ARAB PRA ISLAM
Oleh: Rizqi Fatkhu
Rokaman dan Muhammad Hafidh
Ayatullah
(Mahasiswa
PAI-D UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)
Kompetensi Inti
|
Kompetensi Dasar
|
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran Islam
2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli,
santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsive,
dan pro-aktif) dan menunjukkan sikap sebagai bagaian dari solusi atas
berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam, serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami dan menerapkan pengetahuan factual, konseptual, procedural
dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyajikan dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari materi yang dipelajari di sekolah
secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
|
1.1. Meyakini bahwa berdakwah adalah kewajiban setiap muslim.
3.6. Memahami sistem Peradaban Arab pra Islam.
3.7. Memahami posisi jazirah Arab.
3.8. Menganalisis struktur masyarakat Arab dan kepercayaan pra Islam.
3.9. Menganalisis kondisi politik, sosial, ekonomi, dan moral jazirah Arab.
4.1. Menceritakan system peradaban dan kondisi
politik, sosial, ekonomi, dan moral jazirah Arab.
|
A.
Pendahuluan
Ketika Nabi Muhammad SAW lahir. Makkah adalah kota yang sangat penting dan
terkenal diantara kota-kota di negeri Arab. Baik karena tradisinya
maupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang
ramai menghubungkan yaman diselatan dan syiria diutara. Dengan adanya Ka’bah
ditengah Kota. Makkah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah adalah tempat mereka
berziarah. Didalamnya terdapat 360 berhala. Mengelilingi berhala utama. Hubal.
Makkah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab ketika itu
mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta
mil persegi.
Biasanya dalam membicarakan wilayah geografis yang didiami bangsa Arab
sebelum Islam,orang membatasi pembicaraan hanya pada jazirah Arab. Padahal
bangsa Arab juga mendiami daerah-daerah disekitar jazirah. Jazirah Arab memang
merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab kala itu.
Dunia Arab ketika itu merupakan kancah peperangan terus menerus .pada sisi
yang lain meskipun masyarakat badui mempunyai pemimpin namun mereka hanya
tunduk kepada Syekh atau Amir(ketua kabilah)itu dalam hal yang berkaitan dengan
peperangan, pembagian harta rampasan dan pertempuran tertentu. Diluar itu,
Syekh atau Amir tidak kuasa mengatur anggota kabilahnya.
B.
Sistem Peradaban
Kerajaan
Arab Saudi adalah sebuah negara monarki yang terletak di Jazirah Arab. Pada
tanggal 23 September 1932, Abdul Aziz ibn Abdurrahman al-Sa’ud dikenal juga
dengan sebutan Ibu Sa’ud memproklamasikan berdirinya Kerajaan Arab Saudi atau
Saudi Arabia (al-Mamlakah al-‘Arabiyah al-Su’udiyah) dengan menyatukan wilayah
Riyadh, Najd (Nejed), Hail, Asir , dan Hijaz. Abdul Aziz kemudian menjadi raja
pertama pada kerajaan tersebut. Dengan demikian dapat dipahami, nama Saudi
berasal dari kata nama keluarga Raja Abdul Aziz al-Sa’ud. [1]
Namun
perlu diketahui bahwa sejarah modern Arabia dimulai dari kebangkitan
Muwahiddun, gerakan Muwahiddun adalah sebuah gerakan yang bertujuan memurnikan
kembali ajaran-ajaran Islam seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. pada
prinsipnya Muwahiddun bukanlah gerakan bangsa Arab, inspirasinya berasal dari
aliran Hambali yang melahirkan tokoh Ibnu Taimiyah. Walaupun sudah sangat
berkurang jumlahnya namun aliran ini masih ada Hijaz, Iraq dan Palestina. Dari
sinilah juga inspirasinya lahir paham keagamaan wahabi yang didirikan oleh
Muhammad bin Abd al-Wahab dari Nejed yang wafat pada tahun 1792. Dalam
gerakannya Ibnu Abd al-Wahab didukung oleh Muhammad bin Sa’ud, seorang Syeikh
dari Timur Tengah.[2]
Gerakan
dengan motivasi keagamaan yang dibangun gerakan Wahabi mendapat sokongan dari
Kerajaan Sa’ud yang berkuasa, penguasanya Muhammad ibn Sa’ud. Setelah berhasil
mendapatkan tempatnya, maka Wahabi berhasil mengambil posisi sebagai madzhab
konservatif yang diberlakukan di Kerajaan Arab Saudi.
Setelah wafatnya Nabi Isa As. kepemimpinan
dunia mengalami kekosongan. Manusia makin banyak yang menyimpang dari ajaran
yang telah dianut. Mereka memasukkan ajaran-ajaran yang ada serta mengubah isi
kitab sucinya.
