap kritik ataupun
saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk menuju kesempurnaan dalam
penulisan laporan ini.
Tidak
lupa penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah dengan tema akhlak dan
metode peningkataanya
dengan baik, antara lain :
1.
Bapak Dr. H. Agus Maimun, M.Pd selaku Dekan FITK UIN Maliki Malang
2.
Bapak Mujtahid, M.Ag
selaku dosen pengampu
3.
Dan teman-teman yang membantu dalam segala apapapun
Semoga atas
terselesaikannya makalah ini dapat
memberi manfaat bagi para pembaca, khususnya penulis yang telah membaca dan menulis secara
langsung dan terstruktur tentang hal-hal yang menjadi tugas dan tanggung jawab
kami.
Malang, 11 September
2018
Penyusun
DAFTAR
ISI
Cover............................................................................................................................. i
Kata Pengantar............................................................................................................. ii
Daftar
Isi...................................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................. 2
C. Tujuan Masalah................................................................................................. 3
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak............................................................................................ 4
B. Induk-Induk
Akhlak Terpuji dan Tercela......................................................... 6
C. Macam-Macam
Akhlak..................................................................................... 9
D. Metode Peningkatan Akhlak Terpuji.............................................................. 14
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebahagiaan
yang ingin dicapai dengan menjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana
dengan adanya akhlak yang baik. Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan
tentang keesaan Allah, ibadah yang dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, dan
muamalah yang hanya merupakan peraturan yang tertuang dalam kitab saja, semua
itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut. Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya
adalah pangkalan yang menentukan corak hidup manusia. Akhlak atau moral, atau
susila adalah pola tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan.
Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan
susila adalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, dan sebaliknya
hidup yang tidak bersusila dan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah
menentang kesadaran itu. Kesadaran
akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat
atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah
membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan,
meskipun dia bisa melakukan.
Selain itu jika kita melihat kembali sejarah kebelakang
sebelum islam itu datang, kita dapat temukan refernsi-referensi tentang
tercelanya sifat para kaum-kaum jahiliyah yang tidak mempunyai peradaban yang
murni mereka hanya mengumbar nafsu belaka tanpa mementingkan etika yang baik dan
mulia. Ini semua adalah disebabkan oleh tidak adanya aturan dalam hidup, oleh
sebab itu Allah SWT mengutus seorang nabi yang merupakan nabi dan rosul
terakhir yang diutus hingga akhir zaman untuk menyempurnakan akhlak dimuka bumi
ini terkhusus bagi bangsa arab sendiri sebagaimana diterangkan dalam hadist
berikut: ‘‘Sesungguhnya aku
(Muhammad) di utus untuk menyempurnakan akhlak’’. Dengan adanya hadits
diatas menunjukan kepada kita, bahwa benar-benar nabi kita Muhammad SAW diutus
untuk menyempurnakan dan memaksimalkan akhlak di dunia dalam menuju masa depan karena
dengan akhlak baiklah maka akan berbuah syurga yang dinanti. Maka dengan adanya pengutusan nabi dan rosul terakhir ini terbukti
adanya perubahan yang sangat signifikan yang merubah dari zaman kegelapan
menjadi zaman terang benderang. Keadaan ini pun berlangsung sangat lama karena
benar-benar pengaruh Nabi Muhammad
begitu terasa sehingga penting
untuk mencapai muslim yang sebenarnya Allah dan rasulullah berikan pada kita.
Contoh tersebut dapat kita lihat dalam
kariernya selama 23 tahun, dimana Nabi Muhammad telah memperlihatkan bukan saja
sebagai seorang yang melakukan reformasi moral melalui karier kenabian, tetapi
juga reformasi sosial, bahkan politik, melalui pembentukan sistem masyarakat
dan politik di Madinah.[1] Beliau
berangan-angan mewujudkan suatu masyarakat yang lebih baik dari masyarakat
Jahiliyah. Ketika beliau mulai melangkah dan melaksanakan angan-angannya,
beliau sangat hati-hati menerapkan anjurannya dengan kenyataan yang ada di
lapangan dan tingkat budaya yang telah dicapai oleh kaumnya. Dia melihat ke
depan dengan pelajaran yang telah dialami pada masa lampau. Dia sangat yakin
bahwa perkembangan bertahap, perlahan, dan penuh kebijakan adalah sangat
penting.[2]
Oleh
karena itu maka dapat kita simpukan bahwa penting bagi kita semua untuk
mempelajari dan memperdalam ilmu tentang akhlaq yang mana dimulai dari dasar
yaitu pengertian, induk-induk akhlaq baik dan tercela, macam-macam dan metode
dalam peningkatannya. Dalam makalah inipun tidak jauh berbeda dari pemaparan
diatas bahwa makalah ini akan membahasa tentang dasar akhlaq dan metode
peningkatannya dalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini, penulis ingin membahas secara mendalam dan detail dari
sumber-sumber yang telah diakui tentang akhlak
dan metode peningkatannya yang disimpulkan dalam rumusan masalah sebagai
berikut:
1.
Apa pengertian akhlak?
2.
Apa saja induk-induk akhlak terpuji dan tercela?
3.
Apa saja macam-macam akhlak?
4.
Apa saja metode yang digunakan untuk meningkatkan akhlaq
terpuji dan meminimalisir akhlak tercela?
C. Tujuan
Penulisan
Dalam makalah
ini, yaitu bertujuan sebagai suatu pengantar media
atau perantara kita untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan memperluas Ilmu yang meliputi:
1.
Untuk mengetahui pengertian akhlak.
2.
Untuk mengetahui induk-induk akhlak terpuji dan tercela.
3.
Untuk mengetahui macam-macam akhlak.
4.
