Artikel_GHASBU, MENCURI, MERAMPOK, MEROMPAK DAN BEGAL (MENYAMUN) DALAM ISLAM

GHASBU, MENCURI, MERAMPOK, MEROMPAK DAN BEGAL (MENYAMUN) DALAM ISLAM

Oleh: Ali Hasan Assidiqi dan Rizqi Fatkhu Rokman
(Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Pada zaman akhir saat saat ini banyak manusia yang telah melupakan kewajiban dan larangan dalam agama Islam khususnya. Dikota besar ataupun di pedesaan sering kali terjadi tindakan kriminalitas, umunya mereka mencuri ataupun menyamun, merampok. Demi memenuhi kebutuhan hidup sehingga mereka berani untuk melakukan tindakan haram tersebut.
Mencuri ataupun merampok dalam Islam dapat diartikan sebagai tindakan mengambil hak harta orang lain tanpa sepengetahuan atau tidak dari pemiliknya. Dalam Islam mencuri merampok dan menyamun adalah perbuatan yang dilarang. Kebanyakan orang hanya mengerti dasar hukum mencuri merampok dan menyamun secara mendasar. Dan tanpa ada pemikiran untuk dapat memahami lebih mendalam mengenai hukum tindakan tersebut dalam kajian islam yang sesunguhnya.
Selain itu jika misal berkaitan dengan lautpun juga ada yang disebut dengan merompak. Hal inipun juga sama hukumnya dengan mencuri, merampok, menyamun yaitu dilarang atau haram. Hal tersebut sangat jelas karena dapat merugikan orang lain.
Tanpa sadar kadang perbuatan diatas semuanya berawal dari ghasab yang mulanya hanya ingin memliki harta orang lain dengan sewenang-wenang dengan beberapa waktu namun akhirnya dipakai terus menerus sehingga lahirkan pencurian dll. Hal inipun juga diperkuat dengan adanya fakta realita tentang kasus kriminalitas tentang pencurian, perampokan dll menurut Data registrasi Polri mengungkapkan bahwa kejadian kejahatan di Indonesia selama periode Tahun 2011–2013 cenderung berfluktuasi. Jumlah kejadian kejahatan atau crime total dari sekitar 347.000 kasus pada tahun 2011 menurun menjadi sekitar 341.000 kasus pada tahun 2012. Namun, pada tahun 2013 meningkat menjadi sekitar 342.000 kasus. Dan Jumlah penduduk korban kejahatan dari sekitar 2.980.000 rumah tangga pada tahun 2011 menurun menjadi sekitar 2.500.000 rumah tangga di tahun 2012 dan turun lagi menjadi sekitar 2.430.000 rumah tangga di tahun 2013.[1]
Oleh karena itu, untuk dapat memahami pengertian mencuri merampok, merompak, menyamun dan ghasab yang dalam artian sesunguhnya. Maka dalam makalah ini akan dijelaskan tentang tindakan mencuri merampok, merompak, menyamun dan ghasab dalam kajian Islam. Hal tersebut berupa pengertian, dasar uokum, dan penerapan hukumannya serta penjelasan terkait lainnya.

B.  Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penulis ingin membahas secara mendalam dan detail dari sumber-sumber yang telah diakui tentang mencuri merampok, merompak, menyamun dan ghasab dalam kajian Islam yang disimpulkan dalam rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Apa pengertian, dasar hukum,  dan bagaiamana penerapan hukuman serta hal terkait lainnya tentang ghasab dalam perspektif Islam?
2.    Apa pengertian, dasar hukum,  dan bagaiamana penerapan hukuman serta hal terkait lainnya tengtang mencuri dalam perspektif Islam?
3.    Apa pengertian, dasar hukum,  dan bagaiamana penerapan hukuman serta hal terkait lainnya tentang merampok, merompak, begal/menyamun dalam perspektif Islam?

C.  Tujuan Penulisan
Dalam makalah ini penulis ingin memaparkan secara detail dan mendalam meliputi:
1.    Mengetahui dan memahami tentang pengertian, dasar hukum,  dan bagaiamana penerapan hukuman serta hal terkait lainnya tentang ghasab dalam perspektif Islam.
2.    Mengetahui dan memahami tentang pengertian, dasar hukum,  dan bagaiamana penerapan hukuman serta hal terkait lainnya tengtang mencuri dalam perspektif Islam.
3.    mengetahui dan memahami tentang pengertian, dasar hukum,  dan bagaiamana penerapan hukuman serta hal terkait lainnya tentang merampok, merompak, begal/menyamun dalam perspektif Islam.

