KUMPULAN PUISI DARI 3
SASTRAWAN
“KARYA GUS MUS CHAIRUL
ANWAR
DAN TAUFIQ ISMAIL
SERTA DILENGKAPI TEORI DASAR BELAJAR MENULIS PUISI”
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||
Puisi dibuat oleh para
sastrawan terekenal di seluruh pelosok negeri
Buku kumpulan puisi
ini memang sengaja dibuat bukan semata mata ingin mencopas namun ditujukan
kepada siapapun yang ingin belajar membuat puisi.
Memang tidak ada buku
panduan khusus, namun dari beberapa contoh ini kita menemukan inspirasi dan ide
bagi kita untuk membuat puisi yang memiliki makna positif bagi diri sendiri dan
orang lain. Hal tersebut dikarenakan dalam suatu teori bahwa orang yang
mempelajari langsung daripada terpaku pada bahan lebih baik ia yang mempelajari
langsung, namun tidak lupa dengan teori dasarnya.
Oleh: Ali Hasan
Assidiqi
Blog pribadi:
Alihasanassidiqi.blogspot.com
Ig: Alihasanassidiqi
Dibuat di Malang, Jawa
Timur, Indonesia Tahun 2018
MALANG 23 JULI 2018
TEORI
MEMBUAT PUISI
A. Pengertian menulis Puisi menurut para ahli
Menuurt Waluyo (2005: 1) menyatakan
bahwa puisi adalah karya sastra yang dipadatkan, disingkat, dan diberi irama
dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Dan menurut Schmitt dan Viala (1982: 116) menyatakan bahwa
masyarakat Yunani puisi sebagai seni menciptakan bahasa yang berbeda dari
pemakaian bahasa sehari-hari.
B. Aturan Menulis Puisi
Dalam puisi modern, hampir tidak ada
aturan baku dalam penulisan puisi. Tidak seperti puisi-puisi lama. Pantun
misahnya. Setiap bait terdiri dari empat baris, bersajak AB AB atau AA AA,
baris pertama kedua sampiran dan baris ketiga keempat isi. Puisi modern
merupakan puisi yang bebas. Tidak terikat oleh aturan. Hanya saja, sejalan
dengan pengertian yang kita bahas tadi, kalimat atau kata-kata dalam puisi
harus dipadatkan dan disingkat. Ya, kalau panjang nanti bisa jadi cerpen.
Hehe.
C. Manfaat Menulis Puisi
C. Manfaat Menulis Puisi
Sebenarnya banyak sekali manfaat
menulis puisi. Di sini akan kita bahas beberapa poin saja.
1. Sarana mengungkapkan diri. Puisi adalah sarana bagi kita untuk mengekspresikan
diri atau mencurahkan isi hati dengan bahasa kiasan atau bahasa yang indah.
Bukan dengan bahasa yang vulgar dan apa adanya. Bukan pula dengan bahasa
ilmiah.
2. Melibatkan diri aktif dalam kegiatan sastra. Sangat jelas, menulis puisi merupakan salah satu jalan
bagi kita untuk bersastra.
3. Meningkatkan kreatifitas diri. Kegiatan menulis, termasuk menulis puisi, merupakan
kegiatan kreatif. Karena di dalamnya menuntut kreativitas seseorang untuk
menuangkan ide-idenya dalam bentuk kata-kata yang berbeda atau kata-kata yang
indah. Atau lebih tepatnya, kata-kata kiasan yang dirangkai menjadi sebuah
puisi.
D. Syarat Menulis Puisi
Tidak berbeda dengan karya sastra
yang lain, menulis puisi pun ada syarat-syaratnya. Syaratnya apa saja? Yuk, simak.
1. Menentukan tema. Sudah menjadi hal mutlak bahwa karya sastra harus
memiliki tema. Tema adalah pondasi dari sebuah tulisan, baik karya sastra
maupun nonsastra. Dan puisi, yang termasuk dalam deretan karya sastra,
jelas-jelas mengharuskan hadirnya tema di dalamnya.
2. Pemilihan diksi. Ini yang sedikit membedakan dengan karya tulis yang
lain. Dalam menulis puisi kita harus sangat memerhatikan diksinya. Hal itu akan
sangat berpengaruh terhadap pembaca. Bila diksinya bagus, maka akan enak dibaca
atau diperdengarkan. Namun, bila sebaliknya, pembaca atau pendengar tidak akan
nyaman.