Untuk mengetahui dan mengimplementasikan metode dalam
meningkatkan akhlak terpuji dan meminimalisir akhlak tercela.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Akhlak
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata akhlak mempunyai arti budi
pekerti, kelakuan. Artinya akhlak adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh
seseorang, entah baik atau buruk.[3]
Ada dua pendekatan mengenai definisi akhlak, yaitu pendekatan dari aspek
bahasa (etimologi) dan dari sudut istilah Islam (terminologi). Menurut pendekatan
etimologi, perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk
mufradnya “Khuluqun” (خلق)
yang diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat
tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan “Khalkun” (خلق) yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan “Khaliq”
(خالق)
yang bereti Pencipta dan “makhluk” (مخلوق) yang berarti yang diciptakan. Pola-pola bentukan definisi
“akhlak” di atas muncul sebagai mediator yang sarana komunikasi antara Khaliq
(pencipta) dengan makhluk (yang di ciptakan) secara timbal balik, yang kemudian
disebut sebagai hablum minallah. Dan produk hamlum minallah yang verbal,
biasanya lahirlah pada hubungan antarsesama manusia yang disebut dengan hablum
minannas (pola hubungan antarsesama makhluk).[4]
Kemudian adapun komentar
dari Ibnu Athir dalam bukunya An-Nihayah menerangkan, “Hakikat makna khuluq
itu ialah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya),
sedang khalqu merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna kulit,
tinggi rendah tubuhnya, dan lain sebagainya)”.
Identik dengan pendapat
Ibnu Athir ini, Imam Al-Ghazali menyatakan “Bilamana orang mengatakan si A itu
baik khalaqunya dan khuluqnya, berarti si A itu baik sifat
lahirnya dan sifat batinnya”.
Jadi berdasarkan sudut
pandang kebahasaan definisi akhlak dalam pengertian sehari-hari disamakan
dengan “Budi pekerti”, sopan santun, kesusilaan, tata karma (versi bahasa
Indonesia) maka dalam bahasa Inggrisnya disamakan dengan istilah moral
atau ethic.
Adapun dalam bahasa Yunani
maka istilah “akhlak” dipergunakan istilah ethos atau ethikos
atau etika (tanpa memakai huruf H) yang mengandung arti “Etika adalah usaha
manusia untuk memakai akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah
bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik”. Dan etika itu adalah
sebuah ilmu bukan sebuah ajaran.
Dalam sebuah kitab yang
ditulis oleh Abd.Hamid Yunus dinyatakan:
الأخلاق هى صفات الانسا ن الادابية
“Akhlak
ialah segala sifat manusia yang terdidik.”
Memahami ungkapan di atas bisa dimengerti sifat/potensi
yang dibawa setiap manusia sejak lahir: artinya, potensi tersebut sangat
tergantung dari cara pembinaan dan pembentukannya. Apabila pengaruhnya positif,
outputnya adalah akhlak mulia; sebaliknya apabila pembinaanya negatif, yang
terbentuk adalah akhlak mazmunah (tercela).
Selanjutnya
akan dibahas definisi “akhlak” menurut aspek terminologi. Ada beberapa
pakar mengemukakan definisin akhlak yakni:[5]
1. Ibn Miskawih
حال للنفس داعية لها إلى أفعالهى من غير فكر
وروية
“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dulu)”
2. Versi Imam Al-Ghazali
الخلق عبارة عن
هيئة فى النفس راسخة عنها تصدر اللأفعال بسهولة ويسر من غير حاجة إلى فكر وروية
“Akhlak
ialah sesuatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran
(lebih dulu).”
3. Prof. Dr. Ahmad Amin
عرف بعضهم الخلق
بأنه عادة الإرادة يعنى أن الإرادة إذا اعتات شيئا فعادتها هي المسماة با لخلق .
“Sementara
orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan.
Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak”.
Jadi, menurut Ahmad Amin sesuai ungkapan di atas,
kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah bimbang,
sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah
melakukannya. Dan keduanya dari masing-masing kehendak dan kebiasaan ini
mempunyai kekuatan, dan gabungan dari dua kekuatan inilah yang menimbulakan
kekuatan yang lebih besar. Kekuatan tersebut dinamakan akhlak.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
akhlak, yaitu ilmu yang membahas tentang perbuatan mulia serta cara
mengupayakan perbuatan tersebut dan tentang perbuatan buruk serta cara
menjauhinya. Karena itu maka akhlak mulia dan terpuji itu kembali pada iman dan
kepada pengalaman tuntutan iman tersebut. Sebagaimana ia kembali kepada
pikiran-pikiran yang mulia atau kepda perasaan-perasaan yang sangat dalam,
hubungannya dengan Allah Swt.[6]
B.
Induk-Induk Akhlak Terpuji dan Tercela
Dalam berbagai literatur mengenai Ilmu Akhlak Islami,
telah dijumpai uraian mengenai akhlak yang secara garis besar dapat dibagi dua
bagian, yaitu akhlak yang baik (al-akhlak al-karimah), dan akhlak yang
buruk (al-akhlak al-mazmumah). Adapun berbuat adil, jujur, pemaaf, sabar, dermawan, amanah,
misalnya termasuk ke dalam akhlak yang baik. Sedangkan berbuat zalim, pemarah,
berdusta, kikir, dan juga curang termasuk ke dalam akhlak yang buruk.[7]
Secara
teoretis dari macam-macam akhlak tersebut berinduk kepada tiga perbuatan yang
utama, yaitu hikmah (bijaksana), syaja’ah (perwira atau
kesatria), dan iffah (menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat).
Maka dari ketiga macam akhlak tersebut muncul dari sikap adil, yaitu sikap pertengahan yang seimbang dalam mempergunakan ketiga potensi rohaniah yang
terdapat dalam diri manusia, yaitu ‘aql (pemikiran) yang berpusat di
kepala, ghadab (amarah) yang berpusat di dada, dan nafsu syahwat
(dorongan seksual) yang berpusat di perut. Jadi, akal yang digunakan secara
adil itu akan menimbulkan hikmah, sedangkan amarah yang digunakan itu akan
menimbulkan sikap perwira, dan nafsu syahwat yang digunakan secara adil
akan menimbulkan iffah yaitu dapat memelihara diri dari perbuatan
maksiat. Dengan demikian inti akhlak pada akhirnya bermuara pda sikap adil
dalam mempergunakan potensi rihaniahnya. Maka pentingnya bersikap adil ini
didalam al-Qur’an kita jumpai berbagai ayat yang menyuruh manusia agar mampu
bersikap adil. Perhatikan ayat-ayat dibawah ini:[8]
اعْدِلُوْا هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوى (الما
ئدة:8)
Berlaku
adillah, karena itu lebih dekat kepada takwa. (QS. Al-Maidah, 5:8)
وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاس اَنْ
تَحْكُمُوْا بِا لْعَدْلىِ (النساء :58)
Apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. (QS. Al-Nisa, 4:58)
Ayat-ayat tersebut secara keseluruhan bertemakan mengenai
perintah berbuiat adil yang dihubungkan
dengan perbuatan-perbuatan yang baik, seperti bertakwa kepada Allah, berbuat
kebajikan, dan menetapkan keputusan yang bijaksana, juga menjauhi perbuatan
keji. Dengan demikian ayat tersebut dapat dipahami bahwa keadilah erat
kaitannya dengan timbulnya berbagai perbuatan terpuji lainnya.