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Ghasab.
1.    Pengertian Ghasab
Ghashab menuru bahasa berarti mengambil secara dzalim. Adapun menurut syariat berarti menguasai harta orang lain dengan alasan yang tidak benar.[2] Tindakan ini termasuk kedzaliman yang diharamkan di dalam al-Kitab, as-Sunnah dan Ijma’. Pelakunya harus mengembalikan apa yang dighashab, karena itu termasuk masalah mengembalikan kedzaliman kepada orang yang didzalimi. Perbuatan Ghashab adalah kejahatan yang diancam hukuman pidana (hukuman dunia). Dalam syari’at Islam hukuman ghashab ialah dipotong tanggannya.[3]
2.    Dasar Hukum Ghasab
Ghashab, merampas hak orang lain adalah perbuatan zhalim, sedangkan perbuatan zhalim termasuk kegelapan-kegelapan pada hari kiamat. Dalam Al-quran Allah swt berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُون
Artinya   :  Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui. (QS al-Baqarah: 188).
Sebab turunnya ayat ini ialah seperti yang diriwayatkan Bahwa ibnu Asywa Al-Hadrami dan Imri’il Qais teribat dalam sesuatu perkara soal tanah yang masing-masing tidak dapat memberikan bukti. Maka Rasulullah saw. Menyuruh Imri’il Qais (sebagai terdakwa yang ingkar) supaya bersumpah. Tatkala Imri’il Qais hendak melaksanakan sumpah itu turunlah ayat ini.[4]
Pada bagian pertama dari ayat ini Allah melarang agar jangan memakan harta orang lain dengan jalan yang batil. Yang dimaksud dengan “memakan” disini ialah “mempergunakan” atau “memanfaatkan” sebagaimana biasa dipergunakan dalam bahasa Arab dan bahasa lainnya. Dan yang dimaksud dengan “batil” ialah dengan cara yang tidak menurut hukum yang telah ditentukan Allah.[5]
Para ahli tafsir mengatakan banyak hal-hal yang dilarang yang termasuk dalam lingkungan bagian pertama dari ayat ini, antara lain :
a.       Memakan riba
b.      Menerima zakat bagi orang yang tidak berhak menerimanya.
c.       Makelar-makelar penipuan terhadap pembeli atau penjual.
Kemudian pada ayat bahagian kedua atau bahagian terakhir dari ayat ini Allah swt. melarang membawa urusan harta kepada hakim dengan maksud untuk mendapatkan sebahagian dari harta orang lain dengan cara yang batil, dengan menyogok atau memberi sumpah palsu atau saksi palsu.[6]
          Sedangkan dalam hadits yaitu:
َنْ سَعِيْدِ بْنُ زَيْدٍ اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ ص قَالَ (مَنِ اقْتَطَعَ شِيْرًا مِنَ اْلاَرْضِ ظُلْمًا طَوَّقُهُ اللهُ اِيَّاهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ اَرَضِيْنَ). منتفق عليه.
Artinya   :  Dari Sa’id bin Zaid, bahwasanya Rasulullah saw. telah bersabada “Barangsiapa ambil sejengkal dari bumi dengan kezhaliman, niscaya Allah kalungkan dia dengannya pada hari Qiyamat dari tujuh bumi”.[7]
Menurut  UlamaSyaikhul islami ibnu Taimiyah berkata : “Jika yang haram bercampur dengan yang halal, seperti barang yang dikuasai dengan ghashab, riba dan judi, lalu tidak ada kejelasan ketika ia bercampur dengan yang lain (yang halal), maka tidak diharamkan untuk dicampur. Jika di suatu lahan ada gambaran seperti ini, tidak diketahui secara jelas garis perbedaannya, maka tidak diharamkan bagi seorang untuk membeli lahan itu. Tapi jika mayoritas harta seseorang diperoleh dengan cara haram, maka apakah menggunakan harta itu haram ataukah makruh? Jawabannya dapat dititik dari dua sisi, yang pasti, jika mayoritas hartanya halal, maka tidak diharamkan menggunakannya”.[8]

