MAKALAH
PROFIL IBNU KHALDUN
SEBAGAI TOKOH PEMIKIR PENDIDIKAN ISLAM, TIPOLOGI DAN KARAKTERISTIK PEMIKIRAN
IBNU KHALDUN TENTANG
PENDIDIKAN ISLAM
Makalah ini disusun
untuk menyelesaikan tugas kelompok
Mata Kuliah Pemikiran Pendidikan Islam
Semester 2
Dosen Pengampu : Dr. H.
Asmaun Sahlan, M.Ag.
Oleh Kelompok 5 :
Ali Hasan Assidiqi (16110048)
Khayyun Taqyuddin (16110069)
Bahrul Ilmi Ismawan (16110072)
KELAS B
JURUSAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
DAN KEGURUAN
UIN MAULANA MALIK
IBRAHIM MALANG
TAHUN PELAJARAN 2017
DAFTAR
ISI
Cover............................................................................................................................. i
Daftar
Isi....................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................. 2
C. Tujuan Masalah................................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Biografi Ibnu Khaldun..................................................................................... 3
B. Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang
Pendidikan Islam........................................ 6
1. Klafikasi Ilmu............................................................................................. 6
2. Tujuan Pendidikan...................................................................................... 6
3. Metode Pembelajaran................................................................................. 7
4. Belajar Melalui Pengalaman........................................................................ 8
5. Menggunakan Pendekatan Induktif........................................................... 8
6. Mengaitkan Pengetahuan Lama dengan
Pengerahuan Baru....................... 9
7. Pendidikan Anak, dan Keanekaragaman
Metode Umat Islam dalam Pelaksanaan Pendidikan 9
8. Perlakuan Kers Terhadap Murid dapat Berdampak
Negatif.................... 12
9. Cara yang Benar dalam Mengajarkan Ilmu
Pengetahua, dan Metode Penarapannya 14
10. Pemikiran Manusia.................................................................................... 17
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................... 21
B. Saran............................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDNAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan mempunyai arti penting bagi kehidupan
manusia sebagai kekuatan untuk membantu masyarakat
mencapai kemajuan peradaban termasuk agama Islam. Dalam setiap ruang, dan waktu,
pendidikan selalu mendapatkan perhatian dari setiap tokoh-tokoh di seluruh
dunia baik sekarang maupun dahulu. Perbincangan tentang pendidikan seolah-olah
tak pernah lepas dalam kondisi apapun. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan
pendidikan dalam peradaban manusia sangatlah penting seperti yang dilakukan
oleh para ilmuan dengan menulisnya agar tidak menghilang[1].
Kejayaan Islam di bidang ekonomi,
politik, tradisi, keagamaan, seni, dan sebagainya, tidak terlepas dari dunia
pendidikan, dan begitu pula dengan kemundurannya. Sebagaimana perkara dunia, pendidikan dalam realitanya mengalami
maju mundur. Situasi ini tidak terlepas dari pengaruh peranan tokoh yang ikut
berperan didalamnya. Ketika tokoh-tokohnya kritis, dan sensitif serta proaktif
terhadap masalah pendidikan, maka pendidikan yang akan melahirkan hasil
pendidikan yang memuaskan dalam setiap bidangnya. Sebaliknya, ketika para
praktisi pendidikan tidak sensitif maka akan mewariskan ketertinggalan dalam
bidang pendidikan.
Diantara tokoh pendidikan Islam yang memiliki kontribusi besar
adalah Ibnu Khaldun. Pemikiran-pemikirannya selalu menjadi bahan perbincangan
di kalangan praktisi pendidikan, baik itu pada masanya, sesudahnya, dan saat
ini. Kontribusi dalam dunia pendidikan, pemikirannya tidak hanya di konsumsi
oleh para praktisi pendidikan Islam tetapi juga ilmuan-ilmuan barat yang menjadikannya
sebagai rujukan penelitian yang dikembangkan. Hal tersebut juga sesuai dengan
pendidikan universitas dalam mengembangkan pendidikan seperti pemikiran
tokoh-tokoh muslim yang tertuang dalam keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI
Nomor: 38/DIKTI/Kep/2002 tentang rambu-rambu pendidikan di perguruan Tinggi[2].
Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih dalam tentang pendidikan Islam menurut
Ilmuan-Ilmuan muslim seperti Ibnu Khaldun, maka makalah ini membahas secara
rinci tentang biografi, dan pemikiran dari Ibnu Khaldun.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini yang merumuskan masalah tentang Biuografi
Ibnu Khaldun, dan Tipologi,
karakteristik pemikirannya dalam Pendidikan Islam yang meruapakan salah satu
tokoh muslim termukaka hingga saat ini.
C. Tujuan Masalah
Dalam Makalah ini, yaitu
bertujuan sebagai suatu pengantar Media atau perantara kita untuk mendekatkan
diri kepada Allah dengan memperluas Ilmu terutama tentang Biografi Ibnu
Khaldun, dan segala pemikirannya sehingga dengan hal tersebut kita dapat
mengambil hikmah dibalik perjalanannya, pemikirannya, karya-karyanya dan
sebagainya. Karena sosok Ibnu Khaldun selain dikenal oleh para orang muslim
juga dikenal oleh orang-orang non muslim hingga menjadikan disetiap perjalanan,
dan karyanya sebagai acuan dari semua ilmuan,
dan sarjana bahkan kalangan rendah hingga saat ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Ibnu Khaldun
Ibnu khaldun
adalah salah satu ilmuan muslim atau tokoh muslim yang pemikirannya sangat
berpengaruh terhadap berbagai bidang seperti pendidikan, social dan lainnya.
