MAKALAH PROFIL IBNU KHALDUN SEBAGAI TOKOH PEMIKIR PENDIDIKAN ISLAM

MAKALAH
PROFIL IBNU KHALDUN SEBAGAI TOKOH PEMIKIR PENDIDIKAN ISLAM, TIPOLOGI DAN KARAKTERISTIK PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TENTANG
PENDIDIKAN ISLAM
Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas kelompok
 Mata Kuliah Pemikiran Pendidikan Islam Semester 2
Dosen Pengampu : Dr. H. Asmaun Sahlan, M.Ag.





Oleh Kelompok 5 :

Ali Hasan Assidiqi       (16110048)
Khayyun Taqyuddin   (16110069)
Bahrul Ilmi Ismawan (16110072)


KELAS B
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN PELAJARAN 2017



DAFTAR ISI

Cover............................................................................................................................. i
Daftar Isi....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.
A.    Latar Belakang.................................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................................. 2
C.     Tujuan Masalah................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Biografi Ibnu Khaldun..................................................................................... 3
B.     Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Pendidikan Islam........................................ 6
1.      Klafikasi Ilmu............................................................................................. 6
2.      Tujuan Pendidikan...................................................................................... 6
3.      Metode Pembelajaran................................................................................. 7
4.      Belajar Melalui Pengalaman........................................................................ 8
5.      Menggunakan Pendekatan Induktif........................................................... 8
6.      Mengaitkan Pengetahuan Lama dengan Pengerahuan Baru....................... 9
7.      Pendidikan Anak, dan Keanekaragaman Metode Umat Islam dalam Pelaksanaan Pendidikan  9
8.      Perlakuan Kers Terhadap Murid dapat Berdampak Negatif.................... 12
9.      Cara yang Benar dalam Mengajarkan Ilmu Pengetahua, dan Metode Penarapannya    14
10.  Pemikiran Manusia.................................................................................... 17
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan..................................................................................................... 21
B.     Saran............................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA           



BAB I
PENDNAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pendidikan mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia sebagai kekuatan untuk membantu masyarakat mencapai kemajuan peradaban termasuk agama Islam. Dalam setiap ruang, dan waktu, pendidikan selalu mendapatkan perhatian dari setiap tokoh-tokoh di seluruh dunia baik sekarang maupun dahulu. Perbincangan tentang pendidikan seolah-olah tak pernah lepas dalam kondisi apapun. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan pendidikan dalam peradaban manusia sangatlah penting seperti yang dilakukan oleh para ilmuan dengan menulisnya agar tidak menghilang[1]. Kejayaan Islam di bidang ekonomi, politik, tradisi, keagamaan, seni, dan sebagainya, tidak terlepas dari dunia pendidikan, dan begitu pula dengan kemundurannya. Sebagaimana perkara dunia, pendidikan dalam realitanya mengalami maju mundur. Situasi ini tidak terlepas dari pengaruh peranan tokoh yang ikut berperan didalamnya. Ketika tokoh-tokohnya kritis, dan sensitif serta proaktif terhadap masalah pendidikan, maka pendidikan yang akan melahirkan hasil pendidikan yang memuaskan dalam setiap bidangnya. Sebaliknya, ketika para praktisi pendidikan tidak sensitif maka akan mewariskan ketertinggalan dalam bidang pendidikan.
Diantara tokoh pendidikan Islam yang memiliki kontribusi besar adalah Ibnu Khaldun. Pemikiran-pemikirannya selalu menjadi bahan perbincangan di kalangan praktisi pendidikan, baik itu pada masanya, sesudahnya, dan saat ini. Kontribusi dalam dunia pendidikan, pemikirannya tidak hanya di konsumsi oleh para praktisi pendidikan Islam tetapi juga ilmuan-ilmuan barat yang menjadikannya sebagai rujukan penelitian yang dikembangkan. Hal tersebut juga sesuai dengan pendidikan universitas dalam mengembangkan pendidikan seperti pemikiran tokoh-tokoh muslim yang tertuang dalam keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor: 38/DIKTI/Kep/2002 tentang rambu-rambu pendidikan di perguruan Tinggi[2]. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih dalam tentang pendidikan Islam menurut Ilmuan-Ilmuan muslim seperti Ibnu Khaldun, maka makalah ini membahas secara rinci tentang biografi, dan pemikiran dari Ibnu Khaldun.
B.       Rumusan Masalah
Dalam makalah ini yang merumuskan masalah tentang Biuografi Ibnu  Khaldun, dan Tipologi, karakteristik pemikirannya dalam Pendidikan Islam yang meruapakan salah satu tokoh muslim termukaka hingga saat ini.