3. Memaksimalkan majas. Penggunaan majas akan membuat kalimat dalam puisi sarat makna. Dengan begitu pembaca tidak perlu terkekang dengan makna yang dikehendaki penulis, tetapi bisa memaknai dengan makna yang lain.
4. Pengimajinasian. Kita harus mampu mengimajinasikan yang seluruh indera kita rasakan menjadi kalimat-kalimat.
3. Memaksimalkan majas. Penggunaan majas akan membuat kalimat dalam puisi sarat makna. Dengan begitu pembaca tidak perlu terkekang dengan makna yang dikehendaki penulis, tetapi bisa memaknai dengan makna yang lain.
4. Pengimajinasian. Kita harus mampu mengimajinasikan yang seluruh indera kita rasakan menjadi kalimat-kalimat.
E. Teori Menulis Puisi
Menulis puisi adalah suatu
keterampilan berbahasa dalam menuangkan ide, gagasan, dan pikirannya dalam
bentuk bahasa tulis dengan memerhatikan keterikatan pada unsur-unsur puisi.
Menulis puisi juga merupakan kegiatan produktif yang menghasilkan karya sastra.
F. Metode Menulis Puisi
Seperti yang sudah kita bahas di
atas, puisi merupakan karya sastra yang bebas. Tidak terikat oleh aturan-aturan
tertentu. Hal itu sudah jelas meniscayakan metode menulis puisi juga bebas.
Dalam artian, sangat banyak metode yang dapat digunakan dalam menulis puisi.
Ada salah satu metode yang menarik
dalam menulis puisi, yaitu metode akrostik. Kelanjutan dari metode ini adalah
lahirnya puisi akrostik. Puisi akrostik adalah puisi yang menggunakan huruf
dalam sebuah kata untuk memulai setiap baris dalam puisi. Semua baris dalam
puisi menceritakan atau mendeskripsikan topik kata yang penting. Puisi akrostik
berbeda dengan puisi yang lain, karena huruf-huruf pertama setiap baris mengeja
sebuah kata atau kalimat secara vertikal.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh puisi berikut.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh puisi berikut.
Terang Bulan
Tersingkap seuntai
cahaya
Entah hendak disampaikan
ke siapa
Riak-riak ombak bumi
menebas gundukan pasir
Anggun terbangun istana
berakhir getir
Nanar mata menatap
seberkas syair
Gundah gulana berteman
kilat dan petir
Bah! Setan-setan kau
pelihara
Ungkapkan bait-bait
terkesima
Lantunkan dosa tak lagi
terjamah
Arak-arakan menggiring
manusia
Neraka Jahannam telah
lama menyala
G. Tata Cara Menulis Puisi
Sudah paham teori-teori tentang
puisi? Kita lanjutkan ke tata cara menulis puisi.
1. Ide. Ide merupakan ruh dalam dunia kepenulisan, termasuk puisi. Kita harus peka dan menggali informasi sebanyak-banyaknya dari mana saja untuk mendapatkan ide.
1. Ide. Ide merupakan ruh dalam dunia kepenulisan, termasuk puisi. Kita harus peka dan menggali informasi sebanyak-banyaknya dari mana saja untuk mendapatkan ide.
2. Filterisasi. Kita menyaring segenap informasi atau ide yang kita
dapatkan lalu mulai kita menentukan ide yang mana yang layak atau mampu kita
tuliskan.
3. Menulis. Langkah yang sangat penting dalam menulis puisi yaitu melakukan. Tulis saja puisi sesukanya.
3. Menulis. Langkah yang sangat penting dalam menulis puisi yaitu melakukan. Tulis saja puisi sesukanya.
4. Revisi. Setelah usai menulis, alangkah bijak bila kita
mengoreksi atau merevisi tulisan kita. Di sinilah kita mulai mengganti
diksi-diksi yang kurang baik dengan diksi-diksi yang baik dan tepat, sehingga
lebih memperindah puisi kita.
H. Langkah-langkah Menulis Puisi
1. Menentukan ide. Seperti sudah kita bahas, ide merupakan ruh dalam
dunia kepenulisan, termasuk menulis puisi. Maka hal pertama yang harus
dilakukan dalam menulis puisi adalah mencari ide.