Nama lengkap beliau adalah Abdul Rahman abu zaid waliyuddin ibn Khaldun
al-maliki al-khadrami. Beliau lahir pada tahun 733h/1332 M di Naisabur, dan
meninggal dunia pada tahun 808 H/1404 M dalam usia 74 tahun. Beliau adalah seseorang yang
tegas dalam menjalankan tugas, ahli dalam bidang sosiologi serta bijak
dalam menyelesaikan masalah. Ketokohan beliau popular sebagai pakar sejarah,
pakar sosiologi (Kemasyarakatan), ahli falsafah, dan politik. Beliau mendapat
pendidikan awal dari ayahnya tentang dasar-dasar agama
seperti Al-Qur’an, fikih, hadis,
dan tauhid. Beliau juga merupakan seorang hafidz al-qur’an sejak kecil. Ketika
dewasa beliau belajar liguistik bahasa arab seperti nahwu, dan sharraf,
ushuluddin serta kesusteraan[3].
Setelah itu, beliau juga mempelajari ilmu mantiq, sains, falsafah, matematika,
dan sejarah dari beberapa orang yang
termukaka dimasa itu. Di antara guru beliau yang utama adalah Muhammad ibn
abdul muhaimin. Beliau juga turut berguru dengan abu Abdullah ibn Muhammad ibn
Ibrahim al-alba yang mengajarrnya tentang sosiologi, politik, dan pendidikan[4].
Beliau dikenal sebagai sejarawan dan
bapak sosiologi Islam yang hafal Alquran sejak usia dini. Sebagai ahli politik
Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena
pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh
telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo
(1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki usia
remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana higga ke dunia eropa
seperti Kitab Al-Ibar wa Diwin Al-Mubtada wa Al-khabar, yang bagian awalnya
disebut dengan A-Muqaddimah Ibnu Khaldun[5].
Hal tersebut terkenal karena tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun yang sangat
dalam pengamatannya terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu,
dan pengetahuan yang luas, serta beliau hidup di tengah-tengah mereka dalam
pengembaraannya yang luas pula.
Selain itu dalam tugas-tugas yang diembannya penuh dengan berbagai peristiwa, baik suka dan duka.Ia pun pernah menduduki jabatan penting di Fes, Granada, dan Afrika Utara serta pernah menjadi guru besar di Universitas al-Azhar, Kairo yang dibangun oleh Dinasti Fathimiyyah. Dari sinilah ia melahirkan karya-karya yang monumental hingga saat ini. Nama dan karyanya harum dan dikenal di berbagai penjuru dunia.Panjang sekali jika kita berbicara tentang biografi Ibnu Khaldun, namun ada tiga periode yang bisa kita ingat kembali dalam perjalan hidup beliau.Periode pertama, masa dimana Ibnu Khaldun menuntut berbagai bidang ilmu pengetahuan. Yakni, ia belajar Alquran, tafsir, hadis, usul fikih, tauhid, fikih madzhab Maliki, ilmu nahwu dan sharaf, ilmu balaghah, fisika dan matematika.
Selain itu dalam tugas-tugas yang diembannya penuh dengan berbagai peristiwa, baik suka dan duka.Ia pun pernah menduduki jabatan penting di Fes, Granada, dan Afrika Utara serta pernah menjadi guru besar di Universitas al-Azhar, Kairo yang dibangun oleh Dinasti Fathimiyyah. Dari sinilah ia melahirkan karya-karya yang monumental hingga saat ini. Nama dan karyanya harum dan dikenal di berbagai penjuru dunia.Panjang sekali jika kita berbicara tentang biografi Ibnu Khaldun, namun ada tiga periode yang bisa kita ingat kembali dalam perjalan hidup beliau.Periode pertama, masa dimana Ibnu Khaldun menuntut berbagai bidang ilmu pengetahuan. Yakni, ia belajar Alquran, tafsir, hadis, usul fikih, tauhid, fikih madzhab Maliki, ilmu nahwu dan sharaf, ilmu balaghah, fisika dan matematika.
Pada periode ketiga kehidupan Ibnu
Khaldun, yaitu berkonsentrasi pada bidang penelitian dan penulisan, ia pun
melengkapi dan merevisi catatan-catatannya yang telah lama dibuatnya. Seperti
kitab al-’ibar (tujuh jilid) yang telah ia revisi dan ditambahnya bab-bab baru
di dalamnya, nama kitab ini pun menjadi Kitab al-Ibar wa Diwanul Mubtada’ awil
Khabar fi Ayyamil ‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man ‘Asharahum-min-Dzawis-Sulthanal-Akbar.