Pemahaman tersebut akan membawa pada timbulnya teori
pertengahan, yaitu bahwa sikap pertengahan sebagai pangkal timbulnya kebajikan.
Pemahaman ini juga sejalan dengan isyarat yang terdapat dalam hadis Nabi yang
berbunyi,
خَيْرُ ا لاُمُوٌرِ اَوْسَطُهَا (رواه احمد)
Sebaik-baiknya urusan (perbuatan) adalah
yang pertengahan. (HR. Ahmad).
Selanjutnya
maka sebaliknya akhlak yang buruk atau tercela pada dasarnya timbul disebabkan
oleh penggunaan dari ketiga potensi rohaniah yang tidak adil. Akal ini
digunakan secara berlebihan yang akan menimbulkan sikap pintar penipu; dan akal yang digunakan
terlalu lemah akan menimbulkan sikap dungu atau idiot. Dengan demikian akal
yang digunakan secara berlebihan atau terlalu lemah merupakan pangkal timbulnya
akhlak tercela.[9]
Demikian
pula dengan amarah yang digunakan terlalu berlebihan akan menimbulkan sikap
membabi buta atau hantam kromo, yaitu berani tanpa memperhitungkan kebaikan dan
keburukannya. Maka sebaliknya jika amarah digunakan terlalu lemah akan
menimbulkan sikap pengecut. Jadi, penggeunaan amarah secara berlebihan maupun
berkurang sama-sama akan menimbulkan akhlak yang buruk. Berkenaan dengan ini
dalam al-Qur’an dapat dijumpai ayat yang menunjukkan akhlak yang baik yang
dihubungkan dengan sikap yang mampu menahan amarah. Allah befirman.
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّاءِ
وَالضَّرَّاءِ وَاْلكَا ظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَاْلعَا فِيْنَ عَنِ النَّاس (الى
عمران 3:134)
(orang-orang yang
bertaqwa yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang
maupun waktu sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan
(kesalahan) orang lain. (QS. Ali ‘Imran, 3:134).
Pada ayat tersebut kemampuan menahan amarah dijadikan
salah satu sifat orang yang bertakwa dan disebut bersamaan dengan akhlak yang
terpuji lainnya, yaitu menafkahkan sebagian hartanya, baik dalam keadaan lapang
maupun sempit serta mau memaafkan kesalahan orang lain.
Menurut Al-Ghazali pada bagian ketiga kitab Ihya’(al-muhlikat)
al-ghazali akan menjelaskan tentang pengertian
akhlak terpuji dan akhlak yang tercela. Hakikatnya juga tentang tanda-tandanya dan obat bagi akhlak yang
tercela.[10]
Akhlak
yang baik adalah sebagaimana yang diteladankan oleh Rasulullah Saw., juga yang
merupakan dari sikap para shiddiqin. Pada hakikatnya ia adalah bagian
terbesar dari agama, pun buah kegiatan dari muttaqin dan juga sebagai latihan
kaum yang beribadat. Sedangkan akhlak yang tercela adalah racun yang dapat
membunuh, noda yang nyata, sifat kerendahan yang jelas-jelas menjauhkan manusia
dari Allah. Jika meninggalkan maksiat yang dilarang dan berbuat taat yang
diperintah adalah bentuk dari penerapan akhlak, dan al-Ghazali telah menekankan
bahwa meninggalkan maksiat lebih berat dan sulit dibandingkan dengan berbuat
taat.
Maka
karenanya, meninggalkan syahwat yang sering melakukan maksiat merupakan
amal para shiddiqin. Hal ini bukannya tanpa latihan, karena riyadah
al-nafs merupakan bagian dari pekerjaan mereka seperti melihat aib sendiri,
menjaga lidah juga mengendalikan amarah. Latihan itu sendiri bisa menjadi obat
bagi akhlak yang tercela.
Di
antara tanda-tanda akhlak manusia menjadi baik, adalah dengan membiasakannya
dan kemudian merasakan manisnya ibadah yang dilakukan nya. Akhlak yang seperti
itu terintegrasikan dalam diri seseorang sehingga ia tak merasakannya lagi
sebagai sebuah kelebihan. Maka hal ini seperti diceritakan kembali oleh
al-Ghazali dalam kisah Sahl al-Tustari, yang melazimkan kebaikan sebagai sebuah
kebiasaan, sehingga ia merasakan bahwa semuanya merupakan taufik dari Allah
Yang Mahakuasa.[11]
Jadi,
Al-Ghazali memberikan pengertian terhadap beberapa hal, terutama pada
keterhubungan antara hati,ruh, jiwa, dan akal, dengan pembentukan akhlak yang
terpuji dan yang tercela. Juga melatih jiwa dengan membiasakan diri dengan
akhlak-akhlak yang terpuji, yang bersumber pada ruh al-rabbani yang
terletak dalam hati dalam pengertiannya yang kedua (luthf rabbani ruhani),
adalah obat bagi akhlak tercela. Hal ini bisa dimulai dari pandangan yang benar
(ma’rifah) terhadap sifat kesementaraan dunia.
C.
Macam-Macam Akhlak
Dalam
Islam akhlak terbagi ke dalam dua bagian yaitu akhlak yang baik (karimah),
seperti jujur, lurus, berkata benar, menempati janji, dan akhlak jahat atau
tidak baik (akhlak mazmumah), seperti khianat, berdusta, melanggar janji.