2. Memasukkan imajinasi. Imajinasi yang baik akan menghasilkan puisi yang baik
pula. Imajinasi identik dengan pencitraan alat indera kita.
3. Tema yang tepat. Laksana ide, tema juga merupakan ruh dalam menulis
puisi. Maka, menentukan tema yang tepat sebelum menulis puisi adalah hal yang
mutlak
4. Buat judul yang menarik. Tidak bisa dipungkiri bila judul sangat memengaruhi
minat baca. Semakin menarik judul, maka minat pembaca untuk membaca karya
(puisi) kita semakin besar.
5. Menggunakan kata-kata indah. Hakikatnya puisi adalah rangkaian kata-kata yang
indah. Maka, menulis puisi harus menggunakan kata-kata yang indah. Caranya?
Perbanyak membaca, perbanyak kosakata. Dan yang paling penting, perbanyak
berlatih.
6. Buat lirik yang menarik. Bila sekilas memandang, puisi hampir mirip dengan syair. Lirik yang menarik akan menghasilkan suasana puisi yang menenangkan hati.
7. Perwajahan atau topografi. Perwajahan dalam puisi tidak berbentuk paragraf, seperti prosa. Perwajahan dalam puisi berbentuk bait. Yang mana bait-bait itu mengandung makna dari penulisnya sendiri.
6. Buat lirik yang menarik. Bila sekilas memandang, puisi hampir mirip dengan syair. Lirik yang menarik akan menghasilkan suasana puisi yang menenangkan hati.
7. Perwajahan atau topografi. Perwajahan dalam puisi tidak berbentuk paragraf, seperti prosa. Perwajahan dalam puisi berbentuk bait. Yang mana bait-bait itu mengandung makna dari penulisnya sendiri.
8. Gunakan majas. Sangat penting bagi kita untuk pandai-pandai
menggunakan majas dalam menulis puisi. Penggunaan majas akan lebih memperindah
puisi kita.
I. Yang Harus Diperhatikan dalam Menulis Puisi
I. Yang Harus Diperhatikan dalam Menulis Puisi
Ada lima hal yang harus diperhatikan dalam menulis
puisi.
1. Persamaan konsonan.
2. Persamaan vokal.
3. Persamaan bunyi pada
awal larik.
4. Persamaan bunyi pada
tengah larik.
5. Persamaan bunyi pada
akhir larik.
J. Mengubah Puisi menjadi Prosa
Mengubah puisi menjadi prosa?
Bisakah? Bisa. Dan ini sudah terjadi. Dalam dunia sastra perubahan puisi
menjadi prosa atau bentuk sastra lain dinamakan parafrase. Atau lebih mudah
dengan sebutan memprosakan puisi.
Ada dua metode parafrase puisi,
yaitu:
a. Parafrase terikat, yaitu mengubah puisi menjadi prosa dengan cara
menambahkan sejumlah kata pada puisi sehingga kalimat-kalimat puisi mudah
dipahami. Seluruh kata dalam puisi masih tetap digunakan dalam parafrase
tersebut.
b. Parafrase bebas, yaitu mengubah puisi menjadi prosa dengan kata-kata sendiri. Kata-kata yang terdapat dalam puisi dapat digunakan, dapat pula tidak digunakan. Setelah kita membaca puisi tersebut kita menafsirkan secara keseluruhan, kemudian menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri.
b. Parafrase bebas, yaitu mengubah puisi menjadi prosa dengan kata-kata sendiri. Kata-kata yang terdapat dalam puisi dapat digunakan, dapat pula tidak digunakan. Setelah kita membaca puisi tersebut kita menafsirkan secara keseluruhan, kemudian menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri.
K. Tips Menulis Puisi
Berikut kita sajikan tips menulis
puisi.
a. Memilih tema yang diminati. Sebelum menulis, pilihlah tema yang paling diminati. Karena
dengan meminati tema itu, kita akan lebih menikmati menulis puisi.
b. Memilih diksi yang tepat. Puisi adalah rangkaian kalimat yang indah, maka harus dipilih kata-kata yang indah.
b. Memilih diksi yang tepat. Puisi adalah rangkaian kalimat yang indah, maka harus dipilih kata-kata yang indah.
c. Membangun suasana. Maksudnya, kita membuat suasana yang akan kita tuangkan
dalam bentuk puisi. Semakin baik suasana yang kita bangun, maka semakin baik
pula puisi yang dilahirkan.
d. Bawa perasaan. Puisi hakikatnya adalah ungkapan perasaan. Maka, salah
satu hal penting dalam menulis puisi adalah membawa perasaan dalam menulisnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasani, Aceng. 2005. Ihwal Menulis. Banten: Untirta Press.