Jazirah Arab dalam bahasa Indonesia disebut
Semenanjung Arabiah, sebuah kawasan di mana Islam dilahirkan. Jazirah ini
berbentuk empat persegi panjang yang sisinya tidak sejajar, terletak di sebelah
barat daya Asia. Disebelah barat berbatasan dengan laut merah, disebelah
selatan dengan lautan Hindia, di sebelah Timur dengan teluk Arab dan di sebelah
utara berbatasan dengan Irak dan Syria.
Menurut catatan sejarah dan beberapa keterangan
otentik dalam al-Qur’an, sebelum agama Islam datang, masyarakat Arab menyembah
berhala. Terdapat sekitar 360 patung berhala yang disembah. Diantaranya yang
terbesar adalah Latta, Uzza dan Manat. Kepercayaan selain menyembah berhala
adalah Zoroaster (penyembah api), penyembah bintang dan langit, khususnya
dianut bagian Arab Timur. Penganut agama Yahudi juga ada, tetapi tidak banyak,
sebab agama Yahudi adalah khusus untuk ras Yahuda, dan ras lain menjadi
masyarakat kelas kedua bila masuk agama yahudi.[3]
Zaman sebelum lahirnya agama Islam di tanah
Arab disebut zaman jahiliyah, penanaman itu menunjukkan garis batas yang
menjadi pemisah antara zaman lama dengan zaman baru, maksudnya antara zaman
sebelum Islam dan sesudah datangnya agama Islam.
Penduduk tanah Arab, dari segi kebangsaan,
terdiri dari bangsa Arab, bangsa Yahudi dan bangsa Persia. Kemudian dari segi
kepercayaan, pada umumnya penyembah berhala. Selain itu, sebagian kecil dari
mereka juga memeluk agama Majusi, Yahudi dan Nasrani.
C.
Posisi Jazirah Arab
Kata
Arab mengandung arti padang pasir,
tanah gundul dan gersang tanpa air yang tidak bisa ditumbuhi tanaman. Istilah
ini dipakai sejak dahulu di Jazirah Arab sebagaimana lazimnya penyebutan satu
komunitas tertentu beserta tempat tinggal mereka.[4]
Bagian
barat Jazirah Arab dibatasi oleh laut merah dan Gurun Sinai. Sebelah timur
berbatasan dengan teluk Arab dan bagian selatan wilayah Irak. Sebelah selatan
berbatasan dengan teluk Arab dan bagian selatan wilayah Irak. Sebelah selatan
berbatasan dengan Laut arab yang membentang sampai kelaut India. Lalu bagian
utaranya berbatasan dengan Syam dan sebagian wilayah Irak. Sekalipun ada sedikit
perbedaan tentang batas wilayah, demikianlah gambaran umumnya. Luas wilayahnya
membentang antara satu juta hingga satu juga tiga ratus mil persegi.[5]
Jazirah
Arab punya peran vital karena letak geografisnya. Kondisi alamnya yang
dikelilingi padang pasir dan bebatuan dari segala penjuru menjadikan
semenanjung ini bagaikan benteng pertahanan. Kekuatan asing tidak mampu
menguasainya. Tak heran jika bangsa Arab merdeka dalam segala hal sejak dahulu
kala kendali hidup berdampingan dengan dua imperium besar saat itu. Di atas
kertas, bangsa Arab tidak akan mampu menghadapi serangan mereka kalau saja tak
ada benteng kokoh ini.
Jazirah
Arab berada di benua yang sudah dikenal sejak dahulu kala yang bersambung
daratan maupun lautannya. Sisi barat laut merupakan pintu masuk ke benua
afrika. Sisi timur laut adalah pintu masuk ke benua eropa. Sisi timur adalah
pintu masuk bangsa-bangsa non-Arab yang berbatasan dengan wilayah Asia Tengah,
Asia Selatan dan Timur Jauh. Selain itu, lautan setiap benua menyambung dengan
Jazirah ini. Karena itu, setiap kapal laut yang berlayar pasti akan melewati
pelabuhan Jazirah Arabia.
Berkat
posisi geografisnya, bagian utara dan selatan menjadi tempat bertemunya
berbagai bangsa, dan selanjutnya menjadi pusat pertukaran dagang, budaya, agama
dan seni.
D.
Struktur Masyarakat Arab dan Kepercayaan Pra-Islam
Dilihat
dari silsilah dan asal-muasalnya para ahli sejarah menggolongkan bangsa Arab
menjadi tiga macam.[6]
1). Arab
Baidah, yaitu bangsa Arab yang paling kuno yang telah punah sama sekali hingga sulit
dilacak sejarahnya secara detail. Mereka contohnya adalah kaum Ad, Tsamud,
Thasm, Jadis, Imlaq, Umaim, Jurhum, Hadur, Wabar, Abil, Jasim, dan Hadramaut.