Kitab al-i’bar ini pernah juga diterjemahkan dan diterbitkan oleh De Slane pada tahun 1863, dengan judul Les Prolegomenes d’Ibn Khaldoun.Namun pengaruhnya baru terlihat setelah 27 tahun kemudian.Tepatnya pada tahun 1890, yakni saat pendapat-pendapat Ibnu Khaldun dikaji dan diadaptasi oleh sosiolog-sosiolog German danAustria yang memberikan pencerahan bagi para sosiolog modern. Bukan hanya itu mukaddimah dari kitab al-I’bar juga dijadikan sebgai referensi oleh para ilmuan modern hingga diterjemahkan oleh berbagai negara seperti Turki, Prancis, Eropa bagian barat, dan timur, Mesir, India, dan lainnya sebagai acuan para ilmuan.[6]
DR. Bryan S. Turner, guru besar sosiologi di Universitas of Aberdeen dalam artikelnya “The Islamic Review and Arabic Affairs” di tahun 1970-an mengomentari tentang karya Ibnu Khaldun yang menyatakan “tulisan-tulisan sosial, dan sejarah dari Ibnu Khaldun hanya satu-satunya dari tradisi intelektual yang diterima dan diakui di dunia Barat, terutama ahli-alhli sosiologi, dan ekonomi yang menerjemahkannya dalam Bahasa Inggris, seperti yang menonjol adalah muqaddimah (pendahuluan) dari tujuh jilid kitab sejarah dunia yang beliau tulis dalam kitab al-Ibar wa Diwanul Mubtada’ awil Khabar fi Ayyamil ‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar[7].
Kitab al-i’bar ini pernah juga diterjemahkan dan diterbitkan oleh De Slane pada tahun 1863, dengan judul Les Prolegomenes d’Ibn Khaldoun.Namun pengaruhnya baru terlihat setelah 27 tahun kemudian.Tepatnya pada tahun 1890, yakni saat pendapat-pendapat Ibnu Khaldun dikaji dan diadaptasi oleh sosiolog-sosiolog German danAustria yang memberikan pencerahan bagi para sosiolog modern. Bukan hanya itu mukaddimah dari kitab al-I’bar juga dijadikan sebgai referensi oleh para ilmuan modern hingga diterjemahkan oleh berbagai negara seperti Turki, Prancis, Eropa bagian barat, dan timur, Mesir, India, dan lainnya sebagai acuan para ilmuan.[6]
DR. Bryan S. Turner, guru besar sosiologi di Universitas of Aberdeen dalam artikelnya “The Islamic Review and Arabic Affairs” di tahun 1970-an mengomentari tentang karya Ibnu Khaldun yang menyatakan “tulisan-tulisan sosial, dan sejarah dari Ibnu Khaldun hanya satu-satunya dari tradisi intelektual yang diterima dan diakui di dunia Barat, terutama ahli-alhli sosiologi, dan ekonomi yang menerjemahkannya dalam Bahasa Inggris, seperti yang menonjol adalah muqaddimah (pendahuluan) dari tujuh jilid kitab sejarah dunia yang beliau tulis dalam kitab al-Ibar wa Diwanul Mubtada’ awil Khabar fi Ayyamil ‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar[7].
Bukan hanya itu
dalam muqaddimah Ibnu Khaldun tersebut juga terdapat enam bab yang membuat para
ilmuan barat, dan timur menjadikannya rujukan hingga saat ini yaitu[8]:
a. Bab
pertama, membahas tentang karakter peradabnan manusia serta
penopang-penopangnya berupa kehidupan primitif, perkotaan, kemenangan suatu
kelompok, mata pencahariannya hidup, profesi, ilmu pengetahuan, dan sejenisnya
serta sebab-sebab yang melatarinya.
b. Bab
kedua, membahas peradaban badui, bangsa-bangsa dan kabilah-kabilah liar, serta
kondisi kehidupan mereka, ditambah keterangan dasar, dan kata pengantar.
c. Bab
ketiga, membahas kerajaan-kerajaan secara umum, kerajaan kekhalifahan, jabatan
pemimpin, dan semua yang berhubungan dengannya.
d. Bab
keempat, membahas negeri-negeri, kota-kota, dan pembangunan lainnya serta
peristiwa yang berkaitan dengannya.
e. Bab
kelima, membahas mata pencaharian dan kewajibannya, baik berupa usaha maupun
kerajinan-keterampilan dan berbagai kondisi yang menimpa dalam pasal ini
terhadap beberapa masalah.
f. Bab
keenam, membahas berbagai jenis ilmu
pengetahuan, metode pengajaran, cara memperoleh, dan berbagai dimensinya, serta
segala sesuatu yang berhubungan dengannya.
Karya-karya Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi
diantaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari
kitab sejarahnya); Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak
sosiologis-historis, dan filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah
kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan
ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin
karya Imam Fakhruddin ar-Razi).
Oleh karena itulah, Ibnu Khaldun yang sering juga disebut
waliyudin yang meruapakan seorang ahli hokum, sejarawan, filsuf, negarawa,
sosiolog, dan ekonomi. Sehingga dijuluki bapak sosiologi (Filsafat sejarah),
dan pelopor ilmu ekonomi yang tidak dapat ditangini oleh plato Aristoteles, dan
Agustinus sekalipun (Robert Flint) hingga karyanya juga mendahului adam smith,
dan Ricardo sehingga karya beliau hingga sekarang termasuk sejarah perjalanan
beliau juga tetap ditulis, dan menjadi referensi para ilmuan dan sarjana
sepanjang masa[9].