Pradopo, Rahmat Djiko. 2012. Pengkajian
Puisi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Gani, Erizal. 2014. Kiat
Pembacaan Puisi. Bandung : Pustaka Reka Cipta.
PUISI GUS MUS
Kau Ini Bagaimana Atau
Aku Harus Bagaimana”
Kau ini bagaimana
Kau bilang aku
merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku
berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kapir
Aku harus bagaimana
Kau bilang
bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan
banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku memegang
prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran,
aku toleran kau bilang aku plin-plan
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh maju,
aku mau maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja,
aku bekerja kau ganggu aku
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku taqwa,
khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku
mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh
menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh
berdisiplin, kau menyontohkan yang lain
Kau ini bagaimana
Kau bilang Tuhan
sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilNya dengan pengeras suara setiap
saat
Kau bilang kau suka
damai, kau ajak aku setiap hari bertikai
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh
membangun, aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh
menabung, aku menabung kau menghabiskannya
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku
menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus
punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah
Aku harus bagaimana
Aku kau larang
berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh
bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bisshowab
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku jujur,
aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar,
aku sabar kau injak tengkukku
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh
memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu
Kau bilang kau selalu
memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu
Kau ini bagaimana
Kau bilang bicaralah,
aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan
banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis
Aku harus bagaimana
Kau bilang kritiklah,
aku kritik kau marah
Kau bilang carikan
alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja
Kau ini bagaimana
Aku bilang terserah
kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah
kita, kau tak suka
Aku bilang terserah
aku, kau memakiku
Kau ini bagaimana
Atau aku harus
bagaimana
-1987-
Dalam
Kereta
Bukanya
aneh bukannya dalam kereta aku kembali teringat
Apakah
karena gemuruh yang melintas disini
Aku
kembali teringat perjalanan kita yang singkat bukan karena jarak yang dekat
Tapi
jarak terlipat oleh keasikan kita yang nikmat
Tidak
seperti biasa, kita begitu menjadi kanak-kanak
Bahkan
kadang-kadang norak
Tak
terganggu stasiun berteriak-teriak dan suara kereta yang bergerak-gerak
Bukannya
aneh kita menikmati kesendirian dalam keramaian
Stasiun
demi stasiun terlewati tanpa kita sadari
Sampai
kita kembali menjadi diri kita lagi
Kau
dimana sekarang sayang
Lalu
apa yang ada disini (dada) yang terus bergemuruh ini
Kalau Kau
Sibuk Kapan Kau Sempat
Kalau
kau sibuk berteori saja
Kapan
kau sempat menikmati mempraktekkan teori?
Kalau
kau sibuk menikmati praktek teori saja
Kapan
kau sempat memanfaatkannya?
Kalau
kau sibuk mencari penghidupan saja
Kapan
kau sempat menikmati hidup?
Kalau
kau sibuk menikmati hidup saja
Kapan
kau hidup?
Kalau
kau sibuk dengan kursimu saja
Kapan
kau sempat memikirkan pantatmu?
Kalau
kau sibuk memikirkan pantatmu saja
Kapan
kau menyadari joroknya?
Kalau
kau sibuk membodohi orang saja
Kapan
kau sempat memanfaatkan kepandaianmu?
Kalau
kau sibuk memanfaatkan kepandaianmu saja
Kapan
orang lain memanfaatkannya?
Kalau
kau sibuk pamer kepintaran saja
Kapan
kau sempat membuktikan kepintaranmu?
Kalau
kau sibuk membuktikan kepintaranmu saja
Kapan
kau pintar?
Kalau
kau sibuk mencela orang lain saja
Kapan
kau sempat membuktikan cela-celanya?
Kalau
kau sibuk membuktikan cela orang saja
Kapan
kau menyadari celamu sendri?