2). Arab
Aribah, yaitu bangsa Arab keturunan Yasyjub ibn Ya’rub ibn Qathan. Suku bangsa
ini disebut juga bangsa Qahthaniyah.
3). Arab
Musta’ribah, yaitu bangsa Arab yang berasal dari keturunan Nabi Ismail a.s,
disebut juga Arab Adnaniyah.
Sebelum
pra-Islam masyarakat menganut sebuah kepercayaan yang dikenal dengan
penyembahan terhadap batu berhala yang dibawa oleh Amr Ibn Luhay,
berhala-berhala tersebut memiliki bentuk yang besar-besar serta memiliki banyak
nama pada masing-masing berhala. Seperti berhala Hubal, Hubal adalah berhala
dari batu akik merah. Berbentuk manusia dengan tangan kanan putus. Orang-orang
Quraisy sudah mendapati tangan kanannya putus lalu digantilah dengan tangan
baru dari emas. Dialah berhala pertama yang dimiliki oleh orang-orang musyrik
saat itu, yang paling besar lagi paling suci menurut mereka.
Berhala
paling kuno adalah manat. Berhala ini milik Bani Hudzail dan Khuzu’ah. Dia
ditempatkan di Musyallal, di pesisir laut merah dekat Qudaid. Musyallal adalah
jalan perbukitan yang menurun kearah Qudaid.
Kemudian
adapula berhala lain yang dinamai Lata dan ditempatkan di Tha’if. Berhala ini
milik Bani Tsaqif. Lokasinya disebelah kiri masjid Tha’if saat ini.
Satu
lagi berhala lain bernama Uzza di lembah Nakhlah asy-Syamsiyah diatas Dzatu
Irqin. Berhala ini milik suku Quraisy, Bani Kinanah dan sejumlah kabilah lain.
Tiga tersebut
merupakan berhala terbesar yang dimiliki bangsa Arab saat itu. Dalam
perkembangannya, kemusyrikan kian merebak dan jumlah berhala bertambah terus
setiap saat.
E.
Situasi Politik Jazirah Arab
Situasi
politik ditiga wilayah yang ada disekitar jazirah Arab berpola vertikal.
Masyarakatnya terdiri atas tuan dan budak, atau penguasa rakyat. Mereka yang
menjadi penguasa berhak atas semua harta rampasan dan kekuasaan sementara
mereka yang menjadi budak wajib membayar pajak dan denda.[7]
Lebih jelasnya, rakyat ibarat ladang
yang terus-menerus ditanami untuk memasok gudang harta penguasa. Penguasa
memanfaatkan itu itu semua untuk berfoya-foya memanjakan hawa nafsu, mengumbar
keinginan, berbuat sewenang-wenang, dan menebar permusuhan. Adapun rakyat
berkubang dalam kebodohan sehingga makin menjadi bulan-bulanan, hidupnya kian
terpuruk, dan dikepung kedzaliman dari segala penjuru. Mereka hanya bisa
merintih dan mengeluh menahan rasa lapar, bahkan hanya diam meskipun selalu
disiksa dengan berbagai cara. Pemerintahan yang berjalan adalah pemerintahan
otoriter. Hak-hak rakyat diabaikan dan tidak diakui.
Adapun
kabilah-kabilah yang tinggal disekitar ketiga negri ini tidak bisa hidup
tenang. Mereka terombang-ambing oleh beragam kepentingan dan ambisi. Adakalanya
mereka bergabung dengan irak, adakalanya mereka bergabung dengan syam. Belum
lagi hubungan antara kabilah dijazirah yang carut-marut karena tidak ada
persatuan. Waktu mereka habiskan Cuma untuk berseteru dan berselisih dengan
kabilah lain.
Tidak
ada satu kerajaan pun yang mendukung kemerdekaan mereka, atau menjadi sandaran
tempat mereka mengadu, atau menjadi tumpuan kala menghadapi berbagai kesulitan
hidup.