B.  Mencuri.
1.    Pengertian Mencuri.
Menurut bahasa, mencuri (sariqah) adalah mengambil sesuatu yang bukan miliknya secara sembunyi-sembunyi.[9] Adapun menurut istilah, adalah mengambil harta yang terjaga dan mengeluarkan dari tempat penyimpanannya tanpa ada kerancuan (syubhat) di dalamnya dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi.[10] Sedangkan dalam kitab Bidayatul Mujtahid mencuri atau saraqah adalah mengambil barang milik orang lain secara sembunyi-sembunyi dan diam-diam.[11]  Begitupula menurut Syarbini al-Khatib yang disebut mencuri adalah mengambil barang secara sembunyi-sembunyi di tempat penyimpanan dengan maksud utuk memilikinya dan memenuhi ketentuan tertentu.[12] Sedangkan menurut Abdul Qadir Audah mencuri ada dua macam yaitu mencuri ringan dan berat. Mencuri ringan adalah mengabil harta milik orang lain dengan cara diam-diam dengan jalan sembunyi-sembunyi. Sedangkan mencuri berat adalah mengambil harta milik orang ain dengan diam-diam disertai kekerasan.[13] Kesimpulannya mencuri atau saraqah adalah mengambil barang milik orang lain dengan sadar dengan cara sembunyi-sembunyi.