C.      Tujuan Masalah
Dalam Makalah ini, yaitu bertujuan sebagai suatu pengantar Media atau perantara kita untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan memperluas Ilmu terutama tentang Biografi Ibnu Khaldun, dan segala pemikirannya sehingga dengan hal tersebut kita dapat mengambil hikmah dibalik perjalanannya, pemikirannya, karya-karyanya dan sebagainya. Karena sosok Ibnu Khaldun selain dikenal oleh para orang muslim juga dikenal oleh orang-orang non muslim hingga menjadikan disetiap perjalanan, dan  karyanya sebagai acuan dari semua ilmuan, dan sarjana bahkan kalangan rendah hingga saat ini.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Biografi Ibnu Khaldun
Ibnu khaldun adalah salah satu ilmuan muslim atau tokoh muslim yang pemikirannya sangat berpengaruh terhadap berbagai bidang seperti pendidikan, social dan lainnya. Nama lengkap beliau adalah  Abdul  Rahman abu zaid waliyuddin ibn Khaldun al-maliki al-khadrami. Beliau lahir pada tahun 733h/1332 M di Naisabur, dan meninggal dunia pada tahun 808 H/1404 M dalam usia 74 tahun.  Beliau adalah seseorang  yang  tegas dalam menjalankan tugas, ahli dalam bidang sosiologi serta bijak dalam menyelesaikan masalah. Ketokohan beliau popular sebagai pakar sejarah, pakar sosiologi (Kemasyarakatan), ahli falsafah, dan politik. Beliau mendapat pendidikan awal dari ayahnya tentang dasar-dasar  agama  seperti  Al-Qur’an, fikih, hadis, dan tauhid. Beliau juga merupakan seorang hafidz al-qur’an sejak kecil. Ketika dewasa beliau belajar liguistik bahasa arab seperti nahwu, dan sharraf, ushuluddin serta kesusteraan[3]. Setelah itu, beliau juga mempelajari ilmu mantiq, sains, falsafah, matematika, dan sejarah dari beberapa  orang yang termukaka dimasa itu. Di antara guru beliau yang utama adalah Muhammad ibn abdul muhaimin. Beliau juga turut berguru dengan abu Abdullah ibn Muhammad ibn Ibrahim al-alba yang mengajarrnya tentang sosiologi, politik, dan pendidikan[4].
Beliau dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alquran sejak usia dini. Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana higga ke dunia eropa seperti Kitab Al-Ibar wa Diwin Al-Mubtada wa Al-khabar, yang bagian awalnya disebut dengan A-Muqaddimah Ibnu Khaldun[5]. Hal tersebut terkenal karena tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun yang sangat dalam pengamatannya terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu, dan pengetahuan yang luas, serta beliau hidup di tengah-tengah mereka dalam pengembaraannya yang luas pula.
       Selain itu dalam tugas-tugas yang diembannya penuh dengan berbagai peristiwa, baik suka dan duka.Ia pun pernah menduduki jabatan penting di Fes, Granada, dan Afrika Utara serta pernah menjadi guru besar di Universitas al-Azhar, Kairo yang dibangun oleh Dinasti Fathimiyyah. Dari sinilah ia melahirkan karya-karya yang monumental hingga saat ini. Nama dan karyanya harum dan dikenal di berbagai penjuru dunia.Panjang sekali jika kita berbicara tentang biografi Ibnu Khaldun, namun ada tiga periode yang bisa kita ingat kembali dalam perjalan hidup beliau.Periode pertama, masa dimana Ibnu Khaldun menuntut berbagai bidang ilmu pengetahuan. Yakni, ia belajar Alquran, tafsir, hadis, usul fikih, tauhid, fikih madzhab Maliki, ilmu nahwu dan sharaf, ilmu balaghah, fisika dan matematika.
Pada periode ketiga kehidupan Ibnu Khaldun, yaitu berkonsentrasi pada bidang penelitian dan penulisan, ia pun melengkapi dan merevisi catatan-catatannya yang telah lama dibuatnya. Seperti kitab al-’ibar (tujuh jilid) yang telah ia revisi dan ditambahnya bab-bab baru di dalamnya, nama kitab ini pun menjadi Kitab al-Ibar wa Diwanul Mubtada’ awil Khabar fi Ayyamil ‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man ‘Asharahum-min-Dzawis-Sulthanal-Akbar.
       Kitab al-i’bar ini pernah juga diterjemahkan dan diterbitkan oleh De Slane pada tahun 1863, dengan judul Les Prolegomenes d’Ibn Khaldoun.Namun pengaruhnya baru terlihat setelah 27 tahun kemudian.Tepatnya pada tahun 1890, yakni saat pendapat-pendapat Ibnu Khaldun dikaji dan diadaptasi oleh sosiolog-sosiolog German danAustria yang memberikan pencerahan bagi para sosiolog modern. Bukan hanya itu mukaddimah dari kitab al-I’bar juga dijadikan sebgai referensi oleh para ilmuan modern hingga diterjemahkan oleh berbagai negara seperti Turki, Prancis, Eropa bagian barat, dan timur, Mesir, India, dan lainnya sebagai acuan para ilmuan.[6]
       DR. Bryan S. Turner, guru besar sosiologi di Universitas of Aberdeen dalam artikelnya “The Islamic Review and Arabic Affairs” di tahun 1970-an mengomentari tentang karya Ibnu Khaldun yang menyatakan “tulisan-tulisan sosial, dan sejarah dari Ibnu Khaldun hanya satu-satunya dari tradisi intelektual yang diterima dan diakui di dunia Barat, terutama ahli-alhli sosiologi, dan ekonomi yang menerjemahkannya dalam Bahasa Inggris, seperti yang menonjol adalah muqaddimah (pendahuluan) dari tujuh jilid kitab sejarah dunia yang beliau tulis dalam kitab al-Ibar wa Diwanul Mubtada’ awil Khabar fi Ayyamil ‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar[7].
       Bukan hanya itu dalam muqaddimah Ibnu Khaldun tersebut juga terdapat enam bab yang membuat para ilmuan barat, dan timur menjadikannya rujukan hingga saat ini yaitu[8]:
a.    Bab pertama, membahas tentang karakter peradabnan manusia serta penopang-penopangnya berupa kehidupan primitif, perkotaan, kemenangan suatu kelompok, mata pencahariannya hidup, profesi, ilmu pengetahuan, dan sejenisnya serta sebab-sebab yang melatarinya.
b.    Bab kedua, membahas peradaban badui, bangsa-bangsa dan kabilah-kabilah liar, serta kondisi kehidupan mereka, ditambah keterangan dasar, dan kata pengantar.
c.    Bab ketiga, membahas kerajaan-kerajaan secara umum, kerajaan kekhalifahan, jabatan pemimpin, dan semua yang berhubungan dengannya.
d.   Bab keempat, membahas negeri-negeri, kota-kota, dan pembangunan lainnya serta peristiwa yang berkaitan dengannya.
e.    Bab kelima, membahas mata pencaharian dan kewajibannya, baik berupa usaha maupun kerajinan-keterampilan dan berbagai kondisi yang menimpa dalam pasal ini terhadap beberapa masalah.
f.     Bab keenam, membahas  berbagai jenis ilmu pengetahuan, metode pengajaran, cara memperoleh, dan berbagai dimensinya, serta segala sesuatu yang berhubungan dengannya.
Karya-karya Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).
Oleh karena itulah, Ibnu Khaldun yang sering juga disebut waliyudin yang meruapakan seorang ahli hokum, sejarawan, filsuf, negarawa, sosiolog, dan ekonomi. Sehingga dijuluki bapak sosiologi (Filsafat sejarah), dan pelopor ilmu ekonomi yang tidak dapat ditangini oleh plato Aristoteles, dan Agustinus sekalipun (Robert Flint) hingga karyanya juga mendahului adam smith, dan Ricardo sehingga karya beliau hingga sekarang termasuk sejarah perjalanan beliau juga tetap ditulis, dan menjadi referensi para ilmuan dan sarjana sepanjang masa[9].
B.       Pemikiran Ibnu Khladun tentang Pendidikan Islam
       Pemikiran-pemikiran Ibnu Khaldun, baik tentang perubahan sosial, politik, ekonomi, sejarah maupun tentang pendidikan Islam tertuang dalam karya monumentalnya, yaitu Muqaddimah. Maka dari hal tersebut, penulis berikut lansung mengutip dari berbagai karya oleh para pakar tentang pemikiran Ibnu Khaldun dalam pendidikan Islam termasuk karakteristik dan tipologinya. Berikut ini hal-hal pentinya dalam pemikiran beliau.
1.        Klasifikasi Ilmu