Lain
halnya dengan kekuasaan di Hijaz. Mereka mendapat perhatian dan pernghormatan
luar biasa dari bangsa Arab. Mereka dianggap layak jadi pemimpin dan pemegang
kunci pusat agama. Pemerintahan Hijaz pada hakikatnya merupakan kombinasi dari
pusat keduniawian, pemerintahan, sekaligus pemngembangan agama. Mereka berkuasa
diantara bangsa Arab dengan gaya kepemimpinan Otokratik. Mereke memerintah dan
tanah suci dan sekitarnya dengan mengedepankan kepentingan para peziarah ke
Baitullah dan terlaksananya syariat a.s. mereka melakukan pembagian tugas dan
wewenang layaknya komisi-komisi yang ada diparlemen, sebagaimana telah
dijelaskan sebelum ini. Akan tetapi, pemerintahan ini lemah. Mereka tidak
sanggup memikul beban, seperti yang terjadi saat perang melawan orang-orang
Habasyah.
F.
Kondisi Sosial
Pada
bagian lalu sudah dibahas tentang Sistem Peradaba, kondisi politik serta
sedikit membahas tentang agama di Jazirah Arab. Setelah ini kita membahas
tentang kondisi Sosial masyarakat di Jazirah Arab pada masa Jahiliyah terbagi
menjadi beberapa kelas masyarakat yang kondisinya berbeda satu sama lain.
Hubungan seorang lelaki dengan keluarganya, misalnya, dikalangan bangsawan,
seorang lelaki memiliki kedudukan tertinggi dan terpandang. Dia bebas
berkehendak dan pendapatnya tidak boleh diabaikan. Kedudukan mereka dihormati
dan dijaga sedemikian rupa sehingga masyarakat dibawahnya rela menghunus pedang
dan menumpahkan darah demi membela kehormatan mereka.[8]
Dikisahkan,
jika seorang lelaki Arab menginginkan kedermawanan dan keberaniannya dipuji
bangsa Arab, dia harus berusaha menjadi idola kaum perempuan. Seorang perempuan
Arab, kalau mau, bisa mendamaikan dan bisa pula menyulut perang antar kabilah.
Sekalipun
demikian, seorang lelaki tetap menjadi kepala keluarga dan pengambil keputusan
yang tidak bisa diganggu gugat. Hubungan dengan seorang lelaki dan perempuan
diikat melalui pernikahan dengan seizin wali si perempuan. Dalam hal ini, si
perempuan tidak punya hak sedikitpun untuk menentukan lelaki pilihannya.
Sementara itu, kondisi kelas
bangsawan begitu terhormat, tidak demikian dengan kelas lainnya. Hubungan
antara lelaki dan perempuan campur aduk tanpa batas. Saya tidak sanggup
mengungkapkanya. Namun, yang pasti kondisinya sangat keji, konyol, dan
menjijikan.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan yang
lainnya, dari Aisyah, bahwa pernikahan dalam tradisi jahiliyah ada empat macam.
Pertama, pernikahan layaknya dewasa
ini. Seorang lelaki meminang seorang perempuan melalui wali atau orang tuanya,
lalu dia menyerahkan maskawin kepada si perempuan dan menikahinya.
Kedua, seorang lelaki berkata kepada istrinya yang baru suci dari
haid-nya, “Pergilah kepada si Fulan dan bersetubuhlah dengannya.” Lelaki itu
lalu meninggalkan istrinya dan tidak menyentuhnya sama sekali sampai dia hamil
dari hasil hubungan tersebut, kalau di istri sudah terbukti hamil, barulah si
suami bisa mengambil kembali istrinya. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan anak
yang baik dan pintar. Pernikahan seperti ini lazim disebut nikah istibdha’.
Ketiga, lelaki sejumlah kurang sepuluh orang sepakat untuk menggauli
perempuan yang sama sampai hamil. Beberapa hari setelah lahir di jabang bayi,
perempuan itu akan mengundang kembali para lelaki yang menggaulinya, mereka
tidak boleh menolak panggilan wanita tersebut. Lalu si perempuan berkata,
“kalian tahu apa yang terjadi dan kini aku sudah melahirkan. Kini bayi ini
adalah anakmumu “Hai Fulan!” lalu si perempuan menunjuk salah satu lelaki
sebagai ayah dari bayinya. Garis keturunan si anak pun diikuti kepada lelaki
itu tanpa bisa dia tolak.
Ketika
Allah mengutus Nabi Muhammad SAW dengan membawa kebenaran, beliau menghapuskan
segala model pernikahan jahiliyah itu dan hanya memberlakukan pernikahan secara
Islam sebagaimana yang ada sekarang.
Mereka
juga memiliki beberapa komunitas yang beranggotakan lelaki dan perempuan. Nasib
komunitas itu ditentukan oleh perang. Pihak pemenang perang berhak menawan
perempuan-perempuan pihak yang kalah dan menghalalkan sesuai dengan kemauannya.
Akan tetapi, anak-anak yang terlahir dari ibu seperti ini akan menanggung
kehinaan seumur hidupnya.