Pemikiran-pemikiran
Ibnu Khaldun, baik tentang perubahan sosial, politik, ekonomi, sejarah maupun
tentang pendidikan Islam tertuang dalam karya monumentalnya, yaitu Muqaddimah. Maka dari hal tersebut,
penulis berikut lansung mengutip dari berbagai karya oleh para pakar tentang
pemikiran Ibnu Khaldun dalam pendidikan Islam termasuk karakteristik dan
tipologinya. Berikut ini hal-hal pentinya dalam pemikiran beliau.
1.
Klasifikasi Ilmu
Sebelum
membicarakan masalah pembelajaran, Ibnu Khaldun memulai dengan klasifikas
iilmu. Menurut Ibnu Khaldun, ilmu pengetahuan ada dua macam, yaitu yang menjadi
tujuan (al-‘ulum al-maqshudah bizatiha) dan ilmu alat untuk memahami ilmu-ilmu
yang menjadi tujuan tersebut[10].
Ilmu-ilmu yang menjadi tujuan itu menurut Ibn Khaldun adalah: ilmu tafsir, ilmu
hadist, ilmu fiqih, ilmu kalam, ilmu fisika, teologi, dan filsafat. Sedangkan
yang termasuk dalam kategori ilmu alat adalah: ilmu bahasa, ilmu hitung, ilmuushul
al-fiqh, ilmu manthiq, dan lain
lainnya.
Seperti halnya
al-Ghazali, Ibnu Khaldun juga mengklasifikasi ilmu dalam dua kategori, yaitu
ilmu yang di perluas (ekstensif) atau dialami dan ilmu yang hanya diketahui
secara global. Ilmu yang perlu diperluas dan didalami adalah ilmu syariat,
sementara yang yang cukup dikaji dengan global adalah ilmu-ilmu alat, seperti
bahasa arab, mantiq dan semacamnya.
2.
Tujuan Pendidikan
Menurut Ibnu
Khaldun, tujuan pendidkan Islam adalah untuk menanamkan keimanan dalam hati
anak didik, menginternalisasikan nilai-nilai moral sehingga mampu memberikan pencerahan
jiwa, dan perilaku yang baik[11].
Secara rinci Ibnu Khaldun membagi tujuan pendidikan dalam beberapa hal yaitu[12]:
a) memberi peluang kepada anak didik untuk mampu berfikir, dan berbuat dengan
benar. b) memberikan peluang yang berkualitas dalam masyarakat maju. c)
memberikan kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan sebagai sumber penghasilan. d)
dapat mengembangkan perilaku terpuji dalam kehidupan sehari-hari.
Disini jelas,
bahwa Ibnu Khaldun tidak hanya memandang pemikiran sebagai sarana memperoleh
ilmu, melainkan pendidikan dipandang sebagai investasi masa depan, dan memiliki
keterkaitan dengan pekerjaan (promise of job) pembentukan kepribadian
dan pembimbing menuju befikir dan berbuat yang benar. Manusia dianugerahi oleh
Allah akal yang bisa membedakan yang baik, dan yang buruk, yang haq dan yang
bathil, dan akal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Dengan akal
manusia mampu menaklukan alam, dan mampu menciptakan kreasi spektakuler yang
berupa teknologi modern. Menurut Ibnu Khaldun ada beberapa tingkatan akal yaitu[13]:
a) akal pembeda (al-‘aql al-tamyizy). Akal ini hanya berfungsi sederhana, yaitu
hanya mampu membedakan masalah-masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari,
seperti membedakan makana yang layak dimakan yang tidak. b) akal empiril
(al-‘aql al-tajriby) yaitu akal yang mampu memahami suatu masalah yang terjadi
secara empiric dalam masyarakat, seperti memahami mengapa perkembangan ilmu
berkaitan dengan kemakmuran, mengapa sikap emosional dapat memicu konflik, dan
tindak kekerasan yang tidak terkendali. c) akal teoritik (al-aql al-nadhary)
yaitu akal yang dapat mengetahui melaluihi potesis, dan pengujian sehingga
mampu menemukan teori.
3.
Metode Pembelajaran
Pendidikan islam
terhadap anak menurut Ibnu Khaldun hendaknya dilakukan secara bertahap, dari
satu tingkat ketingkat yang lebih tinggi sejalan dengan kemampuan akal
seseorang, sesuai dengan ketetapan Nabi, yaitu bi qadri ‘uqulihinm (ajarilah
anak-anakmu sesuai kadar kemampuannya)[14].
Oleh karena itu, proses pembelajaran suatu bidang studi harus dimulai dari
pengetian yang paling elementer yang bersifat global. Baru setelah anak didik
memahami yang elementer, maka bisa dilanjutkan, dan dikembangkan lebih detail
dan rinci dengan deferensi dan variable-variabelnya, sehingga mereka dapat
memahami suatu bidang ilmu secara utuh, dan benar. Disinilah seorang guru dituntut mampu memahami psikologi peserta
didik.
4.
Belajar Melalui Pengalaman
Ibnu Khaldun
menganjurkan penerapan metode visitasi atau lawatan di mana melalui metode ini
guru dapat memberi penglaman pada pelajar. Pengajaran akan terkesan karena
pelajar itu dapat merasakannya sendiri serta dapat menguatkan pemahaman mereka.