Membentuk akhlak yang baik adalah dengan cara mendidik dan membiasakan akhlak
yang baik tersebut, sejak dari kecil sampai dewasa, bahkan sampai di hari tua,
dan sampai menjelang meninggal, sebagaimana perintah menuntut ilmu dimulai
sejak dari ayunan sampai ke liang lahat. Dan untuk memperbaiki akhlak yang
jahat haruslah dengan mengusahakan lawannya, misalnya kikir adalah sifat yang
jahat, diperbaiki dengan mengusahakan lawannya yaitu dengan bersikap pemurah
dalam memberikan derma atau sedekah. Meskipun
pada mulanya amat berat, tetapi dengan berangsur-angsur dapat menjadi ringan
dan mudah. Semua itu dapat dilakukan dengan latihan dan perjuangan secara terus
menerus. Inilah yang dinamakan oleh Imam Al-Ghazali “mujahadah nafs”
(perjuangan melawan hawa nafsu).[12]
Ajaran Islam sangat mengutamakan
akhlak al-karimah, yakni akhlak yang sesuai dengan tuntunan dan tuntutan
syariat Islam. Dalam konsepsi Islam akhlak juga dapat diartikan sebagai suatu
istilah yang mencakup hubungan vertikal antara manusia dengan Khaliknya dan
hubungan horizontal antara sesama manusia. Akhlak dalam Islam mengatur empat
dimensi hubungan, yaitu hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia
dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan
manusia dengan alam sekitar.[13]
1.
Macam-Macam Akhlak Terpuji
a. Akhlak Terhadap Allah
SWT
1) Menauhidkan Allah SWT
Definisi tauhid adalah pengakuan bahwa Allah SWT . satu-satunya
yang memiliki sifat rububiyyah dan uluhiyyah, serta
kesempurnaan nama dan sifat.
Tauhid Rububiyyah, yaitu meyakini bahwa
Allah-lah satu-satunya yang menciptakan alam ini, yang memilikinya, yang
menurunkan rezeki kepada makhluk, yang berkuasa mendatangkan manfaat dan
menimpakan mudarat, yang mengabulkan doa dan permintaan hamba ketika mereka
terdesak, yang berkuasa melaksanakan apa yang dikehendakinya, yang memberi dan
mencegah di tangan-Nya segala kebaikan dan bagi-Nya penciptaan dan juga segala
urusan, Tauhid Uluhiyyah, yaitu mengimani Allah SWT
dan Tauhid Asma dan sifat.
2) Berbaik Sangka (husnu
zhann)
Berbaik sangka terhadap
keputusan Allah SWT. Merupakan salah satu akhlak terpuji kepada-Nya. Diantara
ciri akhlak terpuji adalah ketaatan yang sunguh-sunguh kepada-Nya.
3) Zikrullah
Mengingat Allah
(Zikrullah) adalah asas dari setiap ibadah kepada Allah SWT. Karena merupakan
pertanda hubungan antara hamba dan pencipta pada setiap saat dan tempat.
4) Tawakal
Hakikat tawakal adalah enyerahkan
segala usrusan kepada Allah Azza wa Jalla, membersihkannya
dari ikhtiar yang keliru, dan tetap menampaki kawasan-kawasan hukum dan
ketentuan.
b. Akhlak terhadap Diri
Sendiri
1) Sabar
Secara etimologis,
sabar (ash-shabr) berarti menahan dan mengekang (al-habs
wa al-kuf). Secara terminologis sabar berarti menahan diri dari segala
sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah.[14] Jadi Sabar dapat didefinisikan dengan tahan menderita dan menerima cobaan dengan
hati rida serta menyerahkan diri kepada Allah SWT.
Sabar terbagi menjadi
tiga macam, yaitu: Sabar dari maksiat, artinya bersabar diri untuk tidak melakukan perbuatan
yang dilarang agama. Sabar karena taat kepada Allah SWT, artinya sabar
untuk tetap melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya
sengan senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada-Nya.dan sabar karena musibah,
artinya sabar ketika ditimpa kemalangan dan ujian, serta cobaan dari Allah SWT.[15]
2) Syukur
Syukur merupakan sikap seseorang
untuk tidak menggunakan nikmat yang diberikan oleh Allah SWT dalam melakukan
maksiat kepada-Nya. Bentuk syukur in ditandai dengan keyakinan hati bahwa
nikmat yang diperoleh berasal dari Allah SWT, bukan selain-Nya, lalu diikuti
pujian oleh lisan, dan tidak menggunakan nikmat untuk ssesuatu yang
dibenci pemberinya.
3) Menunaikan Amanah
Pengertian Amanah
menurut arti bahasa adalah kesetiaan, ketulusan hati, kepercayaan, atau
kejujuran, kebalikan dari khianat. Amanah adalah suatu sifat dan sikap pribadi
yang setia, tulus hati dan jujur dalam melaksanakan sesuatu yang dipercayakan
kepadanya, berupa harta benda, rahasia, ataupun tugas kewajiban.[16]
Amanah dalam pengertian yang sempit adalah memelihara titipan dan mengembalikannya
kepada pemiliknya dalam bentuk semula. Sedangkan dalam pengertian yang luas
amanah mencakup banyak hal: menyimpan rahasia orang, menjaga kehormatan orang
lain, menjaga dirinya sendiri, menunaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya
dan lain-lain sebagainya.[17]
4) Benar atau Jujur
Maksud akhlak terpuji
ini adalah berlaku benar dan jujur, baik dalam perkataan maupun dalam
perbuatan. Benar dalam perkataan adalah mengatakan keadaan yang sebenarnya,
tidak mengada-ngada dan tidak pula menyembunyikannya.
5) Menepati Janji
(al-wafa’)
Dalam Islam, janji
merupakan utang. Utang harus dibayar (ditepati). Kalau kita mengadakan
perjanjian pada hari tertentu, kita harus menunaikannya tepat pada waktunya.
Janji mengandung tangung jawab.
6) Memelihara kesucian
diri
Memelihara kesucian
diri (al-iffah) adalah menjaga diri dari segala tuduhan,
fitnah, dan memelihara kehormatan.[18] Secara
etimologis iffah adalah bentuk masdar dari affa-ya’iffu’iffah yang
berarti menjauhkan dari hal-hal yang tidak baik dan juga berarti kesucian
tubuh. Secara terminologis, iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala
hal yang akan merendahkan, merusak, dan menjatuhkannya.[19]
c. Akhlak terhadap
Keluarga
1) Berbakti kepada orang
tua
Berkati kepada orang
tua merupakan faktor utama diterimanya doa seseorang, juga merupakan amal saleh
paling utama yang dilakukan oleh seorang muslim.