2.    Dasar Hukum Mencuri.
Pada kenyataannya mencuri termasuk perbuatan dosa besar, dan para ulama telah sepakat tenteng keharamannya, begitu juga hukuman para pelaku pencuri telah ditetapkan dalam al-Qurán, as-Sunnah dan ijm’ para ulama.
a.     Dasar sanksi hukum bagi pencuri dalam al-qur’an
Allah SWT telah berfirman:
   وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Al-Ma’idah:38).[14]
b.    Dasar sanksi hukum bagi pencuri dalam al-hadist
 اقْطَعُوا فِي رُبُعِ دِينَارٍ، وَلاَ تَقْطَعُوا فِيمَا هُوَ أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ
Potonglah karena (mencuri sesuatu senilai) seperempat dinar, dan jangan dipotong karena (mencuri) sesuatu yang kurang dari itu”. ( HR. Bukhori )
لاَ تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ إِلَّا فِي رُبُعِ دِيْنَارٍ فَصَاعِداً            
”Tidaklah dipotong tangan seorang pencuri kecuali (jika ia telah mencuri sesuatu) senilai seperempat dinar atau lebih”. ( HR. Muslim ).[15]
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra katanya: sesunguhnnya rasulullah saw pernah memotong tangan seorang yang mencuri sebuah perisai yang bernilai sebanyak 3 dirham” (Hadits Shahih Muslim).[16]
Sesunguhnya orang yang sebelum kalian menjadi binasa disebabkan kalau ada seorang bangsawan yang mencuri di tengah-tengah kalian maka kalian biarkan saja” (Hadits Bukhari Muslim).[17]
3.    Syarat dan Ketentuan Mencuri
Suatu perkara dapat ditetapkan sebagai pencurian apabila memenuhi syarat sebagai berikut : 
a.    Orang yang mencuri adalah mukalaf, yaitu sudah baligh dan berakal.
b.     Pencurian itu dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi.
c.    Orang yang mencuri sama sekali tidak mempunyai andil memiliki terhadap barang yang dicuri.
d.   Barang yang dicuri adalah benar-benar milik orang lain.
e.    Barang yang dicuri mencapai jumlah nisab “Imam Malik : ¼ dinar (3,34 gram) atau lebih dan Abu Hanifah, Imam Syafii, Imam Ahmad 1 Dinar sedangkan menurut  Imam Hasan Basri, Abu Dawud Az-Zahiri dan kelompok khawarij kecil atau besar tetap wajib potong tangan berdasarkan hadits rasulullah”[18]
f.     Barang yang dicuri berada di tempat penyimpanan atau di tempat yang layak.
g.    Tidak keadaan darurat dan terpaksa ( dilakukan umar tetapi hukumannya disini adalah denda)
h.    Adanya niat melawan hukum.[19]
4.    Pembuktian Untuk Tindakan Mencuri
a.    Dengan saksi
Saksi disini minimal dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Sedangkan jika kurang dari hal tersebut maka tidak dikenakan hukuman.
b.    Dengan pengakuan
Pengakuan dalam hal ini cukup dilakukan sekali saja (pendapat Imam Malik, Abu Hanifah, dan Imam Syafi’i) sedangkan menurut imam lainnya (Imam Abu Yusuf, Imam Ahmad dan kelompok syi’ah) berpendapat pengakuan dilakukan dua kali.
c.    Dengan sumpah
Dalam hal sumpah hanya sebagaian yang menerima karena kebanyakan ulama tidak menerima terhadap sumpah baik dari si pencuri atau yang dicuri kecuali terdapat barang bukti lainnya.[20]
5.    Penerapan Hukum Mencuri.
          Apabila tindakan pidana pencurian telah terbukti maka pencurian akan dikenakan hukuman yaitu:
a.    Pengganti kerugian (Dhaman)
Menurut imam Abu Hanifah bahwa pergantian kerugian ini dilakukan apabila ia tidak dikenakan hukuman potong tangan dalam keputusan dan juga syarat-syaratnya tidak mencapai hukum potong tangan. Dan dalam hal ini juga tidak boleh dilakukan hukuman bersamaan dengan potong tangan. Namun menurut Imam Syafii dan Imam Ahmad bahwa apabila sudah potong tangan maka juga dikenkan penganti kerugian sesuai dengan yang dicuri hal ini karena di dalamnya terdapat hak masyarakat atau manusia dan hak Allah.
b.    Hukum potong tangan
Dalam hal ini ketentuan dan syarat terpenuhi maka jika mencapainya maka wajib baginya pencuri dipotong tangannya. Dan hak ini tidak bisa digugurkan oleh ulil amri atau keluarga korban (si pencuri) atau dimaafkan oleh keluarga korban kecuali menurut kelompok syiah zaidiyah dibolehkan.[21]
Hukuman potong tangan ini dikenakan sesuai aturan yang berlaku yaitu sesuai tekniks penalksanaanya sebagai berikut:
1)      Alat pemotong. Alat ini haruslah tajam dan biasanya memiliki ukuran yang besar.
2)      Bagian yang dipotong ketika tangan adalah pergelangan tangan (jumhur ulama) namun menurut khawarij adalah dari pundak.
3)      Saksi, dalam proses pemotongan tangan disertai saksi sebagai bukti atas terjadinya hukuman tersebut.
4)      Penyembuhan, dalam hal ini sudah tersedia bahan obatan dan peralatan yang digunakan untuk menghentikan darah dan lainnya.
6.    Gugurnya Hukuman Potong Tangan
a.    Nilai yang dicuri dibawah ambang ketentuan minimal sehingga orang tersebut cukup dikenakan denda saja. Hal ini sesuai dari hadits nabi yaitu “Dari Aisyah ra katanya: rasulullah besabda “potong tangan dilakukan pada nilai ¼ dinar 3,34 gram ke atas” (Hadist ini disepakati shahih oleh Bukhari dan Muslim).
b.    Harta yang dicuri milik anggota keluarga sendiri seperti orangtua ke anak dan lainnya. Hal ini sesuai hadits nabi yaitu “dari Jabir bin Abdullah ra katanya: sesunguhnnya ada orang laki-laki bertanya kepada rasulullah “ya rasullulah sesungguhnya aku punya harta dan anak. Sedangkan ayah ingin melenyapkan hartaku “maka rasulullah saw bersabda “engkau dan hartamu adalah milik ayahmu” (Shahih Al-Jami’ No 1498). Penjelasan dalam hal ini lebih kepada musyawarah terhadap keduanya karena keduanya memiliki hak yang sama.
c.    Pelaku pencurian belum akil baligh.
Dalam hal ini usianya belum sampai pada 15 tahun dan belum baligh. Hal ini berkiatan dengan hadits yaitu “Bila anak-anak telah mencapai usia 15 tahun maka tegakkanlah hudud atasnya” (HR Al-Baihaqi dan Anas Bin Malik).[22]
7.    Hikmah hukuman(uqubah) bagi pencuri.
a.    Membuat orang yang mau berbuat pencurian mempertimbangkan seribu kali pertimbangan, sebab hukumannya sangat menyakitkaan memalukan dan memberatkan kehidupannya di masa depan (yaitu hokum potong tangan ataupun kaki).
b.    Orang jera untuk melakukan pencurian kembali. Khususnya bagi yang sudah terlanjur pernah mencuri lalu dikenahi hukuman had, ia tidak berani lagi mengulanginya.
c.    Terpeliharanya harta masyarakat dari gangguan orang lain.
d.   Terciptanya kehidupan kondusif, aman, tentram, bahagia.
e.    Mengurangi atau bahkan menghapus beban siksaan di akhirat bagi pelaku pencurian. Sebab jika seseorang melakukan pencurian tidak dikenahi hukuman had (hukum Allah) di dunia, maka nanti di akhirat siksaanya jauh kan lebih berat di bandingkan siksaan had yang di lakukan di dunia.[23]