Orang-orang
jahiliyah juga terkenal dengan tradisi poligami dalam jumlah yang tak terbatas,
hingga Al-Qur’an kemudian membatasinya dengan jumlah maksimal empat istri.
Mereka juga punya tradisi menikahi dua saudara kandung sekaligus, atau menikahi
janda ayahnya, entah karena meninggal ataupun karena diceraikan.[9]
Al-Qur’an melarangnya dalam surah
an-Nisa ayat 22 dan 23. Saat itu, talak dan rujuk menjadi hak penuh kaum lelaki
tanpa batas tertentu sampai Islam membatasinya.
Perbuatan zina yang nista merata di
setiap lapisan masyarakat. Saya tidak bisa mengatakan bahwa itu terjadi di satu
lapisan saja dan tidak di lapisan lain, atau di satu golongan saja dan tidak di
golongan lain. Barangkali hanya beberapa gelintir lelaki dan perempuan yang
masih menjaga diri dari perbuatan nista ini. Perempuan merdeka keadaannya jauh
lebih baik dibanding budak. Nasib para budak perempuan sungguh mengenaskan.
Yang jelas, mayoritas orang jahiliyah tidak menganggap perbuatannya sebagai
aib.
Abu
Dawud meriwayatkan dari Amr ibn Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa
suatu saat seorang lelaki berdiri dihadapan Rosulullah dan berkata,
“Rosulullah, sesungguhnya Fulan adalah anak hasil dari perzinaanku saat
jahiliiyah dahulu.”
Rosulullah
bersabda, “Tidak ada tuntutan (untuk
segala hal yang telah terjadi pada zaman jahilyah). Urusan yang telah terjadi
pada zaman jahiliyyah telah selesai. Anak adalah hasil resmi, sementara
pelaku zina adalah hina.”
Kisah perselisihan Sa’ad ibn Abi
Waqqash dengan Abdullah ibn Zam’ah tentang status anak budak perempuan Zam’ah
yang diberi nama Abdurrahman ibn Zam’ah cukup dikenal dikalangan mereka dan
menjadi buktinya.
Hubungan
ayah dan anak sangat beragam. Ada yang mengubur hidup-hidup anak perempuannya
karena takut aib dan khawatir tidak sanggup menghidupi. Ada yang membunuh anak
perempuan karena takut melarat. (QS. Al-An’am: 151, An-Nahl: 58-59, Al-Isra:
31, At-Takwir:8). Namun yang terakhir ini tidak ini tidak bisa saya katakan
sebagai bagiam dari etika umum masyarakat jahiliyah saat itu, sebab
kenyataannya mereka sangat membutuhkan kehadiran anak laki-laki yang bisa
diandalkan untuk menghadapi musuh.
Adapun
ikatan kekerabatan antara seseorang dengan saudaranya, sepupunya, dan
keluarganya terjalin sangat erat. Mereka hidup dalam ikatan fanatisme kabilah,
bahkan rela mati demi mempertahankannya. Mereka sangat bersemangat untuk
berkumpul sesama anggota kabilah. Sikap ini menjadikan fanatisme kian semakin
kokoh. Landasan norma sosial mereka adalah fanatisme suku dan ikatan keluarga.
Mereka berpedoman pada pepatah: “Tolonglah
saudaramu zalim dan yang dizalimi.” Prinsip itu dipahami dengan makna
literal tanpa pemahaman yang benar sebagaimana diajarkan oleh Islam. Sementara,
bahwa Islam mengajarkan bahwa makna “menolong saudara yang zalim”, adalah
mencegahnya berbuat zalim. Persaingan memperebutkan kehormatan dan kepemimpinan
sering menyeret mereka pada pertempuran antarkabilah yang sebenarnya masih
serumpun. Hal ini bisa dilihat misalnya pada kabilah Aus dan Kharaj, kabilah
Abs dan Dzubyan, babilah Bakr dan Taghlib.
Di
lain pihak, hubungan antara beberapa kabilah yang berlainan bisa putus total karena
energi mereka telah habis untuk perang. Hanya rasa takut dan rasa hormat
terhadap mitos dan tradisi tertentu, yang merupakan perpaduan antara ajaran
agama dan khurafat, yang bisa
mengurangi permusuhan diantara mereka. Terkadang hubungan pertemanan, ikatan
sumpah, dan rasa tanggung jawab terhadap sesuatu bisa mempersatukan beberapa
kabilah yang berlainan.
Kehadiran
bulan-bulan suci menjadi rahmat dan penopang kelangsungan hidup dan
terpenuhinya kebutuhan mereka. Saat itulah mereka bisa merasakan hidup yang
betul-betul aman karena keyakinan dan bulan suci ini. Abu Raja’ al-Utharidi
mengisahkan, “Jika telah masuk bulan rajab, kami mengatakan, ‘lepaskan
mata-mata tombak!’ kami tidak membiarkan satu tombak pun teracung pada bulan
itu. Dan tidak satu anak panahpun kecuali kami cabut dari busurnya pada bulan
rajab. Begitu pula bulan-bulan suci lainnya.”