2) Bersikap baik kepada
saudara
Agama islam
memerintahkan untuk berbuat baik kepada sanak saudara atau kaum kerabat sesudah
menunaikan kewajiban kepada Allah SWT dan ibu bapak. Hidup damai dengan saudara
dapat tercapai apabila tetap terjalin dengan saling pengertian dan tolong
menolong.
d. Akhlak Terhadap
Masyarakat
1) Berbuat baik kepada
tetangga
Tetangga adalah orang terdekat dengan
kita. Dekat bukan karena pertalian darah atau pertalian persaudaraan. Bahkan,
mungkin tidak seagama dengan kita. Dekat disini adalah orang yang tinggal
berdekatan dengan rumah kita.
2) Suka menolong Orang
lain
Orang mukmin apabila
melihat orang lain tertimpa kesusahan akan tergerak hatinya untuk menolong
mereka sesuai dengan kemampuannya. Apabila tidak asa bantuan berupa benda, kita
dapat membantu orang tersebut dengan nasehat atau kata-kata yang dapat
menghibur hatinya.
e. Akhlak Terhadap
Lingkungan
Dalam pamdangan akhlak islam,
seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau memetik bunga
sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk
untuk mencapai tujuan penciptaannya. Ini berarti manusia
dituntut untuk menghormati proses-proses yang sedang berjalan dan terhadap
semua proses yang sedang terjadi.[20]
2.
Macam-Macam Akhlak Tercela
a. Syirik
Syirik secara bahasa adalah menyamakan dua hal, sedang menurut pengertian
istilah, terdiri atas definisi umum dan definisi khusus. Definisi umum adalah
menyamakan sesuatu dengan Allah dalam hal-hal yang secara khusus dimilik Allah.
Definisi syirik secara khusus adalah menjadikan sekutu selain Allah SWT dan
memperlakukannya seperti Allah SWT seperti berdoa dan meminta syafaat.
b. Kufur
Kufur secara bahasa berarti menutupi. Kufur merupakan kata sifat darikafir. Jadi,
kafir adalah orangnya, sedangkan kufur adalah sifatnya.
Menurut syara’, kufur adalah tidak beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, baik
dengan mendustakan atau tidak mendustakan.
c. Nifak dan Fasik
Secara bahasa, nifak berarti lubang tempat keluarnya yarbu (binatang
sejenis tikus) dari sarangnya. Jika ia dicari dari lubang yang satu, ia akan
keluar dari lubang lain. Dikatakan pula, kata nifak berasal dari kata yang
berarti lubang bawah tanah tempat bersenmbunyi.
d. Takabur dan Ujub
Takabur terbagi menjadi dua bagian, yaitu takabur batin dan lahir, takabur
batin adalah perilaku dan akhlak diri, sedangkan takabur lahir adalah
perbuatan-perbuatan anggota tubuh yang muncul dari takabur batin.
Perbuatan-perbuatan buruk yang muncul dari takabur batin sangat banyak sehingga
tidak dapat disebutkan satu persatu.
e. Ujub
Diantara sifat buruk manusia yang banyak merusak kehidupan adalah dengki.
Dalam bahasa Arab, dengki disebut hasad, yaitu perasaan yang timbul dalam diri
seseorang setelah memandang sesuatu yang tidak dimiliki olehnya, tetapi
dimiliki oleh orang lain, kemudian dia menyebarkan berita bahwa yang dimiliki
orang tersebut diperoleh dengan tidak sewajarnya.
f. Gibah
Raghib Al-Ashfahani menjelaskan bahwa gibah adalah membicarakan aib orang
lain dan tidak ada keperluan dalam penyebutannya. Al-Ghazali menjelasan bahwa
gibah adalah menuturkan sesuatu yang berkaitan dengan orang lain yang apabila
penuturan itu sampai pada yang bersangkutan, ia tidak menyukainya.
g. Riya’
Riya’ merupakan salah satu sifat tercela yang harus dibuang jauh-jauh dalam
jiwa kaum muslim karena riya’ dapat mengugurkan amal ibadah. Riya’ adalah
memperlihatkan diri kepada orang lain. Maksudnya beramal bukan karena Allah
SWT, tetapi karena manusia, riya’ ini erat hubungannya dengan sifat takabur.[21]
D.
Metode Peningkatan Aklaq Terpuji dan
Meminimalisir Akhlak Tercela
Keberhasilan dan kegagalan pembangunan moral dan akhlak pada sikap
dan prilaku muslim yang modern terletak pada pribadi muslim itu sendiri.
Apabila moral dan kode etik dijunjung oleh setiap individu maka tatanan
kehidupan tersebut akan mengarah pada kepastian masa depan yang baik, dan
apabila sebaliknya moral dan kode etik tidak dijunjung maka keterpurukan dan
kemungkinan dari termarjinalisasi oleh lingkungan akan terjadi. Pembentukan
prilaku muslim yang modern merupakan salah satu cara untuk membantu pembangunan
moral dan akhlak setiap pribadi.
1.
Faktor-Faktor Pembangun Akhlak antara lain:
a.
Faktor internal
1)
Insting biologis, seperti lapar, dorongan makan yang berlebihan dan
berlangsung lama akan menimbulkan sifat rakus, maka sifat itu akan menjadi
perilaku tetapnya, dan seterusnya.
2)
Kebutuhan psikologis, seperti rasa aman, penghargaan, penerimaan,
dan aktualisasi diri.
3)
Kebutuhan pemikiran, yaitu akumulasi informasi yang membentuk cara
berpikir seseorang seperti mitos, agama, dan sebagainya
b.
Faktor eksternal
1)
Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat penting dalam
hal perubahan akhlak karena disinilah anak
pertama kali bersikap dll.
2)
Lingkungan Social
Dalam hal ini lebih kepada komunikasi sehingga penting
untuk belajar dari setiap hari-harinya.
3)
Lingkungan pendidikan
Dalam hal ini juga penting karena selain keluarga tentu
pendidikan menjadi tumpuan selanjutnya bagi anak untuk tumbuh terhadap masa
depan.
Dalam konsep Islam, perilaku dan karakter tidak sekali terbentuk,
lalu tertutup, tetapi terbuka bagi semua bentuk perbaikan, pengembangan, dan
penyempurnaan, sebab sumber karakter perolehan ada dan bersifat tetap.