Sebelum membicarakan masalah pembelajaran, Ibnu Khaldun memulai dengan klasifikas iilmu. Menurut Ibnu Khaldun, ilmu pengetahuan ada dua macam, yaitu yang menjadi tujuan (al-‘ulum al-maqshudah bizatiha) dan ilmu alat untuk memahami ilmu-ilmu yang menjadi tujuan tersebut[10]. Ilmu-ilmu yang menjadi tujuan itu menurut Ibn Khaldun adalah: ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu fiqih, ilmu kalam, ilmu fisika, teologi, dan filsafat. Sedangkan yang termasuk dalam kategori ilmu alat adalah: ilmu bahasa, ilmu hitung, ilmuushul al-fiqh, ilmu manthiq, dan lain lainnya.
Seperti halnya al-Ghazali, Ibnu Khaldun juga mengklasifikasi ilmu dalam dua kategori, yaitu ilmu yang di perluas (ekstensif) atau dialami dan ilmu yang hanya diketahui secara global. Ilmu yang perlu diperluas dan didalami adalah ilmu syariat, sementara yang yang cukup dikaji dengan global adalah ilmu-ilmu alat, seperti bahasa arab, mantiq dan semacamnya.
2.        Tujuan Pendidikan
Menurut Ibnu Khaldun, tujuan pendidkan Islam adalah untuk menanamkan keimanan dalam hati anak didik, menginternalisasikan nilai-nilai moral sehingga mampu memberikan pencerahan jiwa, dan perilaku yang baik[11]. Secara rinci Ibnu Khaldun membagi tujuan pendidikan dalam beberapa hal yaitu[12]: a) memberi peluang kepada anak didik untuk mampu berfikir, dan berbuat dengan benar. b) memberikan peluang yang berkualitas dalam masyarakat maju. c) memberikan kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan sebagai sumber penghasilan. d) dapat mengembangkan perilaku terpuji dalam kehidupan sehari-hari.
Disini jelas, bahwa Ibnu Khaldun tidak hanya memandang pemikiran sebagai sarana memperoleh ilmu, melainkan pendidikan dipandang sebagai investasi masa depan, dan memiliki keterkaitan dengan pekerjaan (promise of job) pembentukan kepribadian dan pembimbing menuju befikir dan berbuat yang benar. Manusia dianugerahi oleh Allah akal yang bisa membedakan yang baik, dan yang buruk, yang haq dan yang bathil, dan akal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. 
Dengan akal manusia mampu menaklukan alam, dan mampu menciptakan kreasi spektakuler yang berupa teknologi modern. Menurut Ibnu Khaldun ada beberapa tingkatan akal yaitu[13]: a) akal pembeda (al-‘aql al-tamyizy). Akal ini hanya berfungsi sederhana, yaitu hanya mampu membedakan masalah-masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari, seperti membedakan makana yang layak dimakan yang tidak. b) akal empiril (al-‘aql al-tajriby) yaitu akal yang mampu memahami suatu masalah yang terjadi secara empiric dalam masyarakat, seperti memahami mengapa perkembangan ilmu berkaitan dengan kemakmuran, mengapa sikap emosional dapat memicu konflik, dan tindak kekerasan yang tidak terkendali. c) akal teoritik (al-aql al-nadhary) yaitu akal yang dapat mengetahui melaluihi potesis, dan pengujian sehingga mampu menemukan teori.
3.        Metode Pembelajaran
Pendidikan islam terhadap anak menurut Ibnu Khaldun hendaknya dilakukan secara bertahap, dari satu tingkat ketingkat yang lebih tinggi sejalan dengan kemampuan akal seseorang, sesuai dengan ketetapan Nabi, yaitu bi qadri ‘uqulihinm (ajarilah anak-anakmu sesuai kadar kemampuannya)[14]. Oleh karena itu, proses pembelajaran suatu bidang studi harus dimulai dari pengetian yang paling elementer yang bersifat global. Baru setelah anak didik memahami yang elementer, maka bisa dilanjutkan, dan dikembangkan lebih detail dan rinci dengan deferensi dan variable-variabelnya, sehingga mereka dapat memahami suatu bidang ilmu secara utuh, dan benar. Disinilah seorang guru  dituntut mampu memahami psikologi peserta didik.
4.        Belajar Melalui Pengalaman
Ibnu Khaldun menganjurkan penerapan metode visitasi atau lawatan di mana melalui metode ini guru dapat memberi penglaman pada pelajar. Pengajaran akan terkesan karena pelajar itu dapat merasakannya sendiri serta dapat menguatkan pemahaman mereka. Pendidikan modern ternyata mendukung pandangan Ibnu Khaldun tersebut dalam menggunakan metode visitasi (rihlah) ini sebagai salah satu cara yang baik untuk menyampaikan pengetahuan secara langsung. Ia akan meninggalkan kesan yang baik terhadap pemikiran anak[15].
Melalui metode visitasi atau lawatan tersebut pelajar dapat menambah ilmu dan menyempurnakan pengetahuan mereka. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa melalui lawatan mereka dapat bertemu dengan para pakar, kepala kabilah, dan para ulama. Untuk mendapatkan Ilmu harus diperoleh melalui proses belajar. Cara ini dapat berfaedah yang banyak dari pada sekedar membaca buku karena anak suka meniru, dan bercerita. Ibnu Khaldun menambahkan bahwa komunikasi seseorang dengan ulama, tokoh pendidikan dan guru dapat menimbulkan dan mewujudkan kerjasama rohani diantara pelajar, dan gurunya[16]. Dalam aktivitas luar kelas, pelajar, dan guru dapat bersama-sama bertukar idea dalam merancang pengajaran dan pembelajaran.
5.        Menggunakan Pendekatan Induktif
Metode ini menyatakan sesuatu yang bermula dari sifat umum kepada yang lebih khusus. Metode ini juga membicarakan trasisi dari totalitas atau keseluruhan kepada parsialitas atau bagian kecil dengan menyebutkan prinsip umum terlebih dahulu kemudian diberi contoh serta rincian. Metode ini digunakan dalam pembelajaran yang mengandung prinsip, hokum, dan fakta umum yang dibawahnya melibatkan bagian dan berbagai masalah. Ibnu Khaldun menyatakan bahwa sesuatu pengajaran tidak langsung dimulai dengan menerangkan definisi, namun sepatutnya dimulai dengan memberi penerangan secara umum supaya belajar dapat berpikir terlebih dahulu[17].
6.        Mengaitkan Pengetahuan Lama dengan Pengetahuan Baru (Apresiasi)
Ibnu Khaldun berpegang pada pengajaran yang sesuai dengan psikologi[18]. Baginya adalah penting untuk mengaitkan pengalaman terlebih dahulu agar dikaitkan dengan pengetahun yang baru. Melalui pandangan ibnu Khaldun tersebut kita dapat memahami bahwa metode pengajaran tersebut sangat berpengaruh dalam penyampaian pengajaran hal ini dapat di sebabkan karena guru senantiasa mengingatkan kembali pengetahuan yang lama dalam setiap penyampaian pengetahuan lama tersebut ,pelajarakan pelupa. Dalam proses pengajaran dan pembelajaran, metode ulangan perlu digunakan, jika tidak maka ilmu tersebut dapat hilang begitu saja. Ibnu Khaldun tidak bermaksud memisahkan pengetahuan tersebut karena dapat menyebabkan pembaruan aktifitas kelas namun yang dimaksudkan disini adalah apabila guru tidak mengaitkan dengan pengetahuan lama maka akan menyebabkan pelajar pelupa[19]. Oleh karena untuk menghasilkan sosok seorang didik yang professional Ibnu Khladun mengaitkan antara pengetahuan lama dan baru yang sesuai dengan pendidikannya.
7.        Pendidikan Anak, dan Keanekaragaman Metode Umat Islam dalam Melaksanakan Pendidikan
Ketahuilah, pendidikan Al-Qur`an terhadap anak merupakan syiar agama yang banyak dilakukan oleh pemeluknya dan terus dijarakkan di seluruh penjuru daerah. Mempelajari ayat-ayat Al-Qur`an dan sebagian matan hadits dapat cepat menguatkan iman dan akidah kedalam hati. Al-Qur`an merupakandasar pendidikan yang membentuk karakter pokok manusia. Sebab pendidikan anak ketika masih kecil lebih tertancap kuat dan menjadi dasar bagi perkembangan berikutnya. Pondasi dasar pertama yang terdapat pada hati merupakan dasar pembentuk karakter manusia. Tergantung pada pondasi dan cara inilah pertumbuhan selanjutnya terlaksana[20].