Kalau
kau sibuk bertikai saja
Kapan
kau sempat merenungi sebab pertkaian?
Kalau
kau sibuk merenungi sebab pertikaian saja
Kapan
kau akan menyadari sia-sianya?
Kalau
kau sibuk bermain cinta saja
Kapan
kau sempat merenungi arti cinta?
Kalau
kau sibuk merenung arti cinta saja
Kapan
kau bercinta?
Kalau
kau sibuk berkutbah saja
Kapan
kau sempat menyadari kebijakan kutbah?
Kalau
kau sibuk dengan kebijakan kutbah saja
Kapan
kau akan mengamalkannya?
Kalau
kau sibuk berdzikir saja
Kapan
kau sempat menyadari keagungan yang kau dzikiri?
Kalau
kau sibuk dengan keagungan yang kau dzikiri saja
Kapan
kau kan mengenalnya?
Kalau
kau sibuk berbicara saja
Kapan
kau sempat memikirkan bicaramu?
Kalau
kau sibuk memikirkan bicaramu saja
Kapan
kau mengerti arti bicara?
Kalau
kau sibuk mendendangkan puisi saja
Kapan
kau sempat berpuisi?
Kalau
kau sibuk berpuisi saja
Kapan
kau akan memuisi?
(Kalau kau sibuk
dengan kulit saja
Kapan kau sempat
menyentuh isinya?
Kalau kau sibuk
menyentuh isinya saja
Kapan kau sampai
intinya?
Kalau kau sibuk dengan
intinya saja
Kapan kau memakrifati
nya-nya?
Kalau kau sibuk
memakrifati nya-nya saja
Kapan kau bersatu
denganNya?)
“Kalau kau sibuk
bertanya saja
Kapan kau mendengar
jawaban!”
Aku
Merindukanmu, O, Muhammadku
Aku
merindukanmu, o, Muhammadku
Sepanjang
jalan kulihat wajah-wajah yang kalah
Menatap
mataku yang tak berdaya
Sementara
tangan-tangan perkasa
Terus
mempermainkan kelemahan
Airmataku
pun mengalir mengikuti panjang jalan
Mencari-cari
tangan
Lembut-wibawamu
Dari
dada-dada tipis papan
Terus
kudengar suara serutan
Derita
mengiris berkepanjangan
Dan
kepongahan tingkah-meningkah
Telingaku
pun kutelengkan
Berharap
sesekali mendengar
Merdu-menghibur
suaramu
Aku
merindukanmu, o. Muhammadku
Ribuan
tangan gurita keserakahan
Menjulur-julur
kesana kemari
Mencari
mangsa memakan korban
Melilit
bumi meretas harapan
Aku
pun dengan sisa-sisa suaraku
Mencoba
memanggil-manggilmu
O,
Muhammadku, O, Muhammadku!
Dimana-mana
sesama saudara
Saling
cakar berebut benar
Sambil
terus berbuat kesalahan
Qur'an
dan sabdamu hanyalah kendaraan
Masing-masing
mereka yang berkepentingan
Aku
pun meninggalkan mereka
Mencoba
mencarimu dalam sepi rinduku
Aku
merindukanmu, O, Muhammadku
Sekian
banyak Abu jahal Abu Lahab
Menitis
ke sekian banyak umatmu
O,
Muhammadku - selawat dan salam bagimu -
bagaimana
melawan gelombang kebodohan
Dan
kecongkaan yang telah tergayakan
Bagaimana
memerangi
Umat
sendiri? O, Muhammadku
Aku
merindukanmu, o, Muhammadku
PUISI CHAIRUL
ANWAR
Aku
Kalau sampai waktuku
Aku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedan itu
Aku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Aku Berkaca
Ini muka penuh luka
Siapa punya?
Siapa punya?
Ku dengar seru menderu
Dalam hatiku
Apa hanya angin lalu?
Dalam hatiku
Apa hanya angin lalu?
Lagi lain pula
Menggelepar tengah malam buta
Menggelepar tengah malam buta
Ah..!!!
Segala menebal, segala mengental
Segala tak ku kenal..!!!
Selamat tinggal…!!
Segala tak ku kenal..!!!
Selamat tinggal…!!
Senja Di Pelabuhan Kecil
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
Di antara gudang, rumah tua, pada cerita
Tiang serta temali.