C.  Merampok, Merompak, Begal/Menyamun.
      
1.    Pengertian Merampok, Merompak, Begal/Menyamun.
Dalam istilah syara’ merampok di sebut qhat’utthariq yang artinya “memotong jalan” atau “menjegal” atau di sebut hirabah yang artinya “peperangan”. Adapun secara istilah adalah mengambil harta orang lain dengan cara paksa, kekerasan, ancaman senjata, penganiayaan bahkan kadang kala dengan membunuh pemilik barang. Penyamun/ perampok/ perompak adalah orang yang mengambil harta orang muslim atau non muslim (mu’ahad : non muslim yang terkait perjanjian dengan kaum muslimin) tanpa alasan yang benar, dengan cara paksa, atau menggagahi pemiliknya di suatu padang pasir atau tempat yang lain. Sedangkan menurut hanafiyah merampok, merompak dan menyamun adalah keluar untuk mengambil harta dengan jalan kekerasan yang realisasinya menakutiorang lain baik dijalan, mengambil harta atau membunuh orang.[24] Sedangkan istilah islam dalam fiqih klasik adalah muharib (hirabah). Hirabah sendiri merupakan mengambil barang orang lain dengan cara kekerasan atau anarkis seperti hal diatas.[25]
Ketiga istilah yaitu menyamun, merampok, merompak  esesinnya mempunyai arti sama yakni mengambil barang orang lain secara terang-terangan ( si pemilik barang tahu), membawa senjata (kayu, batu, pisau, senjata api yang dapat di gunkan berkelahi). Bedanya hanya pada tempat dan suasana. Kalau menyamun di lakukan di tempat yang sunyi, tidak ada banyak orang dan di jalan raya. Kalau merampok di lakukan di tempat yang ramai seperti di pasar, di rumah, mool, bank dan lain lain. Dan kalau merompak dilakuakn di laut atau di perairan.
2.    Dasar Hukum Merampok, Merompak, Begal/Menyamun.
Dasar dari hukum ketiganya terdapat dalam al quran yaitu:
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (Q.S. Al-Maidah:33).[26]
3.    Penerapan Hukum Merampok, Merompak, Begal/Menyamun dan bagi yang telah bertaubat.
Telah menjadi ijma’ ulama atas gugurnya had harabah jika perampok penyamun/penyamun/perompak tersebut bertaubat sebelum mereka tertangkap, sebab jika taubatnya setelah tertangkap maka tidak dapat merubah sedikitpun ketentuan sangsi hukum terhadapnya. Hukum-hukum yang menjadi hak Allah menjadi gugur, yaitu potong tangan dan kaki sebab taubat. Akan tetapi yang berkaitan dengan hak adami berupa jiwa, harta tidak bias gugur begitu saja. Firman Allah dalam Q.S. Al-Maidah [5]:34
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَقْدِرُوا عَلَيْهِمْ ۖ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ  
kecuali orang-orang yang bertaubat sebelum kamu dapat menguasai mereka, maka ketahuilah bahwa Allah maha pengampun, maha penyayang” (Q.S Al-Maidah [5]:34)
Adapun had-had dan hukuman lain yang merupakan hak hamba, tidak dapat gugur dengan taubat sebelum tertangkap, oleh sebab itu terhadap penyamun/perampok/perompak sesuai dengan berat ringanya perbuatan mereka, antara lain:
a.    Hukuman menakuti maka hukumannya adalah perngasingan. Hal ini sesuai dengan surah al-maidah ayat 33. Cara untuk melakukan pengasingan ini menurut malikiyah dipenjarakan di tempat lain dan menurut Imam Syafi’i adalah penahanan di luar atau dalam daerah sampai ia bertaubat.
b.    Hukuman mengambil harta tanpa membunuh adalah dipotong tangan dan kakinya dengan bersilang (pendapat imam syafi’i, ahmad dan syiah zaidiyah). Tata caranya sesuai hukuman potong tangan pada pencuri hanya saja ditambahkan kaki.
c.    Hukuman untuk membunuh tanpa mengambil harta adalah dibunuh hukuman mati  (imam syafi’i dan imam abu hanifah).