Masyarakat Islam berbeda-beda tentang metode dalam memberikan pendidikan Al-Qur`an kepada anak, sejalan dengan perbedaan karakter mereka. Penduduk Maghrib lebih suka hanya dengan mengajarkan Al-Qur`an saja kepada anak ditambah selingan pelajaran menulis dan permasalahannya, tanpa mencampur pelajaran lain, seperti hadits, fiqih, syair, maupun bahasa Arab, hingga sang anak benar-benar menguasai atau selesai mempelajarinya. Ini adalah metode penduduk Maghrib diikuti oleh kaum Barbar dalam pendidikan anak-anak hingga mencapai usia baligh atau menjelang dewasa. Demikian juga bagi orang dewasa ketika hendak belajar Al-Qur`an lagi setelah berusia lanjut. Mereka lebih pandai menuis dan menghafal Al-ur`an daripada yang lainnya. Sementara itu, metode penduduk Andalusia adalah dengan mengajarkan Al-Qur`an dan kitab apa adanya. Inilah yang menjadi perhatian mereka dalam mendidik. Berhubung Al-Qur`an adalah dasar dan sumber semua keilmuan tersebut, sekaligus sebagai sumber agama dan berbagai macam ilmu, maka mereka menjadikan Al-Qur`an sebagai dasar dalam pendidikan dan pengajaran[21].
Tak hanya itu yang mereka berikan pada anak. Tapi ditambah lagi dengan periwayatan syair, ilmu tata bahasa Arab, pelajaran menulis dan memahami kitab. Mereka tidak hanya memerhatikan satu materi pelajaran saja dengan mengenyampingkan yang lain. Semuanya diperhatikan sampai anak itu mencapai usia baligh hingga dewasa dan meguasai sebagian ilmu Arab dan syair, pandai menulis dan menguasai  kitab serta cabang-cabang keilmuan yang lain, andai ia mempunyai kesempatan untuk mempelajarinya. Mereka berhenti karena sudah tidak ada yang mengajarkan kepada mereka lagi. Karenanya, mereka hanya mendapatkan pendidikan yang pertama ini saja. Ini sudah cukup orang yang diberikan petunjuk oleh Allah SWT dan sebagai persiapan ketika ia mempunyai seorang guru[22].
Beda lagi dengan metode pengajaran penduduk Afrika. Mereka mengerjakan Al-Qur`an kepada anak-anak disertai hadits dan kaidah-kaidah ilmu serta permasalahan-permasalahannya. Namun perhatian mereka terhadap Al-Qur`an, keseriusan anak terhadapnya serta perhatian mereka untuk mempelajari perbedaan bacaan-bacaannya, lebih besar jika dibandingkan dengan perhatian mereka terhadap ilmu-ilmu lain. Selanjutnya, perhatian mereka tercurah lebih besar pada ilmu menulis. Secara umum, metode mereka dalam mengajarkan Al-Qur`an lebih dekat dengan metode penduduk Andalusia. Kemudian mereka pindah domisili ke Tunisia, lalu anak-anak mereka belajar dari penduduk Tunisia.[23]
Adapun orang-orang timur mencampur adukkan pendidikan. Demikianlah yang sampai pada kita. Saya tidak mengetahui apa yang mereka lebih perhatikan. Informasi yang sampai kepada kita mengatakan bahwa perhatian mereka dalam mempelajari Al-Qur`an, keilmuan, dan dasar-dasarnya dilakukan pada saat dewasa. Mereka tidak mencampurkan dengan pelajaran menulis. Namun, untuk pelajaran menulis terdapat guru dan peraturan khusus, sebagaimana suatu penemuan dipelajari dan tidak dicampur adukkan dengan tempat-tempat anak. Ketika mereka menuliskan sesuatu dipapan, mereka menulis dengan buruk. Yang ingin belajar menulis tergantung pada kemauan sendiri dan belajar dari orang yang mampu mengajarkaannya.
Sementara itu penduduk Afrika dan Maghrib hanya mempelajari A-Qur`an. Ini mmnyebabkan keterbatasan mereka dalam hal ilmu bahasa. Demikianlah, karena umumnya tidak tercipta suatu naluri. Memang seseorang tidak mampu mengikuti gaya bahasa Al-Qur`an dan mereka tidak akan mampu menirunya. Mereka hanya mempunyai gaya bahasa Al-Qur`an, sehingga mereka tidak mempunyai kemampuan bergaya bahasa Arab yang baik. Hal ini membuatnya terkesan kaku dalam berbahasa dan sedikit menggunakan kata-kata. Dalam hal ini, lain ceritanya dengan penduduk Afrika. Mereka lebih ringan berbahasa dari pada penduduk Maghrib. Sebab,penduduk Afrika, selain belajar Al-Qur`an, juga belajar dasar-dasar ilmu yang lain, sebagaimana telah disebutkan. Hal ini membuat mereka mampu untuk meniru bahasa Al-Qur`an. Namun,dalam hal ini, kemampua mereka jauh dari ilmu Balaghah (ilmu kefasihan berbahasa Arab-peny), sebagaimana yang akan disebutkan nanti.
Sedangkan penduduk Andalusia, dikarenakan mereka banyak belajar berbagai cabang keilmuan, banyak meriwayatkan syair, dan mempelajari bahasa Arab sejak pertama, maka mereka lebih pandai dalam berbahasa Arab. Namun, mereka juga kurang mempelajari imu-ilmu lain yang kurang berhubungan dengan Al-Qur`an dan hadits yang menjadi dasar berbagai ilmu. Jadilah mereka sebagai orang yang beruntung dan berperadaban baik atau sebagai orang yang kurang dalam bidang tertentu, tergantung pada pendidikan yang dilakukan.
Al-Qadhi Abu Bakar bin Al-Arabi mempunyai pendapat lain dalam buku perjalanannya tentang metode pendidikan. Ia lebih mendahlukan pendidikan bahasa Arab dan syair dan mengakhrkan ilmu-ilmu lain, sebgaimana pendapat penduduk Andalusia. Ia mengatakan, “Karena sesungguhnya syair adalah sastra Arab”. Ia menyerukan agar ilmu-ilmu ini didahulukan, selain mempelajari bahasa Arab. Setelahnya barulah mempelajari ilmu hitung dan melatihnya, hingga mengetahui rumus-rumusnya, lalu beralih mempelajari bahasa       Al-Qur`an. Hal ini akan terasa mudah bagi siapapun yang mempelajari[24].
Ia melanjutkan perkataannya, “Bagaimana bisa penduduk negeri ini lalai. Mereka memeritahkan anak-anak kecil untuk mempelajari kitab Allah SWT, mengenai perintah dan larangan-Nya, membaca yang tidak mereka pahami, dan menjadikan hal-hal yang bukan urusannya lebih penting daripada urusannya sendiri”.
Ia menambahan , “Mereka mempelajari Ushuluddin, Ushul fiqih, debat, kemudian hadits dan ilmu-ilmunya”. Abu Bakar melarang dua cabang keilmuan dicampur jadi satu pada satu waktu dan pengajarannya, kecuali apabil muridnya mampu dan baik pemahamannya. Inilah yang diisyaratkan Al-Qadhi Abu Bakar.
Bukan hanya itu, menurut beliau, ini adalah pendapat yang baik, cuma jarang terlaksana. Justru sebaliknya yang terjadi adalah lebih mendahulukan pelajaran Al-Qur`an, dengan alasan demi keberkahan, pahala dan kekhawatiran terhadap apa yang akan terjadi pada anak berupa kenakalan anak dan terputus dari belajar. Bisa jadi, ia tidak mengecap sedikit pun pelajaran Al-Qur`an. Ssungguhnya,selagi anak Namun jika ia sudah dibekali dengan Al-Qur`an, ia masih mapu meraih bekal di masa kecil ketika dikarantina dan dikendalikan untuk mendapatkan kembali Al-Qur`an agar tidak pernah sirna[25]. ini masih dalam karantina, ia lebih terkendali. Ketika sudah mencapai usia baligh dan terlepas dari pantauan, bisa jadi ia diterpa oleh badai kedewasaan yang menghempaskannya pada kekosongan dan kehampaan.
Seandainya disertai dengan keyakinan bahwa anak ini akan terus melanjutan belajarnya, niscaya pendapat yang dituturkan oleh A-Qadhi ini lebih utama bagi penduduk negeri dari segala penjuru. Namun Tuhanlah yang menentukan segalanya.
8.        Perlakuan Keras terhadap Murid Dapat Berdampak Negatif
Sikap keras dalam pendidikan dapat berakibat buruk bagi murid, apalagi ketika usianya masih kecil. Ini merupakan tabiat buruk. Barang siapa yang tumbuh dalam kondisipemaksaan dan penindasan, maka hal itu dapat membuatnya menjadi orang keras dan berkepribadian sempit, kurang gia dan tidak bisa tumbuh dengan baik[26]. Hal ini juga dapat membatnya suka berbohong, pemalas, dan perbuatan buruk lainnya seperti sikap tidak jujur degan memperlihatkan sesuatuyang tidak sesuai dengan apa yang ada dalam hati karena khawatir mendapatkan penganiayaan.
Kekerasan dalam pendidikan ini dapat membuat orang secara tidak langsung belajar melakukan tipu daya, yang menjelma menjadi perilaku dan kebiasaan. Dengan demikian, hilanglah makna-makna kemanusiaan yang ada padanya. Rasa sosial dan kelembutan berubah menjadi kesombongan dan sikap mempertahankan diri. Bahkan ia enggan mencari keutamaan-keutamaan dan perilaku baik. Sehingga ia semakin menjauh dari tujuan hidupnya sebagai manusia dan terpuruk menjadi seburuk-buruk manusia. Ha ini akan terjadi pada setiap umat yang biasa dipaksa dan ditindas.