Pendidikan modern ternyata mendukung pandangan Ibnu Khaldun tersebut dalam
menggunakan metode visitasi (rihlah) ini sebagai salah satu cara yang baik
untuk menyampaikan pengetahuan secara langsung. Ia akan meninggalkan kesan yang
baik terhadap pemikiran anak[15].
Melalui metode
visitasi atau lawatan tersebut pelajar dapat menambah ilmu dan menyempurnakan
pengetahuan mereka. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa melalui lawatan mereka dapat
bertemu dengan para pakar, kepala kabilah, dan para ulama. Untuk mendapatkan
Ilmu harus diperoleh melalui proses belajar. Cara ini dapat berfaedah yang
banyak dari pada sekedar membaca buku karena anak suka meniru, dan bercerita.
Ibnu Khaldun menambahkan bahwa komunikasi seseorang dengan ulama, tokoh
pendidikan dan guru dapat menimbulkan dan mewujudkan kerjasama rohani diantara
pelajar, dan gurunya[16].
Dalam aktivitas luar kelas, pelajar, dan guru dapat bersama-sama bertukar idea
dalam merancang pengajaran dan pembelajaran.
5.
Menggunakan Pendekatan Induktif
Metode ini
menyatakan sesuatu yang bermula dari sifat umum kepada yang lebih khusus.
Metode ini juga membicarakan trasisi dari totalitas atau keseluruhan kepada
parsialitas atau bagian kecil dengan menyebutkan prinsip umum terlebih dahulu
kemudian diberi contoh serta rincian. Metode ini digunakan dalam pembelajaran
yang mengandung prinsip, hokum, dan fakta umum yang dibawahnya melibatkan bagian
dan berbagai masalah. Ibnu Khaldun menyatakan bahwa sesuatu pengajaran tidak
langsung dimulai dengan menerangkan definisi, namun sepatutnya dimulai dengan
memberi penerangan secara umum supaya belajar dapat berpikir terlebih dahulu[17].
6.
Mengaitkan Pengetahuan Lama dengan Pengetahuan Baru
(Apresiasi)
Ibnu Khaldun
berpegang pada pengajaran yang sesuai dengan psikologi[18].
Baginya adalah penting untuk mengaitkan pengalaman terlebih dahulu agar
dikaitkan dengan pengetahun yang baru. Melalui pandangan ibnu Khaldun tersebut
kita dapat memahami bahwa metode pengajaran tersebut sangat berpengaruh dalam
penyampaian pengajaran hal ini dapat di sebabkan karena guru senantiasa
mengingatkan kembali pengetahuan yang lama dalam setiap penyampaian pengetahuan
lama tersebut ,pelajarakan pelupa. Dalam proses pengajaran dan pembelajaran,
metode ulangan perlu digunakan, jika tidak maka ilmu tersebut dapat hilang
begitu saja. Ibnu Khaldun tidak bermaksud memisahkan pengetahuan tersebut
karena dapat menyebabkan pembaruan aktifitas kelas namun yang dimaksudkan
disini adalah apabila guru tidak mengaitkan dengan pengetahuan lama maka akan
menyebabkan pelajar pelupa[19].
Oleh karena untuk menghasilkan sosok seorang didik yang professional Ibnu
Khladun mengaitkan antara pengetahuan lama dan baru yang sesuai dengan
pendidikannya.
7.
Pendidikan Anak, dan Keanekaragaman Metode Umat
Islam dalam Melaksanakan Pendidikan
Ketahuilah,
pendidikan Al-Qur`an terhadap anak merupakan syiar agama yang banyak dilakukan
oleh pemeluknya dan terus dijarakkan di seluruh penjuru daerah. Mempelajari
ayat-ayat Al-Qur`an dan sebagian matan hadits dapat cepat menguatkan iman dan
akidah kedalam hati. Al-Qur`an merupakandasar pendidikan yang membentuk
karakter pokok manusia. Sebab pendidikan anak ketika masih kecil lebih tertancap
kuat dan menjadi dasar bagi perkembangan berikutnya. Pondasi dasar pertama yang
terdapat pada hati merupakan dasar pembentuk karakter manusia. Tergantung pada
pondasi dan cara inilah pertumbuhan selanjutnya terlaksana[20].
Masyarakat Islam
berbeda-beda tentang metode dalam memberikan pendidikan Al-Qur`an kepada anak,
sejalan dengan perbedaan karakter mereka. Penduduk Maghrib lebih suka hanya
dengan mengajarkan Al-Qur`an saja kepada anak ditambah selingan pelajaran
menulis dan permasalahannya, tanpa mencampur pelajaran lain, seperti hadits,
fiqih, syair, maupun bahasa Arab, hingga sang anak benar-benar menguasai atau
selesai mempelajarinya. Ini adalah metode penduduk Maghrib diikuti oleh kaum
Barbar dalam pendidikan anak-anak hingga mencapai usia baligh atau menjelang
dewasa. Demikian juga bagi orang dewasa ketika hendak belajar Al-Qur`an lagi
setelah berusia lanjut. Mereka lebih pandai menuis dan menghafal Al-ur`an
daripada yang lainnya. Sementara itu, metode penduduk Andalusia adalah dengan
mengajarkan Al-Qur`an dan kitab apa adanya. Inilah yang menjadi perhatian
mereka dalam mendidik. Berhubung Al-Qur`an adalah dasar dan sumber semua
keilmuan tersebut, sekaligus sebagai sumber agama dan berbagai macam ilmu, maka
mereka menjadikan Al-Qur`an sebagai dasar dalam pendidikan dan pengajaran[21].