Singkat
kata, kondisi sosial saat itu lemah dan tidak jelas. Kebodohan memasuki relung
kehidupan, khurafat mendarah daging, manusia hidup layaknya binatang ternak.
Terkadang perempuan diperjualbelikan seperti barang, sementara hubungan
antarkelompok amat lemah. Kalaupun ada pemerintahan, tujuannya hanya untuk
menumpuk pundi-pundi kekayaan, dengan cara memeras rakyat atau berperang dengan
sederet penderitaan yang ditimbulkannya.
G.
Kondisi Ekonomi
Kondisi ekonomi mengikuti kondisi sosial. Hal itu tampak jelas pada
cara mereka memnuhi kebutuhan hidup. Di Jazirah Arab, perdagangan masih menjadi
sarana utama untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan tanpa adanya jaminan
keamana dan keselamatan, ekspedisi dagang tidak mudah dilakukan. Padahal,
jaminan seperti itu tidak bisa didapatkan di Jazirah Arab, kecuali pada
bulan-bulan suci. Maka pada bulan-bulan inilah pasar-pasar Arab yang terkenal
seperti pasar Ukazh, Dzil Majaz, Majannah, dan lain-lain didelar.[10]
Mereka sama sekali belum kenal usaha-usaha dibidang industri.
Sebagian industry yang yang ada di Arab itu berasal dari Yman, Hirah, dan
Pinggiran Suam seperti tenun, kriya kulit, dan lain-lan. Di Jazirah Arab sudah
ada usah-usaha seperti usaha pertanian, perkebunan, dan peternakan, sementara
kaum perempuan memintal. Namun, hasil penjualan barang-barang dari usaha-usaha
tersebut habis untuk biaya perang. Ditengah masyarakat saat itu kemiskinan,
kelaparan,dan tindakan asusila sudah menjadi pemandangan umum.
H.
Kondisi Moral
Kita tidak bisa memungkiri bahwa orang-orang jahiliyah gemar
melakukan perbuatan nista dan amoral yangtidak sesuai dengan akal sehat dan
berlawanan dengan hati nurani. Walaupun begitu, mereka masih ounya akhlak
terpuji. Yaitu sebagai berikut:[11]
1.
Kedermawanan
Mereka membnaggakan diri dan saling berlomba-lomba dalam soal
kedermawanan. Bahkan dalam syair-syair mereka isinya sanjungan dan pujian
terhadap diri sendiri bahkan orang lain yang mempunyai sifat dermawan.
Ada suatu kisah, suatu hari ada seseorang yang kedatangan tamu. Sat
itu cuacanya sedang dingin dan si tamu perutnya keroncongan. Namun satu-satunya
harga berharnya pemilik rumah adalah hanya seekor unta. Binatang ini menjadi
penopang hidupnya beserta keluarganya. Namun, karena orang ini sangat dermawan,
dia tidak segan untuk menyembelih untanya agar bisa menjamu tamunya.
Akibat kedermawanan ini, mere seringkali menanggunug denda dan
tanggunan lainnya dengan nilai yang sangat besar. Ini tidak jarang justru
menimbulkan pertumbahan darah dan mengakibatkan kematian. Mereka
membangga-banggakan sikap seperti ini, terutama dihadapan ketua pemuka suku dan
ketua kabilah.
Contoh laiinya adalah, mereka merasa bangga jika mereka bisa
mentraktir minum khmr, bukan meminumnya.Ini tidak jarang justru menimbulkan
pertumpahan darah dan mengakibatkan kematian. Sikap ini mereka
bangga-banggakan, terutama dihadapan ketua kabilah dan pemuka suku.
Contoh lain dari kedermawanan adalah
mereka merasa bangga jika bisa menraktir minum khamr, bukan meminumnya. Hal itu
adalah salah satu cara untuk membuktikan kedermawanan mereka sekaligus
melampiaskan kegemaran hidup royal. Itu sebabnya mereka menyebut pohon anggur
sebagai karam (dermawan), dan
menyebut khamr sebagai bintul karam (anak
kedermawanan). Dalam kumpulan syair jahiliyah bisa ditemukan bab khusus berisi
pujian dan kebanggaan tentang kedermawanan.