Perlakukanlah anak didik sebagai orang yang mempunyai kebebasan sepenuhnya terhadap dirinya sendiri. Hal ini dapat dilakukan sebagai penelitian. Anda bisa melihat orang-orang Yahudi dan apa yang terjadi pada mereka berupa perilaku buruk. Sampai-sampai disetiap tempat dan masa, mereka selalu disebut sebagai orang buruk. Mereka dikenal sebagai bangsa yang berperilaku keji dan buruk. Semua itu disebabkan oleh hal yang telah disebutkan tadi. Karena itu, hendaknya sikap seorang pengajar kepada murid dan sikap orang tua kepada anaknya tidak sewenang-wenang dalam mendidik.
Muhammad bin Abu Yazid dalam bukunya yang berisi tentang hukum pengajar dan murid mengatakan, “Tidak selayaknya seorang pendidik anak memberikan pukulan tambahan, jika sudah dirasa cukup hanya dengan memberikan tiga pukulan saja”. Diantara perkataan Umar adalah , “Barang siapa yang tidak mendapatkan pendidikan agama, maka ia tidak dapat pengajaran dari Allah SWT”[27].
Untuk menjaga diri dari buruknya pendidikan, maka kadar yang telah dijelaskan oleh agama lebih layak untuk diikuti. Sebab Dialah Dzat yang lebih mengetahui kemaslahatan makhluk-Nya.
Ar-Rasyid berkata, “Wahai Amar, Amirul Mukminin telah menyerahkan buah hatinya kepadamu,  maka lapangkanlah tanganmu kepadanya. Dia wajib menaatimu. Jadilah Anda sebagaimana yang telah ditentukan oleh Amirul Mukminin . bacakanlah Al-Qur`an kepadanya. Ajarkanlah hadits kepadanya. Bacakanlah syair-syair kepadanya. Ajarkanlah padanya bagaimana berkata-kata dengan baik. Ceghlah ia dari ketawa yang tidak pada tempatnya.ajarilah ia menghormati para syaikh dari Bani Hasyim ketika mereka datang kepadanya”[28].
Jangan sampai ia bersamamu kecuai ia mendapatkan sesuatu yang bermanfaat baginya tanpa membuatnya sedih, sehingga dapat mematahkan hatinya. Kuatkanlah ia semampumu dengan melakukan pendekatan dan kelembutan. Apabila ia membangkang, barulah engkau boleh melakukan tekanan.
9.        Cara yang benar dalam mengajarkan ilmu pengetahuan dan metode penerapannya
Mendikte atau menyampaikan ilmu pengetahuan kepada para penuntut ilmu sangat bermanfaat jika dilakukan secara bertahap, berangsur-angsur dan sedikit demi sedikit, dengan memulai mengajarkan masalah-masalah mendasar dalam setiap bab dari ilmu pengetahuan. Yakni, pokok-pokok pembahasan bab tersebut, mendekatkan pemahaman, dan menjelaskannya secara global[29]. Yang perlu di perhatikan oleh pengajar adalah memahami daya pikiran dan kesiapan pelajar untuk menerima pelajaran yang disampaikan kepadanya, hingga sampai pembahasan akhir dari cabang ilmu tersebut.Tapi dalam fase ini, baru di peroleh sebagiannya saja dan masih terbatas sekali[30].
Tujuan utama dari tahapan pertama ini adalah mempersiapkannya untuk dapat memahami cabang ilmu yang dipelajari dan memetakan masalah-masalah yang dibahasnya. Lalu mengulangi pelajaran lagi untuk kedua kalinya, dengan memberikan pengajaran yang lebih tinggi dari yang pertama, memberikan beberapa penjelasan dan keterangan lebih banyak, menguraikan poin-poin yang masih global, mengemukakan perbedaan-perbedaan dan disertai dengan pokok-pokok dasar perbedaanya hingga keseluruhan cabang ilmu tersebut diuraikan. Metode pengajaran semacam ini akan mengasah naluri pelajar semakin baik. Setelah itu ulangi lagi pengajaran untuk ketiga kalinya dengan lebih tegas, sehingga tidak ada kesulitan dan ketidak jelasan yang dibiarkan.Semua hal yang tertutup dijelaskan dan dibuka kuncinya. Dengan cara ini, diharapkan pelajar tersebut akan merasa senang dengan cabang ilmu yang di pelajarinya. Hal itu akan membantunya menguasai dan mengasah nalurinya.
Inilah poin pengajaran penting yang harus dikusai.Pengajaran tersebut dilakukan tiga kali pengulangan seperti yang anda lihat[31]. Kadang seseorang ,enempuhnya kurnag dari itu. Ini ditentukan berdasarkan kemampuan dan kemudahan pemahamannya.
Di masa sekarang, kami banyak melihat para pengajar yang kami ketahui tidak memahami metode pengajaran dan cara menerapkannya. Mereka menyempaikan masalah-masalah yang masih tertutup dalam cabang ilmu tersebut kepada pelajar pada awal pengajaran dan memintanya untuk memusatkan pemikirannya guna menyelesaikan kerumitannya. Mereka menganggap bahwa cara seperti ini merupakan latihan dalam sistem pengajaran yang benar. Mereka memaksa anak didik untuk memahami dan mengusainya.
Dengan pengajaran semacam ini, mereka telah mencampur adukkan pengajran yang mereka sampaikan kepada para professional diberikan kepada para pelajar pemula dan belum siap untuk memahaminya.Strategi semacam ini merupakan kekeliruan karena penerimaan dan kesiapan pemahaman ilmu pengetahuan hanya dapat dilakukan secara bertahap. Dengan cara semacam itu, maka pelajar akan merasa tidak mampu memahami pelajaran secara keseluruhan, kecuali hanya beberapa orang saja. Sampaikanlah pelajaran dengan cara mendekatkan pemahaman secara bertahap dan global dengan menyertakan contoh-contoh yang realistis dan dapat dirasakan. Kesiapan pemahaman ini harus selalu di upayakan secara bertahapdengan cara mengulang-ulang permasalahan cabang ilmu tersebut. Lalu pindah dari pendekatan pemahaman menuju pendalaman materi yang mempunyai kesulitan lebih tinggi. Dengan strategi ini, diharapkan akan diperoleh insting dan persiapan yang baik. Pada akhirnya sang pelajar akan akan mampu menguasai segala permasalahan yang terkandung didalamnya.
Apabila seorang pelajar pemula diberikan pengajaran yang seharusnya diberikan kepada para professional sehingga membuatnya tidak mampu memahami dan menguasainya, dan jauh dari kesiapan pemikiran, sehingga dirinya merasa sulit memahami ilmu tersebut, maka hal itu akan membuatnya bermalas-malasan dan berusaha menghindarinya serta menyelewengkan pemahamannya. Semua itu merupakan buah dari sisem pelajaran yang buruk.
Seorang pengajar tidak seharusnya memberikan tambahan pemahaman pada buku yang ditekuninya berdasarkan kemampuannya sendiri kemampuan belajarnya, baik bagi pemula maupun bagi yang sudah senior. Seorang pengajar juga tidak boleh dan mencampurkanadukan masalah yang satu dengan yang lain hingga pelajar memahaminya mulai awal hingga akhir, mencapai tujuan-tujuannya menguasai nalurinya. Jika sudah dikuasai, barulah diberikan permasalahan yang lain. Sebab apabila seorang pelajar telah memperoleh naluri dalam suatu bidang ilmu pengetahuan, maka ia akan siap untuk menerima sisa pengajaran yang ada. Dengan begitu ia akan tekun dan giat  untuk menambah pemahamannya hingga mendalam dan menguasai tujuan inti ilmu tersebut.
Jika pelajar tersebut dipaksa memahami permasalahan yang bercampuraduk dan tidak teratur, maka hal itu akan menylitkan pemahamannya.Ia akan merasakan ketumpulan dan kedangkalan pemikirannya sehingga akan mendorongnya berputus asa, membenci ilmu tersebut dan pengajarannya. Allah SWT berkuasa memberikan petunjuk kepada siapa saja yang dikehendakiNya. Selain itu, janganlah memperpanjang pengajaran kepada para pelajar dalam satu cabang ilmu pengetahuan dengan menunda-nunda kelas pengajaran dan memisah-misahkannya. Sebab cara seperti ini merupakan medium kelupaan dan terputusnya rangkaian permasalahan antara yang satu dengan yang lain dalam cabang ilmu tersebut, sehingga mempersulit dihasilkannya naluri karena pemisahan tersebut[32].