Karenanya orang yang membawa sifat kasar bisa memperoleh sifat lembut, setelah
melalui mekanisme latihan. Namun, sumber karakter itu hanya bisa bekerja
efektif jika kesiapan dasar seseorang berpadu dengan kemauan kuat untuk berubah
dan berkembang, dan latihan yang sistematis.[22]
Dalam ajaran islam, akhlak menempati kedudukan yang utama.
Rasulullah Saw. Menempatkan akhlak sebagai misi pokok risalah Islam. Beliau
bersabda yang artinya “ sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia .” Akhlak merupakan salah satu ajaran pokok agama islam. Akhlak
yang baik akan menitik beratkan timbangan kebaikan seseorang pada hari kiamat
menurut keterangan Abdullah Ibnu Umar, orang yang paling dicintai dan yang
paling dekat dengan Rasulullah saw. Pada hari kiamat adalah yang paling baik
akhlaknya.
Islam menjadikan akhlak yang baik sebagai bukti dari ibadah kepada
Allah. Seseorang yang mendirikan salat tentu tidak akan mengerjakan segala
perbuatan yang tergolong keji dan mungkar. Tidak ada artinya salat seseorang
jika dia masih mengerjakan kemungkaran yang dilarang agama.
Al-Quran banyak mengungkapkan hal-hal yang berhubungan dengan Akhlak,
baik berupa perintah berakhlak terpuji maupun larangan berakhlak tercela inilah
yang membuktikan betapa pentingnya akhlak dalam ajaran Islam. Akhlak akan
membawa kemaslahatan dan kemuliaan hidup.
2.
Prinsip-Prinsip Pembangunn Akhlak
Adapun prinsip umum yang menyelamatkan kaum muslimin dari
kebimbangan, kebingungan dan keguncangan dalam menghadapi kehidupan, meliputi
hal-hal sebagai berikut:
a.
Komitmen dengan Jalan Hidup Islam.
Setiap muslim harus memiliki komitmen dengan jalan hidup islam yang
bersumber dari Al-Qur’an dan Sunah Rasul, serta sejarah hidupnya sebab mencari
jalan hidup selain dari dua sumber ini adalah suatu kesesatan. Jalan hidup ini
adalah segala sesuatu yang dihalalkan atau diharamkan oleh Allah.
b.
Loyal kepada Allah, Rasul-Nya, dan Islam
Loyalitas ini dilakukan untuk Allah, rasul-Nya,untuk orang-orang
saleh dan nilai-nilai akhlak yang dibawa Islam. Konsekuensinya, orang islam
tidak boleh loyal kepada musuh Allah dan kepada selain Allah atau musyrik.
Islam mengangkat harkat orang-orang saleh dan mengukuhkan kewibawaan mereka.
c.
Kesungguhan dalam Menjalani kehidupan
Kesungguhan mempunyai dua pengertian yaitu :
1)
Ijtihad (bersungguh-sungguh) adalah berusaha dengan mengerahkan
segala kemampuan yang ada untuk mencapai suatu tujuan.
2)
Tark al-hazl (meninggalkan
sendu gurau) adalah mengerjakan suatu pekerjaan dengan tidak main-main atau
sia-sia. Seorang muslim dituntut untuk melewati fase-fase kehidupannya dengan
serius dan mengerahkan segala kemampuan serta menanggung penderitaan dan
pengorbanan dijalan Allah.
d.
Sikap Toleran/Tasamuh dan
Memaafkan.
Bagi kaum muslimin, toleransi berarti tidak membela ide atau
madzabnya secara membuta, tetapi mengikuti mana yang ternyata benar. Islam
tidak mengajarkan kasar kecuali dalam peperangan dan pertempuran dijalan Allah.
e.
Sikap Moderat terhadap Orang Lain dan Segala Sesuatu.
Moderat adalah pertengahan di antara dua sifat secara kualitas dan
kuantitas atau proporsional. Orang yang moderat berarti orang yang berada di
antara ifrat dan tafrit atau di antara kencang (tasyaddud)
dan longgar (tasyayyub). Allah telah menganugerahkan nikmat-Nya kepada
orang islam dengan dijadikannya ummatan wasatan. Yakni umat keadilan,
pertengahan dan kebaikan. Umat islam berada di tengah sebagai umat moderat yang
mengakomodir kepentingan rohani dengan kebutuhan jasmani.
Sedangkan menurut Imam Al Ghazali, pengembangan pribadi pada
hakikatnya adalah perbaikan akhlak, dalam artian menumbuh-kembangkan
sifat-sifat terpuji (mahmudah) dan sekaligus menghilangkan sifat-sifat
tercela (madzmummah) pada diri seseorang. Akhlak manusia benar-benar
dapat diperbaiki, bahkan sangat dianjurkan sesuai sabda Rasulullah SAW
“Upayakan akhlak kalian menjadi baik” (Hassinuu akhlaqakum). Al Ghazali
menaruh perhatian besar pada masalah akhlak serta mengemukakan berbagai metode
perbaikan akhlak. Metode peningkatan akhlak yang beliau ungkapkan dalam
berbagai buku beliau dapat dikelompokkan atas tiga jenis metode yakni:[23]
1.
Metode Taat Syari’at
Metode ini berupa pembenahan diri, yakni membiasakan diri dalam
hidup sehari-hari untuk melakukan kebajikan dan hal-hal bermanfaat sesuai
dengan ketentuan syari’at, aturan-aturan negara, dan norma-norma kehidupan
bermasyarakat. Di samping itu berusaha untuk menjauhi hal-hal yang dilarang
syara’ dan aturan-aturan yang berlaku. Metode ini sederhana dan dapat dilakukan
oleh siapa saja dalam kehidupan sehari-hari. Hasilnya akan berkembang sikap dan
perilaku positif seperti ketaatan pada agama dan norma-norma masyarakat, hidup
tenang dan wajar, senang melakukan
kebajikan, pandai menyesuaikan diri dan bebas dari permusuhan. Adapun penerapan
dari metode ini meliputi :
a.
Membiasakan diri untuk selalu melakukan kebaikan dan menjauhi yang
di larang syara’.
b.
Menjauhi permusuhan.
c.
Membiasakan diri untuk menyesuaikan dengan lingkungan
2.
Metode Pengembangan Diri
Metode yang bercorak psiko-edukatif ini didasari oleh kesadaran
atas kekuatan dan kelemahan diri yang kemudian melahirkan keinginan untuk
meningkatkan sifat-sifat baik dan sekaligus menghilangkan sifat-sifat buruk.