Tak hanya itu
yang mereka berikan pada anak. Tapi ditambah lagi dengan periwayatan syair,
ilmu tata bahasa Arab, pelajaran menulis dan memahami kitab. Mereka tidak hanya
memerhatikan satu materi pelajaran saja dengan mengenyampingkan yang lain.
Semuanya diperhatikan sampai anak itu mencapai usia baligh hingga dewasa dan
meguasai sebagian ilmu Arab dan syair, pandai menulis dan menguasai kitab serta cabang-cabang keilmuan yang lain,
andai ia mempunyai kesempatan untuk mempelajarinya. Mereka berhenti karena
sudah tidak ada yang mengajarkan kepada mereka lagi. Karenanya, mereka hanya
mendapatkan pendidikan yang pertama ini saja. Ini sudah cukup orang yang
diberikan petunjuk oleh Allah SWT dan sebagai persiapan ketika ia mempunyai
seorang guru[22].
Beda lagi dengan
metode pengajaran penduduk Afrika. Mereka mengerjakan Al-Qur`an kepada
anak-anak disertai hadits dan kaidah-kaidah ilmu serta
permasalahan-permasalahannya. Namun perhatian mereka terhadap Al-Qur`an,
keseriusan anak terhadapnya serta perhatian mereka untuk mempelajari perbedaan
bacaan-bacaannya, lebih besar jika dibandingkan dengan perhatian mereka
terhadap ilmu-ilmu lain. Selanjutnya, perhatian mereka tercurah lebih besar
pada ilmu menulis. Secara umum, metode mereka dalam mengajarkan Al-Qur`an lebih
dekat dengan metode penduduk Andalusia. Kemudian mereka pindah domisili ke
Tunisia, lalu anak-anak mereka belajar dari penduduk Tunisia.[23]
Adapun
orang-orang timur mencampur adukkan pendidikan. Demikianlah yang sampai pada
kita. Saya tidak mengetahui apa yang mereka lebih perhatikan. Informasi yang
sampai kepada kita mengatakan bahwa perhatian mereka dalam mempelajari
Al-Qur`an, keilmuan, dan dasar-dasarnya dilakukan pada saat dewasa. Mereka
tidak mencampurkan dengan pelajaran menulis. Namun, untuk pelajaran menulis
terdapat guru dan peraturan khusus, sebagaimana suatu penemuan dipelajari dan
tidak dicampur adukkan dengan tempat-tempat anak. Ketika mereka menuliskan
sesuatu dipapan, mereka menulis dengan buruk. Yang ingin belajar menulis
tergantung pada kemauan sendiri dan belajar dari orang yang mampu
mengajarkaannya.
Sementara itu
penduduk Afrika dan Maghrib hanya mempelajari A-Qur`an. Ini mmnyebabkan
keterbatasan mereka dalam hal ilmu bahasa. Demikianlah, karena umumnya tidak
tercipta suatu naluri. Memang seseorang tidak mampu mengikuti gaya bahasa
Al-Qur`an dan mereka tidak akan mampu menirunya. Mereka hanya mempunyai gaya
bahasa Al-Qur`an, sehingga mereka tidak mempunyai kemampuan bergaya bahasa Arab
yang baik. Hal ini membuatnya terkesan kaku dalam berbahasa dan sedikit
menggunakan kata-kata. Dalam hal ini, lain ceritanya dengan penduduk Afrika.
Mereka lebih ringan berbahasa dari pada penduduk Maghrib. Sebab,penduduk
Afrika, selain belajar Al-Qur`an, juga belajar dasar-dasar ilmu yang lain,
sebagaimana telah disebutkan. Hal ini membuat mereka mampu untuk meniru bahasa
Al-Qur`an. Namun,dalam hal ini, kemampua mereka jauh dari ilmu Balaghah (ilmu
kefasihan berbahasa Arab-peny),
sebagaimana yang akan disebutkan nanti.
Sedangkan
penduduk Andalusia, dikarenakan mereka banyak belajar berbagai cabang keilmuan,
banyak meriwayatkan syair, dan mempelajari bahasa Arab sejak pertama, maka
mereka lebih pandai dalam berbahasa Arab. Namun, mereka juga kurang mempelajari
imu-ilmu lain yang kurang berhubungan dengan Al-Qur`an dan hadits yang menjadi
dasar berbagai ilmu. Jadilah mereka sebagai orang yang beruntung dan
berperadaban baik atau sebagai orang yang kurang dalam bidang tertentu,
tergantung pada pendidikan yang dilakukan.
Al-Qadhi Abu
Bakar bin Al-Arabi mempunyai pendapat lain dalam buku perjalanannya tentang
metode pendidikan. Ia lebih mendahlukan pendidikan bahasa Arab dan syair dan
mengakhrkan ilmu-ilmu lain, sebgaimana pendapat penduduk Andalusia. Ia
mengatakan, “Karena sesungguhnya syair adalah sastra Arab”. Ia menyerukan agar
ilmu-ilmu ini didahulukan, selain mempelajari bahasa Arab. Setelahnya barulah
mempelajari ilmu hitung dan melatihnya, hingga mengetahui rumus-rumusnya, lalu
beralih mempelajari bahasa
Al-Qur`an. Hal ini akan terasa mudah bagi siapapun yang mempelajari[24].