d.   Hukuman untuk membunuh dan mengambil harta adalah dibunuh atau hukuman mati dan disalip tanpa dipotong tangan dan kakinya (pendapat ini dari kesepakatan semuanya kecuali imam abu hanifah yang masih tergantung kepada keputusan hakim).[27]
Hukum-hukum tersebut adalah hukuman yang berupa hak hamba, yaitu hak pihak yang menjadi korban. Oleh sebab itu mereka mempunyai hak untuk memaafkan atau membebaskan tanggungan harta, seperti oada tindak kejahatan selain menyamun. Jika ini dilakukan maka gugurlah hukuman tersebut dari diri pelaku kejahatan menyamun yang taubat sebelum tertangkap.
4.    Hikmah Dilarangnya Penyamun, Perampok dan Perompak.
Hikmah dari dilarangnya perbuatan menyamun merampok dan merompak diantaranya adalah sebagai berikut :
a.    Orang akan menghindari dari tindakan kejahatan baik menyamun, merampok, dan merompak.
b.    Melindungi hak milik harta benda dan jiwa seseorang dengan aman.
c.    Mendorong manusia untuk mamiliki harta dengan cara sah dan halal.
d.   Terwujudnya lingkungan yang aman , damai dan sejahtera.
5.     Gugurnya Hukuman Kepada Penyamun, Perampok dan Perompak
a.     Orang-orang yang menjadi korban perampokan dan lainnya tidak mempercayai pelakunya
b.    Orang-orang yang menjadi korban tidak mempercayai parak saksi
c.    Pelaku sudah bertaubat (berdasarkan al-qurann surah al-maidah ayat 34) maka tidak boleh dibunuh, disalib atau dipotong tangannya, tetapi wajib mengembalikan harta atau melakukan pengambilan harta.[28]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.    Ghasab adalah menguasai harta orang lain dengan alasan yang tidak benar.[29] Tindakan ini termasuk kedzaliman yang diharamkan di dalam al-Kitab, as-Sunnah dan Ijma’. Pelakunya harus mengembalikan apa yang dighashab, karena itu termasuk masalah mengembalikan kedzaliman kepada orang yang didzalimi. Dan hukum dasar terdapat dalam surah al-baqarah ayat 188. Penerapannya orang ghasab termasuk dosa dan wajib baginya mengembalikan sebelum ia ditetapkan sebagai pencuri sehingga dalam Islam pencuri dipotong tangannya.
2.    Mencuri atau saraqah adalah mengambil barang milik orang lain dengan sadar dengan cara sembunyi-sembunyi. Dasar hukum dari mencuri adalah surat al-maidah ayat 38, hadits bukhari dan lainnya. Hukuman bagi pencuri dalam hal ini tergantung dari ketentuannya, jika tidak mencapai syarat atau ketentuan maka cukup menganti kerugian sedangkan jika sesuai maka dipotong tangannya yang kanan dari pergelangan tangannya. Jika melakukan kembali maka potongan kaki kirinya.
3.    Menyamun, merampok, merompak  esesinnya mempunyai arti sama yakni mengambil barang orang lain secara terang-terangan ( si pemilik barang tahu), membawa senjata (kayu, batu, pisau, senjata api yang dapat di gunkan berkelahi). Bedanya hanya pada tempat dan suasana. Kalau menyamun di lakukan di tempat yang sunyi, tidak ada banyak orang dan di jalan raya. Kalau merampok di lakukan di tempat yang ramai seperti di pasar, di rumah, mool, bank dan lain lain. Dan kalau merompak dilakuakn di laut atau di perairan. Dasar hukum dari perbutan tidak baik ini terdapat dalam surah al-maidah ayat 33 dan 34. Untuk penerapan hukumannya tergantung dari perbuatannya. Apabila ia hanya menakuti maka hukumannya diasingkan sampai bertaubat, jika hanya mengambil harta maka dipotong tangan dan kakinya secara bersilang, jika membunuh tanpa mengambil harta maka dihukum mati tanpa salib dan jika ia membunuh dan mengambil harta maka wajib dibunuh dan disalib tetapi tidak di potong tangan dan kakinya. Pelaksanaanya dibunuh dahulu lalu disalib menurut imam syafii.