Dalam pelaksanaannya dilakukan pula proses pembiasaan (conditioning)
seperti pada “Metode Taat Syari’at” ditambah dengan upaya meneladani perbuatan
dari pribadi-pribadi yang dikagumi. Membiasakan diri dengan cara hidup seperti
ini secara konsisten akan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan dan sifat-sifat
terpuji yang terungkap dalam kehidupan pribadi dan kehidupan bermasyarakat.
Metode ini sebenarnya mirip dengan metode pertama, hanya saja dilakukan secara
lebih sadar, lebih disiplin dan intensif serta lebih personal sifatnya daripada
metode pertama. Adapun penerapan dari metode ini meliputi :
a.
Berupaya meneladani perbuatan-perbuatan terpuji dari
pribadi-pribadi yang di kagumi.
b.
Membiasakan konsisten untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan terpuji
dan menghilangkan sifat-sifat tercela yang ada pada diri.
c.
Berusaha meningkatkan potensi-potensi baik yang ada pada diri untuk
menjadi pribadi yang lebih baik.
3.
Metode Kesufian
Metode ini bercorak spiritual-religius dan bertujuan untuk
meningkat kan kualitas pribadi mendekati citra Insan Ideal (Kamil). Pelatihan
disiplin diri ini menurut Al Ghazali dilakukan melalui dua jalan yakni
al-mujaahadah dan al-riyaadhah. Al Mujaahadah adalah usaha sungguh-sungguh
untuk menghilangkan segala hambatan pribadi (harta, kemegahan, taklid,
maksiat). Al-Riyaadhah adalah latihan mendekatkan diri pada Tuhan dengan selalu
berusaha meningkatkan kualitas ibadah. Kegiatan sufistik ini berlangsung di
bawah bimbingan seorang Guru yang benar-benar berkualitas dalam hal ilmu,
kemampuan dan wewenangnya sebagai Mursyid. Di antara ketiga metode tersebut,
metode kesufian dianggap tertinggi oleh Al Ghazali dalam proses peningkatan
derajat keruhanian, khususnya dalam meraih akhlak terpuji. Adapun praktek dari
metode ini meliputi :
a.
Membiasakan bersifat zuhud.
b.
Melakukan riyaadhah / mendekatkan diri pada tuhan.
c.
Meningkatkan kualitas ibadah.
Lebih lanjut di kalangan ahli tasawuf, kita mengenal system
pembinaan mental, dengan istilah: Takhalli,
tahalli dan tajalli.
1.
Takhalli
Tahalli merupakan segi filosofis terberat karena terdiri dari mawas diri,
pengekangan hawa nafsu dan bisa dikatakan mengosongkan atau membersihkan jiwa
dari sifat-sifat tercela, karena sifat-sifat tercela itulah yang dapat
mengotori jiwa manusia atau juga kecuali sesuatu yang baik yang disandarkan
pada tuhan. Dalam hal ini sifat tercela
atau maksiat dibagi menjadi dua macam yaitu maksiat batin dan maksiat lahir.
Maksiat batin disini disini sesuatu yang tak tampak misalnya saja adalah niat
yang buruk dan lainnya. Sedangkan untuk masksiat lahir adalah maksiat yang
dilakukan oleh anggota tubuh manusia seperti: mencuri, dan lainnyya.
Untuk melalukan tahhali ini maka kita bisa melakukan beberapa cara
yaitu:
a.
Menghayati segala bentuk Ibadah sehingga pelaksanaan tidak hanya
sekedar apa yang terlihat secara luar saja namun lebih penting adalah maknanya
b.
Riyadhah yakni berjuang dan melatih untuk membaskan diri dari
dorongan hawa nafsu yang dilakukan secara sunguh-sungguh.
c.
Mengubah kebiasaan buruk dari kecil menuju baik
d.
Muhasabah (koreksi diri) dengan meminta pertolongan Allah.[24]
2.
Tahalli
Tahalli adalah mengisi jiwa ( yang telah
kosong dari sifat-sifat tercela) dengan sifat-sifat yang terpuji (mahmudah).
Tahalli juga dapat diartikan semadi atau meditasi secara sistematik dan
metodik, melemburkan kesadaran dan pikiran untuk dipusatkan kepada Tuhan. Dan
tahalli dilakukan bagi sufi setelah melalui proses pembersihan hati yang
ternodai oleh nafsu duniawi.[25]
Dan dalam hal ini yang perlu dikendalikan dengan baik adalah 3 hal yaitu:
tahta, harta dan wanita.
a.
Tahta atau jabatan adalah seperangkat kekuasaan atau kekuatan yang
diberikan Allah kepada manusia. Dengan tahta manusia dapat hilang kesadaran
sebagai manusia sehingga melupakan waktu untuk beribadah atau menuju terhadap
Tuhannya.
b.
Harta adalah sesuatu yang berharga dan biasanya lebih kepada
sesuatu yang tampak. Dalam hal ini harta sebenarnya bersifat sementara tetapi
banyak yang terperosok dengan kenikmatannya sehingga lupa akan kewajibannya
yang harus ia lakukan kepada tuhannya.
c.
Wanita adalah karunia Allah swtyang paling Indah baginya yang
terpelihara bukan yang membawa kerugian. Namun sebenarnya dalam hal ini
laki-laki juga termasuk penyebabnya bagi wanita. Oleh karena itu Allah menyuruh
menikah untuk mengembalikan semuanya dalam kebenaran sehingga yang semula dari
maksiat menjadi pahala.[26]
3.
Tajalli
Tajalli merupakan terungkapnya cahaya kegaiban atau nur gaib.