Ia melanjutkan
perkataannya, “Bagaimana bisa penduduk negeri ini lalai. Mereka memeritahkan
anak-anak kecil untuk mempelajari kitab Allah SWT, mengenai perintah dan
larangan-Nya, membaca yang tidak mereka pahami, dan menjadikan hal-hal yang
bukan urusannya lebih penting daripada urusannya sendiri”.
Ia menambahan ,
“Mereka mempelajari Ushuluddin, Ushul fiqih, debat, kemudian hadits dan
ilmu-ilmunya”. Abu Bakar melarang dua cabang keilmuan dicampur jadi satu pada
satu waktu dan pengajarannya, kecuali apabil muridnya mampu dan baik
pemahamannya. Inilah yang diisyaratkan Al-Qadhi Abu Bakar.
Bukan hanya itu,
menurut beliau, ini adalah pendapat yang baik, cuma jarang terlaksana. Justru
sebaliknya yang terjadi adalah lebih mendahulukan pelajaran Al-Qur`an, dengan
alasan demi keberkahan, pahala dan kekhawatiran terhadap apa yang akan terjadi
pada anak berupa kenakalan anak dan terputus dari belajar. Bisa jadi, ia tidak
mengecap sedikit pun pelajaran Al-Qur`an. Ssungguhnya,selagi anak Namun jika ia
sudah dibekali dengan Al-Qur`an, ia masih mapu meraih bekal di masa kecil
ketika dikarantina dan dikendalikan untuk mendapatkan kembali Al-Qur`an agar
tidak pernah sirna[25].
ini masih dalam karantina, ia lebih terkendali. Ketika sudah mencapai usia
baligh dan terlepas dari pantauan, bisa jadi ia diterpa oleh badai kedewasaan
yang menghempaskannya pada kekosongan dan kehampaan.
Seandainya
disertai dengan keyakinan bahwa anak ini akan terus melanjutan belajarnya,
niscaya pendapat yang dituturkan oleh A-Qadhi ini lebih utama bagi penduduk
negeri dari segala penjuru. Namun Tuhanlah yang menentukan segalanya.
8.
Perlakuan Keras terhadap Murid Dapat Berdampak
Negatif
Sikap keras
dalam pendidikan dapat berakibat buruk bagi murid, apalagi ketika usianya masih
kecil. Ini merupakan tabiat buruk. Barang siapa yang tumbuh dalam
kondisipemaksaan dan penindasan, maka hal itu dapat membuatnya menjadi orang
keras dan berkepribadian sempit, kurang gia dan tidak bisa tumbuh dengan baik[26].
Hal ini juga dapat membatnya suka berbohong, pemalas, dan perbuatan buruk
lainnya seperti sikap tidak jujur degan memperlihatkan sesuatuyang tidak sesuai
dengan apa yang ada dalam hati karena khawatir mendapatkan penganiayaan.
Kekerasan dalam
pendidikan ini dapat membuat orang secara tidak langsung belajar melakukan tipu
daya, yang menjelma menjadi perilaku dan kebiasaan. Dengan demikian, hilanglah
makna-makna kemanusiaan yang ada padanya. Rasa sosial dan kelembutan berubah
menjadi kesombongan dan sikap mempertahankan diri. Bahkan ia enggan mencari
keutamaan-keutamaan dan perilaku baik. Sehingga ia semakin menjauh dari tujuan
hidupnya sebagai manusia dan terpuruk menjadi seburuk-buruk manusia. Ha ini
akan terjadi pada setiap umat yang biasa dipaksa dan ditindas.
Perlakukanlah
anak didik sebagai orang yang mempunyai kebebasan sepenuhnya terhadap dirinya
sendiri. Hal ini dapat dilakukan sebagai penelitian. Anda bisa melihat
orang-orang Yahudi dan apa yang terjadi pada mereka berupa perilaku buruk.
Sampai-sampai disetiap tempat dan masa, mereka selalu disebut sebagai orang
buruk. Mereka dikenal sebagai bangsa yang berperilaku keji dan buruk. Semua itu
disebabkan oleh hal yang telah disebutkan tadi. Karena itu, hendaknya sikap
seorang pengajar kepada murid dan sikap orang tua kepada anaknya tidak
sewenang-wenang dalam mendidik.
Muhammad bin Abu
Yazid dalam bukunya yang berisi tentang hukum
pengajar dan murid mengatakan, “Tidak selayaknya seorang pendidik anak
memberikan pukulan tambahan, jika sudah dirasa cukup hanya dengan memberikan
tiga pukulan saja”. Diantara perkataan Umar adalah , “Barang siapa yang tidak
mendapatkan pendidikan agama, maka ia tidak dapat pengajaran dari Allah SWT”[27].
Untuk menjaga
diri dari buruknya pendidikan, maka kadar yang telah dijelaskan oleh agama
lebih layak untuk diikuti. Sebab Dialah Dzat yang lebih mengetahui kemaslahatan
makhluk-Nya.