DAFTAR PUSTAKA

Rusdy,  Ibnu. 2013.  Bidayatul Muqtashid (penerjemah: Abdul Rasyad). Jakarta: Akbar Media
Hasan, A. 2002. Bulughul-Maram. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.
Muhammad, Al-Imam Asy Syekh. 1992.  Fathul Qorib (penerjemah: Ahmad Sunarto). Surabaya: Al-Hidayah.
Al-Faruq, Asadullah. 2009.  Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Munajat, Makrus.  Hukum Pidana Islam di Indonesia. Yogyakarta: Teras.
Ali, Zainuddin.  2000. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Al-Anshari, Abdurrahman dan Fauzan. 2002.  Hukuman Bagi Pencuri. Jakarta: Khairul Bayan.
Muslich, Ahmad Wardi. 2005. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Departemen Agama RI. 1986. Ibadah Syarah. Jakarta : Depag-Cet-III.
Haliman. 1999. Hukum Pidana Dalam Syariat Islam. Djakarta: Bulan Bintang.
Ghasabhttp://saidhudrihasibuan.blogspot.com/2011/12/ ghasab.html diakses tanggal 23 Oktober 2018.
Data  Kriminal di Indonesiahttps://www.bappenas.go.id diakses tangal 25 Oktober 2018.




[1] https://www.bappenas.go.id
[2] Ibnu Rusdy, Bidayatul Muqtashid (penerjemah: Abdul Rasyad), Jakarta: Akbar Media, 2013, hlm. 523
[3]Departemen Agama RI. Ibadah Syarah¸ Jakarta : Cet-III, 1986 hlm 23
[4]http://saidhudrihasibuan.blogspot.com/2011/12/makalah-ghasab.html
[5]Ibid.
[6]Ibid.
[7]A. Hasan, Bulughul-Maram, Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2002, hlm. 395.
[8] Haliman, Hukum Pidana Dalam Syariat Islam, Djakarta: Bulan Bintang, 1999, hlm 196.
[9] Al-Imam Asy Syekh Muhammad, Fathul Qorib (penerjemah: Ahmad Sunarto), Surabaya: Al-Hidayah,1992 hlm163.
[10] Asadullah Al-Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009, hlm 32.
[11] Ibnu Rusdy, Bidayatul Muqtashid (penerjemah: Abdul Rasyad), Jakarta: Akbar Media, 2013, hlm. 703.
[12] Makrus Munajat, Hukum Pidana Islam di Indonesia, Yogyakarta: Teras, 2009, hlm 145. Penjelasan ini juga bisa dilihat di kitab nghni al-muhtaj halaman 158.
[13] Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm 82.
[14] Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 200, hlm 62.
[15] Makrus Munajat, Hukum Pidana Islam di Indonesia, hlm 146
[16] Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, hlm 64. Penjelasan bisa dilihat di Kitab Shahih Muslim Juz 3.
[17] Ibnu Rusdy, Bidayatul Muqtashid hlm 705. Penjelasan bahwa orang tersebut bernama makhzumiyah menurut Az-Zuhri dalam hadits Abu Hurairah.
[18]  Hadits ini terdapat dalam buku Muhammad ibn Ismail al-bukhari hlm 174 “Allah mengutuk pencuri, yang mencuri telur tetap harus  dipotong tangannya dan yang mencuri tali juga harus dipotong tangannya”.
[19] Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, hlm 88.
[20] Ibid hlm 89
[21] Ibid hlm 90-91
[22] Abdurrahman dan Fauzan Al-Anshari, Hukuman Bagi Pencuri, Jakarta: Khairul Bayan, 2002, hlm. 13-16
[23] Ibid hlm 60-62
[24] Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, hlm 94.
[25] Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, hlm 69.
[26] Makrus Munajat, Hukum Pidana Islam di Indonesia, hlm 153
[27] Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, hlm 101-102.
[28] Ibid, hlm 104-105.
[29] Ibnu Rusdy, Bidayatul Muqtashid, hlm. 523

Komentar

  1. Do this hack to drop 2 lbs of fat in 8 hours

    Well over 160,000 women and men are losing weight with a easy and secret "liquid hack" to burn 2 lbs each night as they sleep.

    It's very easy and it works all the time.

    Here's how to do it yourself:

    1) Get a drinking glass and fill it up with water half full

    2) Proceed to learn this proven hack

    so you'll become 2 lbs skinnier the very next day!

    BalasHapus

Posting Komentar