Manusia yang telah melakukan kesadaran tertinggi dengan cara membiasakan
kehidupannya dengan akhlak terpuji. Kehidupannya tidak ada kecuali rasa cinta,
rindu, dan bahagia karena dekat dengan Allah Swt. Oleh karena itu dalam
kesehariannya terlihat lebih waspada kepada sesuatu, banyak bertaubat dengan
melakukan sesuatu yang lebih bermamfaat atau mendekatkan diri kepada Allah Swt.[27]
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam rangka
pembinaan mental, penyucian jiwa hingga dapat berada dekat dengan Tuhan, maka
pertama kali yang dilakukan adalah pengosongan atau pembersihan jiwa dari
sifat-sifat tercela, hingga akhirnya sampailah pada tingkat berikutnya dengan
apa yang disebut “tajalli”, yakni tersikangkapnya tabir sehingga diperoleh
pancaran Nur Ilahi.[28]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Akhlak secara aspek bahasa (etimologi) berasal dari bahasa
Arab jama’ dari bentuk mufradnya “Khuluqun” (خلق) yang diartikan: budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi
persesuaian dengan perkataan “Khalkun” (خلق) yang berarti kejadian, serta erat
hubungannya dengan “Khaliq” (خالق) yang bereti Pencipta dan “makhluk” (مخلوق) yang berarti yang diciptakan.
Sedangkan secara termologi atau istilah adalah yaitu ilmu yang membahas tentang
perbuatan mulia serta cara mengupayakan perbuatan tersebut dan tentang
perbuatan buruk serta cara menjauhinya.
2.
Secara teoretis dari macam-macam akhlak tersebut berinduk
kepada tiga perbuatan yang utama, yaitu hikmah (bijaksana), syaja’ah (perwira
atau kesatria), dan iffah (menjaga diri dari perbuatan dosa dan
maksiat). Maka dari ketiga macam akhlak tersebut muncul dari sikap adil, yaitu
sikap pertengahan yang seimbang dalam mempergunakan ketiga potensi rohaniah
yang terdapat dalam diri manusia, yaitu ‘aql (pemikiran) yang berpusat
di kepala, ghadab (amarah) yang berpusat di dada, dan nafsu syahwat
(dorongan seksual) yang berpusat di perut.
3.
Macam-Macam akhlak terbagi ke dalam dua bagian yaitu
akhlak yang baik (karimah), seperti jujur, lurus, berkata benar, menempati
janji, dan akhlak jahat atau tidak baik (akhlak mazmumah), seperti khianat,
berdusta, melanggar janji.
4.
Dalam pembangunan akhlak dapat dipecah menjadi tiga bagian yaitu faktor-faktor, prinsip dan
metode. Dalam faktor terdapat dua bagian yaitu faktor internal (seperti: Isting
biologis, kebutuhan psikologis, dan kebutuhan fikiran ) dan ekternal (seperti:
lingkungan keluarga, lingkungan sosial, dan lingkungan pendidikan ), dan
prinsip-prinsip pembangunan akhlak seperti: komitmen dengan jalan hidup islam,
loyal kepada Allah dan rasulullah, kesunguhan menjalani kehidupan dll) serta
metode peningkatan akhlak menurut Al-Ghzali ada 3 yaitu: Metode taat syari’at (
membiasakan melakukan kebaikan dll), Metode pengembangan diri (membiasakan
konsisten dan penuh tujuan dalam kehidupan dll) dan Metode kesufian (takhalli,
tahalli, dan tajjali).
[3] Muthoharoh, Konsep dan strategi
pendidikan akhlak mwnurut Ibnu Miskawaih dalam
kitab Tahdzib Al-akhlak, (Semarang :2014), hlm. 25.
[4] Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar STUDI AKHLAK,(Jakarta :PT
RajaGrafindo Persada, 2004), hlm.1-2.
[6]
Imam Abdul Mukmin Sa’aduddin, Meneladani Akhlak Nabi, (Bandung:PT REMAJA
ROSDAKARYA, 2006), hlm. 18.
[7]
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2006),
hlm. 43
[10]
Hajriansyah. Juni 2017. Akhlak Terpuji dan yang Tercela”telaah singkat Ihya’
Ulumuddin III”. Jurnal NALAR Volume1,
[11]
Hajriansyah. Juni 2017. Akhlak Terpuji dan yang Tercela”telaah singkat Ihya’
Ulumuddin III”. Jurnal NALAR Volume1,
[12]
Mahmud Yunus, Akhlak, (Jakarta : Hidakarya Agung, 1984), hlm. 5.
[13]
Anwar Masy‟ari Butir-butir …, hlm. 92.
[14] Yunahar Ilyas. Kuliah
Akhlaq. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999) hlm. 134.
[15] Rosihon Anwar. Akhlak
Tasawuf. (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010) hlm. 96-97.
[16] Ibid., hlm. 100.
[17] Yunahar Ilyas. Kuliah
Akhlaq. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1999) hlm. 89.
[18] Rosihon Anwar. Akhlak
Tasawuf.(Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010) hlm. 102-104.
[19] Op.cit., Yunahar
Ilyas. hlm. 103.
[20] Rosihon Anwar. Akhlak
Tasawuf. (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010) hlm. 102-114.
[21] Ibid., hlm. 121-137.
[22] M.
Anis Matta, Membentuk Karakter
Cara Islam (Jakarta: Al-I’tishom
Cahaya Umat, 2002), hlm 46-47
[23] Imam al-Ghazali, Membersihkan hati dari akhlak yang tercela.
(Jakarta;
Pustaka Amani. 1996), hlm.26.
[24]
Totok Jumantoro, dan Samsul Munir Agus, Kamus Ilmu Tasawuf, (Jakarta:
Amzah, 2005), hlm. 233-234
[25]
Ibid, hlm. 227
[26]
Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid, Ilmu Akhlak, (Bandung: Pustaka
Setia, 2010), hlm. 196-197
[27] M.
Muchlis Sholichin, Ilmu Akhlak dan Tasawuf, (Malang: STAIN Pamekasan
Press, 2009), hlm. 120
[28] M.
Zein Yusuf, Akhlak-Tasawuf , (Semarang: Al-Husna, 1993), hlm. 56
Do you realize there's a 12 word sentence you can say to your man... that will induce intense feelings of love and instinctual attractiveness to you deep inside his chest?
BalasHapusThat's because deep inside these 12 words is a "secret signal" that triggers a man's impulse to love, idolize and protect you with his entire heart...
12 Words Will Fuel A Man's Desire Impulse
This impulse is so hardwired into a man's brain that it will make him try better than before to to be the best lover he can be.
As a matter of fact, fueling this dominant impulse is so essential to achieving the best ever relationship with your man that the moment you send your man one of the "Secret Signals"...
...You'll soon notice him open his soul and heart for you in such a way he haven't expressed before and he will identify you as the only woman in the galaxy who has ever truly fascinated him.