jika permasalahan-permasalahan dari suatu cabang ilmu dapat dikuasai dari awal hingga akhir, sehingga menghindarkannya dari kelupaan, maka akan mempermudah dihasilkannya naluri tersebut dan pertumbuhannya. Allah SWT telah mengajarkan kepada kalian tentang segala sesuatu yang tidak kalian ketahui.Di antara pendekatan-pendekatan oengajaran yang baik dan metode-metode yang harus diberikan dalam pengajaran adalah tidak mencampurkan dua cabang ilmu sekaligus kepada pelajar. Sebab, cara seperti ini tidak memberikan pemahaman yang baik pada kedua materi pelajaran tersebut karena menyebabkan konsentrasinya terbagi. Konsentrasinya terbagi. Konsentrasinya berpaling dari satu cabang ilmu untuk memahami yang lain. Dengan begitu, maka kedua-duanya tidak akan dapat dipahami dengan baik sehingga terkesan tertutup dan sulit. Pada akhirnya, harapan pun terpupus. Apabila pikiran difokuskan untuk mempelajari sesuatu yang diyakini lebih mudah dipahami, maka ia akan bepeluang lebih besar untuk memahami dan menguasainya. Semoga Allah SWT menunjukan jalan yang lurus kepada kita.
10.    Pemikiran manusia
Ketahuilah, Ibnu Khaldun ingin membekali anda dengan mutiara berharga dalam proses belajar. Jika anda menerimanya dengan baik dan mempraktikannya, maka anda akan memperoleh khazanah pengetahuan yang agungdan simpanan yang berharga. Khazanah yang Ibnu Khaldun maksud adalah bahwa pemikiran manusia merupakan karakter spesial baginya yang dititskan Allah SWT kepadanya sebagaimana Dia menciptakan semua makhluk[33].Pemikiran manusia merupakan gerakan emosional jiwa di bagian tengah otak, yang terkadang berfungsi sebagai pijakan dasar bagi semua aktivitasnya dengan penuh keteraturan dan sistematik.Kadang pula berfungsi sebagai pijikan dasar ilmu pengetahuan untuk mengetahui segala sesuatu yang belum di ketahuinya.
Pemikiran manusia dapat mengilustrasikan kedua ujungnya dan dapat menetapkan atau menafikannya, sehingga timbul pemahaman yang dapat mengkomparasikan diantara keduanya, dengan lebih cepat darapada kedipan mata jika hanya satu cabang ilmu, atau berpindah kepada cabang ilmu yang lain jika jumlahnya banyak. Dengan begitu, akan diperoleh keberuntungan dengan memperoleh pemahaman yang diharapkan. Inilah karakter pemikiran manusia, yang merupakan karakter khusus manusia yang membedakannya dari seluruh makhluk hidup. Kemudian, ada pula ilmu logika, yaitu cara kerja karakter pemikiran teoritis yang dapat membantu manusia mengetahui kesalahan berpikirnya[34]. Mespikun pada dasarnya logika berpikir itu benar , tapi kadang ia mengalami kekeliruan karena kesalahan presepsi pada kedua ujungnya yang tidak sesuai dengan keduanya seperti karena adanya kemiripan  dalam kerangka premis-premisnya dan urut-urutannya untuk mencapai hasil. Ilmu logika dapat membantu menyelesaikan problematika semacam ini jika ditemukan.
Jadi ilmu logika merupakan keahlian yang disesuaikan dengan karakter pemikiran manusia dan menyesuaikan bentuk kerjanya.Karena keberadaanya sebagai keahlian, maka banyak kaum intelektual yang tidak mempergunakan ilmu tersebut.Dari kenyataan ini, maka anda dapat menemukan banyak ulama dan kaum cendekiawan yang mempunyai wawasan keilmuan dan pengetahuan luar biasa tanpa melalui atau menguasai ilmu logika.Apalagi jika usaha dan jerih payah mereka dalam belajar disertai dengan niat yang baik, ikhlas dan hanya mengharapkan rahmat Allah SWT. Yang merupakan Penolong paling  agung yang dapat dimintai bantuan. Mereka ini membiarkan pemikirannya mengikuti alur yang diberikan Allah SWT sejak dalam penciptaannya.Pemahaman pemikiran semacam ini merupakan pengertian paling agung dan jalan mencapai karakter pemikiran yang baik untuk memperoleh ilmu sesuai dengan yang diharapkan, sebagaimana yang Allah SWT anugrahkan kepadanya.Selain ilmu logika ini, terdapat ilmu pengantar lainnya dalam belajar.Yaitu mengetahui kata-kata dan petunjuknya terhadap pengertian-pengertian yang dapat dipahami akal, yang dapat dituangkan dalam tulisan dan diucapkan dalam percakapan.
Perrtama-tama yang harus dilakukan adalah memahami bentuk tulisan yang menunjukan kata-kata yang dapat diucapkan.Ini merupakan langkah yang paling ringan. Langkah selanjutnya adalah memahami kata-kata yang terucap yang menunjukan pengertian-pengertian yang dimaksudkan. Setelah memahami, anda juga harus memahami aturan-aturan dalam urut-urutan pengertian kata untuk mengambil kesimpulan dari premis-premis yang sudah popular dalam ilmu logika.Lalu pengertian-pengertian tersebut dimurnikan atau diabstrkasikan dalam pemikiran dan menghadapkannya pada rahmat Allah SWT dan anugrahNya.Tidak semua orang dapat melewati fase-fase ini dengan cepat dan dapat menguasai tabir-tabir ini dalam dunia pengajaran dengan mudah.Kadang pemikiran diharuskan berdebat untuk dapat memahami kata-kata atau menemukan kesamaan-kesamaan petunjuk melalui perdebatan tersebut untuk membuka kekusutan pemikiran dan ketidak jelasan. Jika pikiran seorang pelajar kusut, maka pemahamannya akan gagal. Hampir dipastikan tidak ada yang dapat melewati petualangan tersebut, kecuali mereka yang telah mendapat petunjuk Allah SWT.
Jika anda mendapat cobaan seperti itu dan merasa ragu-ragu dalam pemahaman atau terjadinya kekacauan karena perkara-perkara yang tidak jelas dalam pemikiran anda, maka buanglah semua kekusutan tersebut.Singkirkanlah tabir-tabir penutup kata dan syubhat-syubhat yang menghambat. Tinggalkanlah masalah-masalah buatan (ilmu logika) lalu berfokuslah pada cakrawala pemikiran yang alami, sebagaimana ia diciptakan. Lapangkan perhatian dan fokuskan pikiran anda padanya untuk dapat mendalami dan menyelami tujuan-tujuan anda seraya menghadapkan kedua kaki anda di hadapan ilmu tersebut sebagaimana para pakar merumuskannya sebelumnya dan mengharap limpahan cahaya tersebut kepada mereka dan mengajarkan sesuatu yang tidak mereka ketahui sebelumnya.
Jika telah melakukan semua itu, maka telah mendapatkan pancaran cahaya dari Allah SWT.Akan dapat mencapai tujuan tujuan anda. Dengan begitu, akan mendapatkan presepsi yang moderat, yang diciptakan Allah SWT sebagai konsekwensi-konsekwensi dari pemikiran dan fitrah ini. Hal ini sebagaimana yang telah kami kemukakan sebelumnya. Jika telah menguasai semua itu, maka kembalilah amati perubahan-perubahan argument dan bentuk-bentuknya. Tuangkan seluruh pemahaman padanya dan penuhi dengan kaidah –kaidah ilmu logika yang benar.Bungkusah dengan bentuk-bentuk kata lalu tampilkan dalam dunia percakapan, yang sesuai dengan tata bahasa dan keindahannya. Tapi jika hanya terpaku pada kata-kata dan ketidak jelasan yang ditampilkan pada dalil-dalil ilmu logika dan berusaha mengamati dan membedakan yang benar dan yang salah, dan semua ini merupakan aturan-aturan yang dirumuskan manusia yang mengandung kemiripan dan ketidak jelasan dalam bentuk dan istilah yang digunakan, maka tidak dapat membedakan kebenaran dan kesalahan. Sebab kebenaran hanya dapat diketahui dengan jelas jika dilakukan secara alami[35] “itulah yang diucapkan Ibnu Khldun dalam kitabnya yang ditulis di muqaddimah Ibnu Khaldun”. Dengan begitu maka keragua raguan dan kebimbangan akan terus berlanjut yang mngakibatkan tabir tetap menghalangi pemahaman para pengamat.
Inilah problem yang banyak dialami para pengamat dan kaum intelektual kontemporer. Apalagi bagi orang yang mengalami gagap bicara sehingga pemikirannya akan terbelenggu, atau juga orang yang sangant meyakini bahwa apa yang dilakukannya tersebut merupakan medium untuk mencapai kebenaran yang alami, sehingga ia akan terjerumus dalam kebimbangan antara ketidak jelasan dalil-dalil dan keragu-raguannya. Banyak dari mereka yang tidak dapat melepaskan diri dari kebimbangan ini.Medis untuk mencapai pengetahuan yang benar secara alami adalah melalui pemikiran alami, sebagaimana yang telah dikemukakan, jika terbebas dari semua kebimbangan dan mendapatkan rahmat Allah SWT.Ilmu logika merupakan ilmu uyang melukiskan aktivitas pemikiran tersebut. Ilmu ini dapat menyeimbangkan pemikiran dan penerapannya. Karena itu hendaklah memahami semuanya dengan baik.