Bentuk kedermawanan lainnya ialah
berjudi. Alasannya, mereka bisa memberi makan orang-orang miskin dari
keuntungan judi itu atau dari kelebihan keuntungan para pemegang judi. Karena
itulah Al-Qur’an tidak sama sekali mengingkari manfaat khamr dan judi, tetapi
ditegaskan bahwa dosanya lebih besar
daripada manfaatnya. (QS. Al-Baqarah: 219)[12]
2. Menepati
Janji
Janji
bagi mereka adalah utang yang harus dibayar. Mereka rela anak-anak mereka
terbunuh dan rumah mereka roboh demi menepati janji. Kisah Hani’ ibn Mas’ud
asy-Syaibani, Samuel ibn Adiya, dan Hajib ibn Zararah at-Tamimi cukup menjadi
keteguhan mereka dalam memegang janji.
3. Menjunjung
Tinggi Harga Diri dan Pantang Dihina dan Dianiaya
Prinsip
ini menghasilkan orang-orang yang sangat pemberani, pencemburu berat, dan
sensitif. Mereka tidak bisa mendengar satu katapun yang dianggap bernada
menghina, kecuali pasti mereka akan bangkit dengan pedang terhunus tombak dan
tombak teracung untuk menantang perang. Mereka tidak peduli harus kehilangan
nyawa akibat mempertahakan sikap ini.
4. Pantang
Mundur
Jika mereka
telah bertekad untuk melakukan sesuatu yang dianggap mulia dan membanggakan,
tak sesuatu pun dapat menggoyahkan mereka. Bahkan mereka siap menghadapi resiko
yang membahayakan diri demi resiko hal itu.
5. Lemah Lembut
Suka Menolong
Mereka
memuji-muji sikap ini. Namun, karakter macam ini jarang ada yang punya, sebab
mereka terlampau berani dan mudah memutuskan untuk perang.
6.
Kesederhanaan Pola Hidup Bani Badui
Pola
hidup yang bebas dari kontaminasi peradaban menghasilkan orang-orang yang
jujur, amanah, dan antipati terhadap perbuatan khianat.
Saya
melihat akhlak-akhlak terpuji inilah, di samping letak geografis Jazirah Arab
di percaturan dunia, yang menjadikan mereka bangsa pilihan. Allah memilih
mereka untuk mengemban tanggung jawab risalah global, memegang tampuk
kepemimpinan umat, dan mereformasi masyarakat.
Beberapa
diantara sifat-sifat tersebut memang menghasilkan keburukan dan memicu beberapa
peristiwa mengenaskan. Namun, setidaknya mereka telah memiliki modal tak
ternilai yang punya manfaat universal, tentunya setelah sedikit dipoles. Inilah
yang dilakukan oleh Islam. Barangkali modal yang paling berharga dan paling
berguna setelah komitmen memegang janji adalah harga diri dan semangat pantang
mundur mereka. Karena tidak mungkin mengalahkan keburukan, menyebarkan
kebaikan, dan menegakkan keadilan jika tidak punya kekuatan ekstra dan tekad
baja.
I.
Penutup
1.
Sejarah
Kerajaan Arab Saudi adalah sebuah negara monarki yang terletak di
Jazirah Arab. Pada tanggal 23 September 1932, Abdul Aziz ibn Abdurrahman
al-Sa’ud dikenal juga dengan sebutan Ibu Sa’ud memproklamasikan berdirinya
Kerajaan Arab Saudi atau Saudi Arabia (al-Mamlakah al-‘Arabiyah al-Su’udiyah)
dengan menyatukan wilayah Riyadh, Najd (Nejed), Hail, Asir , dan Hijaz. Abdul
Aziz kemudian menjadi raja pertama pada kerajaan tersebut. Dengan demikian
dapat dipahami, nama Saudi berasal dari kata nama keluarga Raja Abdul Aziz
al-Sa’ud.
2.
Geografis
Bagian barat Jazirah Arab dibatasi oleh laut merah dan Gurun Sinai.
Sebelah timur berbatasan dengan teluk Arab dan bagian selatan wilayah Irak.
Sebelah selatan berbatasan dengan teluk Arab dan bagian selatan wilayah Irak.
Sebelah selatan berbatasan dengan Laut arab yang membentang sampai kelaut
India. Lalu bagian utaranya berbatasan dengan Syam dan sebagian wilayah Irak.
Sekalipun ada sedikit perbedaan tentang batas wilayah, demikianlah gambaran umumnya.
Luas wilayahnya membentang antara satu juta hingga satu juga tiga ratus mil
persegi.
3.