Kapal, perahu tiada berlaut
Menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Di antara gudang, rumah tua, pada cerita
Tiang serta temali.
Kapal, perahu tiada berlaut
Menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam
Ada juga kelepak elang menyinggung muram
Desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan
Tidak bergerak dan kini tanah air tidur hilang ombak
Ada juga kelepak elang menyinggung muram
Desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan
Tidak bergerak dan kini tanah air tidur hilang ombak
Tiada lagi. Aku sendirian.
Berjalan menyisir semenanjung
Masih pengap harap
Sekali tiba di ujung
Dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat
Sedu penghabisan bisa terdekap
Berjalan menyisir semenanjung
Masih pengap harap
Sekali tiba di ujung
Dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat
Sedu penghabisan bisa terdekap
PUISI TAUFIQ
ISMAIL
Takut ‘66,
Takut ‘98
Mahasiswa
takut pada dosen
Dosen
takut pada dekan
Dekan
takut pada rektor
Rektor
takut pada menteri
Menteri
takut pada presiden
Presiden
takut pada mahasiswa.
1998
London,
Abad Sembilan Belas
1
Pada ronde ke-99 yang berdarah-darah
Petinju Simon Byrne selesai sudah
Dia mati memuaskan penontonnya
Tinju maut Si Tuli James Burke
Diacung-acungkan wasit
Para penonton berteriak gembira
Polisi Inggeris datang bertugas
Peraturan langsung menjerat kedua tangannya
Tapi anehnya dia dibebaskan, tak lama
Inilah ejekan pada undang-undang
Walau pun ada manusia masih terlarang
Putusan pengadilan bisa diperjual-belikan
2
Lalu tengoklah berbondong-bondong penonton
Naik kereta api dari Setasiun Jambatan London
Menuju tempat rahasia, 25 mil jauhnya
Inilah pertandingan pertama antarbangsa
Tom Sayers juara Britania
Diadu John Heenan jagoan Amerika
Sastrawan Dickens dan Thackeray menonton juga
Sesudah 42 putaran adu manusia
Keduanya berdarah-darah, lebam, habis daya
Tak berketentuan wasit apa keputusannya
Para penonton berteriak dalam histeria
Mengacung-acungkan tinju ke udara
Polisi melakukan interupsi
Para juri dipisuhi, wasit dimaki-maki
Penonton-penonton tak puas jadi buas
Mereka lalu bertinju sesama mereka
Mereka bergigitan seperti serigala
Melolong bagai gorila
Pertunjukan jadi lengkap
Dan lumayan biadab
3
Itulah adegan abad sembilan belas
Asal-usul adu manusia yang kita tidak tahu
Tapi ujungnya kita tiru-tiru
Sebagai bangsa minder apa saja dari Eropa dan Amerika
Seperti kawanan bebek diturut dan ditirukan saja
Sudah jelas ini adu manusia mereka bilang olahraga
Seperti kambing mengembik kita setuju pula
Inilah budaya tanpa pikir kita jiplak begitu saja
Dari abad 19 orang masuk ke abad 20
Di awal abad, adu manusia di sana dilarang undang-undang
Tapi pemilik modal si orang kaya membeli undang-undang
Disobek dicincang itu dokumen undang-undang
Sebagai sampah hukum masuk keranjang
Adu manusia jadi tidak lagi terlarang
Lengkaplah bagian biadab budaya barat
Yang garang, bringasan dan tamak pada uang
Menjalar ke negeri sini, ditiru dan diulang-ulang
Sudahlah minder, ditambah gebleg, kita tak kepalang
4
Pada hari ini akhir abad dua puluh
Kakiku satu sudah masuk abad dua puluh satu
Kita ketemu
Kau ajak aku balik ke abad sembilan belas
Lho tapi, kita ‘kan mau menembus abad 21
Kenapa kau bujuk aku balik ke abad 19 lagi
Mana aku mau
Tapi kau berkeras balik kanan juga
Kau tetap mau ditipu, adu manusia itu olahraga
Kau menanam bibit kekerasan dan kebringasan
Sudah berapa puluh tahun jangka waktunya
Kau sudah panen lama kau mana tahu itu
Bibitmu tumbuh, menyebar dan membesar
Karena kau rabun mana bisa itu kau baca
Ke masyarakatmu tak pernah kau berkaca
Dan kau berkeras balik kanan juga
Kau tak tahu sudah kusiapkan tali rafia biru
Diam-diam kuikat kedua pergelangan tanganmu
Kuseret kau masuk abad 21
Masih saja kau berteriak tak tahu malu
“Tidak mau! Tidak mau!”