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa Ibnu khaldun adalah salah satu ilmuan muslim atau tokoh muslim yang pemikirannya sangat berpengaruh terhadap berbagai bidang seperti pendidikan, social dan lainnya. Nama lengkap beliau adalah  Abdul  Rahman abu zaid waliyuddin ibn Khaldun al-maliki al-khadrami. Beliau lahir pada tahun 733h/1332 M di Naisabur, dan meninggal dunia pada tahun 808 H/1404 M dalam usia 74 tahun.  Beliau dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alquran sejak usia dini. Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823)[36].
Ibu Khaldun dalam segala pemikiranya baik dibidang sosial, ekonomi, politik termasuk pendidikan terdapat dalam kitabnya yang kemudian dibuatnya sebuah qitab pembuka yaitu muqaddimah Ibnu Khaldun yang menceritakan secara jelastentang pemikiran-pemikiranbeliau seperti dalam pendidikan yaitu: Klasifikasi Ilmu, Tujuan Pendidikan, Metode Pembelajaran, Belajar Melalui Pengalaman, Menggunakan Metode Induktif, Mengaitkan Pengertahuan Lama dengan Baru,  Cara yang benar dalam mendidik dan pelakuan keras yang berdampak negatif.
B.       Saran
Melalui keistimewaan karya beliau termasuk perjalanan  beliau bisa diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Dan juga diharapakan sekolah, dan universitas dapat mengikuti jejak-jejak beliau dalam membimbing pemuda-pemudi untuk masa depan yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Al-Allamah bin Muhammad bin Khaldun. 2001. Muqaddimah Ibnu
Khaldun (Karya Fenomenal Ibnu Khaldun sepanjang masa, dan waktu). Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar.
Himmish, Bensalem. 2010. Ibnu Khaldun Sang Maha Guru. Tanggerang: Lentera
Hati.
Assegaf, Abd Rachman. 2013. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
TIM Pakar Fakultas Tarbiyah. 2009. Pendidikan Islam dari Paradigma Klasik
Hingga Kontemporer. Malang: UIN-Maliki Press.
Abdullah, Yusri Abdul Ghani. 2004. Historiografi Islam. Jakarta: Raja Garfindo
Persada.
Yatim, Badri. 1997. Historioggrafi Islam.  Ciputat: Logos Wacana Ilmu.
Biografiku. 2016. Biografi Ibnu Khaldun Peletak Dasar. (Online)
http://www.biografiku.com/2009/11/biografi-ibnu-khaldun-peletak-dasar.html, Diakses tanggal  5 Februari 2017 jam 07.15 WIB