Struktur
a. Arab Baidah,
yaitu bangsa Arab yang paling kuno yang telah punah sama sekali hingga sulit
dilacak sejarahnya secara detail. Mereka contohnya adalah kaum Ad, Tsamud,
Thasm, Jadis, Imlaq, Umaim, Jurhum, Hadur, Wabar, Abil, Jasim, dan Hadramaut.
b. Arab Aribah,
yaitu bangsa Arab keturunan Yasyjub ibn Ya’rub ibn Qathan. Suku bangsa ini
disebut juga bangsa Qahthaniyah.
c. Arab
Musta’ribah, yaitu bangsa Arab yang berasal dari keturunan Nabi Ismail a.s,
disebut juga Arab Adnaniyah.
4.
Sistem Peradaban
a.
Sosial
Pada masa Jahiliyah terbagi menjadi beberapa kelas masyarakat yang
kondisinya berbeda satu sama lain. Hubungan seorang lelaki dengan keluarganya,
misalnya, dikalangan bangsawan, seorang lelaki memiliki kedudukan tertinggi dan
terpandang. Dia bebas berkehendak dan pendapatnya tidak boleh diabaikan.
Kedudukan mereka dihormati dan dijaga sedemikian rupa sehingga masyarakat
dibawahnya rela menghunus pedang dan menumpahkan darah demi membela kehormatan
mereka.
b.
Ekonomi
Kondisi ekonomi mengikuti kondisi sosial. Hal itu tampak jelas pada
cara mereka memnuhi kebutuhan hidup. Di Jazirah Arab, perdagangan masih menjadi
sarana utama untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan tanpa adanya jaminan
keamana dan keselamatan, ekspedisi dagang tidak mudah dilakukan. Padahal,
jaminan seperti itu tidak bisa didapatkan di Jazirah Arab, kecuali pada
bulan-bulan suci. Maka pada bulan-bulan inilah pasar-pasar Arab yang terkenal
seperti pasar Ukazh, Dzil Majaz, Majannah, dan lain-lain didelar.
c.
Politik
Situasi politik ditiga wilayah yang ada disekitar jazirah Arab
berpola vertikal. Masyarakatnya terdiri atas tuan dan budak, atau penguasa
rakyat. Mereka yang menjadi penguasa berhak atas semua harta rampasan dan
kekuasaan sementara mereka yang menjadi budak wajib membayar pajak dan denda.
Abu Haif, “Perkembangan Islam di Arab Saudi (Studi Sejarah Islam
Modern)”, Jurnal Rihlah Vol. III No. 1, Makassar 2015.
Shafiyurahman, 2014, Sirah Nabawiyah,
Jakarta: Qisthi Press.
Kementerian AgamaIndonesia. 2014.Sejarah Kebudayaan Islam Kurukulum 2013
Kelas VII Madrasah Tsanawiyah. Jakarta.
[1] Abu
Haif, “Perkembangan Islam di Arab Saudi (Studi Sejarah Islam Modern)”, Jurnal
Rihlah Vol. III No. 1, Makassar 2015, 13.
[2]
Ibid.,
[3]Abu
Haif, “Perkembangan Islam di Arab Saudi (Studi Sejarah Islam Modern)”, Jurnal
Rihlah Vol. III No. 1, Makassar 2015, 21.
[4]Syaikh
Shafiyurahman, Sirah Nabawiyah,(
Jakarta: Qisthi Press, 2014) hlm. 15
[6]Ibid., hlm. 16
[7]Syaikh
Shafiyurahman, Sirah Nabawiyah,(
Jakarta: Qisthi Press, 2014) hlm. 36
[8]Syaikh
Shafiyurahman, Sirah Nabawiyah,(
Jakarta: Qisthi Press, 2014) hlm. 50
[9]Syaikh
Shafiyurahman, Sirah Nabawiyah,(
Jakarta: Qisthi Press, 2014) hlm. 51
[10]Syaikh
Shafiyurahman, Sirah Nabawiyah,( Jakarta:
Qisthi Press, 2014) hlm. 53
[11]Ibid., hlm. 54
[12]Syaikh
Shafiyurahman, Sirah Nabawiyah,(
Jakarta: Qisthi Press, 2014) hlm. 15
Did you know there is a 12 word sentence you can say to your man... that will induce intense feelings of love and instinctual attractiveness to you buried inside his heart?
BalasHapusThat's because hidden in these 12 words is a "secret signal" that triggers a man's instinct to love, cherish and guard you with his entire heart...
===> 12 Words That Trigger A Man's Desire Response
This instinct is so hardwired into a man's mind that it will drive him to try better than before to make your relationship the best part of both of your lives.
As a matter of fact, fueling this all-powerful instinct is so binding to getting the best possible relationship with your man that once you send your man one of these "Secret Signals"...
...You will instantly notice him open his mind and heart to you in a way he's never expressed before and he will identify you as the one and only woman in the world who has ever truly understood him.