Tengoklah anak-anak yang berpikir itu
Mereka terheran-heran melihat kamu.
1989
Pada ronde ke-99 yang berdarah-darah
Petinju Simon Byrne selesai sudah
Dia mati memuaskan penontonnya
Tinju maut Si Tuli James Burke
Diacung-acungkan wasit
Para penonton berteriak gembira
Polisi Inggeris datang bertugas
Peraturan langsung menjerat kedua tangannya
Tapi anehnya dia dibebaskan, tak lama
Inilah ejekan pada undang-undang
Walau pun ada manusia masih terlarang
Putusan pengadilan bisa diperjual-belikan
2
Lalu tengoklah berbondong-bondong penonton
Naik kereta api dari Setasiun Jambatan London
Menuju tempat rahasia, 25 mil jauhnya
Inilah pertandingan pertama antarbangsa
Tom Sayers juara Britania
Diadu John Heenan jagoan Amerika
Sastrawan Dickens dan Thackeray menonton juga
Sesudah 42 putaran adu manusia
Keduanya berdarah-darah, lebam, habis daya
Tak berketentuan wasit apa keputusannya
Para penonton berteriak dalam histeria
Mengacung-acungkan tinju ke udara
Polisi melakukan interupsi
Para juri dipisuhi, wasit dimaki-maki
Penonton-penonton tak puas jadi buas
Mereka lalu bertinju sesama mereka
Mereka bergigitan seperti serigala
Melolong bagai gorila
Pertunjukan jadi lengkap
Dan lumayan biadab
3
Itulah adegan abad sembilan belas
Asal-usul adu manusia yang kita tidak tahu
Tapi ujungnya kita tiru-tiru
Sebagai bangsa minder apa saja dari Eropa dan Amerika
Seperti kawanan bebek diturut dan ditirukan saja
Sudah jelas ini adu manusia mereka bilang olahraga
Seperti kambing mengembik kita setuju pula
Inilah budaya tanpa pikir kita jiplak begitu saja
Dari abad 19 orang masuk ke abad 20
Di awal abad, adu manusia di sana dilarang undang-undang
Tapi pemilik modal si orang kaya membeli undang-undang
Disobek dicincang itu dokumen undang-undang
Sebagai sampah hukum masuk keranjang
Adu manusia jadi tidak lagi terlarang
Lengkaplah bagian biadab budaya barat
Yang garang, bringasan dan tamak pada uang
Menjalar ke negeri sini, ditiru dan diulang-ulang
Sudahlah minder, ditambah gebleg, kita tak kepalang
4
Pada hari ini akhir abad dua puluh
Kakiku satu sudah masuk abad dua puluh satu
Kita ketemu
Kau ajak aku balik ke abad sembilan belas
Lho tapi, kita ‘kan mau menembus abad 21
Kenapa kau bujuk aku balik ke abad 19 lagi
Mana aku mau
Tapi kau berkeras balik kanan juga
Kau tetap mau ditipu, adu manusia itu olahraga
Kau menanam bibit kekerasan dan kebringasan
Sudah berapa puluh tahun jangka waktunya
Kau sudah panen lama kau mana tahu itu
Bibitmu tumbuh, menyebar dan membesar
Karena kau rabun mana bisa itu kau baca
Ke masyarakatmu tak pernah kau berkaca
Dan kau berkeras balik kanan juga
Kau tak tahu sudah kusiapkan tali rafia biru
Diam-diam kuikat kedua pergelangan tanganmu
Kuseret kau masuk abad 21
Masih saja kau berteriak tak tahu malu
“Tidak mau! Tidak mau!”
Tengoklah anak-anak yang berpikir itu
Mereka terheran-heran melihat kamu.
1989
Bagus
BalasHapusPuisi Gus Mus benar-benar panjang, tetapi bagus maknanya dalam.
BalasHapusAlhamdulillah. Semoga dibuat contoh aja ya biar mudah nulis
Hapus