[1] Yusri Abdul Ghani Abdullah. 2004. Historiografi Islam. Jakarta : RajaGrafindo Persada. Hlm. VII
[2] Tim Pakar FITK. 2009. Pendidikan  Islam dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer. Malang : UIN Maliki. Hlm. 8
[3] Bensalem Himmah. 2010.  Ibnu Khaldun Sang Mahaguru. Tanggerang:  Lentera hati, hlm. 522
[4] Abd Rahman Assegaf. 2013. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers. Hlm. 123
[5] Yusri Abdul Ghani Abdullah. 2004. Historiografi Islam. Jakarta: RajaGrafindo. Hlm. 64
[6] Abd Rahman Assegaf. 2013. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam. Hlm. 127
[7] Tim Pakar FITK. 2009. Pendidikan Islam dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer. Malang” UIN Maliki Press. Hlm.245-246
[8] Al-Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001. Muqaddimah Ibnu Khaldun. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, hlm. xvii-xxv
[9] Bensalem Himmish. 2010, hlm. 521-522
[10] Tim Pakar FITK.2009. Pendidikan Islam Dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer.  Malang: UIN Maliki Press, hlm. 247
[11] Tim Pakar FITK.2009, hlm. 247
[12] Tim Pakar FITK.2009, hlm. 248
[13] Tim Pakar FITK.2009, hlm. 249
[14] Tim Pakar FITK.2009. hlm. 249
[15] Abd. Rachman Assegaf. 2013. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 143
[16] Abd. Rachman Assegaf. 2013, hlm. 143
[17] Abd. Rachman Assegaf. 2013, hlm. 143
[18] Abd. Rachman Assegaf. 2013, hlm. 143
[19] Abd. Rachman Assegaf. 2013, hlm. 144
[20] Al-Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001. Muqaddimah Ibnu Khaldun. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, hlm. 1003
[21] Al-Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 1003
[22] Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 1004
[23] Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 1004
[24] Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001., hlm. 1005
[25] Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 1006
[26] Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 1007
[27] Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 1008
[28] Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 1008
[29] Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 994
[30] Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 994
[31] Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 995
[32] Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 996
[33] Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 997
[34] Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 998
[35] Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 999
[36] Himmis, Bessalem. 2010. Ibnu Khaldun Sang Mahaguru,hlm 521

Komentar

  1. You should see how my acquaintance Wesley Virgin's report launches in this shocking and controversial video.

    You see, Wesley was in the military-and soon after leaving-he discovered hidden, "SELF MIND CONTROL" secrets that the CIA and others used to get everything they want.

    THESE are the EXACT same SECRETS lots of famous people (notably those who "come out of nothing") and elite business people used to become rich and famous.

    You've heard that you use only 10% of your brain.

    Mostly, that's because most of your BRAINPOWER is UNCONSCIOUS.

    Perhaps that thought has even taken place INSIDE your own brain... as it did in my good friend Wesley Virgin's brain about 7 years ago, while riding an unregistered, garbage bucket of a car without a driver's license and in his bank account.

    "I'm very fed up with going through life paycheck to paycheck! When will I finally succeed?"

    You took part in those types of thoughts, isn't it so?

    Your own success story is waiting to start. You need to start believing in YOURSELF.

    Take Action Now!

    BalasHapus

Posting Komentar