Ar-Rasyid
berkata, “Wahai Amar, Amirul Mukminin
telah menyerahkan buah hatinya kepadamu,
maka lapangkanlah tanganmu kepadanya. Dia wajib menaatimu. Jadilah Anda
sebagaimana yang telah ditentukan oleh Amirul Mukminin . bacakanlah Al-Qur`an
kepadanya. Ajarkanlah hadits kepadanya. Bacakanlah syair-syair kepadanya.
Ajarkanlah padanya bagaimana berkata-kata dengan baik. Ceghlah ia dari ketawa
yang tidak pada tempatnya.ajarilah ia menghormati para syaikh dari Bani Hasyim
ketika mereka datang kepadanya”[28].
Jangan sampai ia
bersamamu kecuai ia mendapatkan sesuatu yang bermanfaat baginya tanpa
membuatnya sedih, sehingga dapat mematahkan hatinya. Kuatkanlah ia semampumu
dengan melakukan pendekatan dan kelembutan. Apabila ia membangkang, barulah
engkau boleh melakukan tekanan.
9.
Cara
yang benar dalam mengajarkan ilmu pengetahuan dan metode penerapannya
Mendikte atau
menyampaikan ilmu pengetahuan kepada para penuntut ilmu sangat bermanfaat jika
dilakukan secara bertahap, berangsur-angsur dan sedikit demi sedikit, dengan
memulai mengajarkan masalah-masalah mendasar dalam setiap bab dari ilmu
pengetahuan. Yakni, pokok-pokok pembahasan bab tersebut, mendekatkan pemahaman,
dan menjelaskannya secara global[29].
Yang perlu di perhatikan oleh pengajar adalah memahami daya pikiran dan
kesiapan pelajar untuk menerima pelajaran yang disampaikan kepadanya, hingga
sampai pembahasan akhir dari cabang ilmu tersebut.Tapi dalam fase ini, baru di
peroleh sebagiannya saja dan masih terbatas sekali[30].
Tujuan utama
dari tahapan pertama ini adalah mempersiapkannya untuk dapat memahami cabang
ilmu yang dipelajari dan memetakan masalah-masalah yang dibahasnya. Lalu
mengulangi pelajaran lagi untuk kedua kalinya, dengan memberikan pengajaran
yang lebih tinggi dari yang pertama, memberikan beberapa penjelasan dan
keterangan lebih banyak, menguraikan poin-poin yang masih global, mengemukakan
perbedaan-perbedaan dan disertai dengan pokok-pokok dasar perbedaanya hingga
keseluruhan cabang ilmu tersebut diuraikan. Metode pengajaran semacam ini akan
mengasah naluri pelajar semakin baik. Setelah itu ulangi lagi pengajaran untuk
ketiga kalinya dengan lebih tegas, sehingga tidak ada kesulitan dan ketidak
jelasan yang dibiarkan.Semua hal yang tertutup dijelaskan dan dibuka kuncinya.
Dengan cara ini, diharapkan pelajar tersebut akan merasa senang dengan cabang
ilmu yang di pelajarinya. Hal itu akan membantunya menguasai dan mengasah
nalurinya.
Inilah poin
pengajaran penting yang harus dikusai.Pengajaran tersebut dilakukan tiga kali
pengulangan seperti yang anda lihat[31].
Kadang seseorang ,enempuhnya kurnag dari itu. Ini ditentukan berdasarkan
kemampuan dan kemudahan pemahamannya.
Di masa
sekarang, kami banyak melihat para pengajar yang kami ketahui tidak memahami
metode pengajaran dan cara menerapkannya. Mereka menyempaikan masalah-masalah
yang masih tertutup dalam cabang ilmu tersebut kepada pelajar pada awal
pengajaran dan memintanya untuk memusatkan pemikirannya guna menyelesaikan
kerumitannya. Mereka menganggap bahwa cara seperti ini merupakan latihan dalam
sistem pengajaran yang benar. Mereka memaksa anak didik untuk memahami dan
mengusainya.
Dengan
pengajaran semacam ini, mereka telah mencampur adukkan pengajran yang mereka
sampaikan kepada para professional diberikan kepada para pelajar pemula dan
belum siap untuk memahaminya.Strategi semacam ini merupakan kekeliruan karena
penerimaan dan kesiapan pemahaman ilmu pengetahuan hanya dapat dilakukan secara
bertahap. Dengan cara semacam itu, maka pelajar akan merasa tidak mampu
memahami pelajaran secara keseluruhan, kecuali hanya beberapa orang saja.
Sampaikanlah pelajaran dengan cara mendekatkan pemahaman secara bertahap dan
global dengan menyertakan contoh-contoh yang realistis dan dapat dirasakan.
Kesiapan pemahaman ini harus selalu di upayakan secara bertahapdengan cara
mengulang-ulang permasalahan cabang ilmu tersebut. Lalu pindah dari pendekatan
pemahaman menuju pendalaman materi yang mempunyai kesulitan lebih tinggi.
Dengan strategi ini, diharapkan akan diperoleh insting dan persiapan yang baik.
Pada akhirnya sang pelajar akan akan mampu menguasai segala permasalahan yang
terkandung didalamnya.
Apabila seorang
pelajar pemula diberikan pengajaran yang seharusnya diberikan kepada para
professional sehingga membuatnya tidak mampu memahami dan menguasainya, dan
jauh dari kesiapan pemikiran, sehingga dirinya merasa sulit memahami ilmu
tersebut, maka hal itu akan membuatnya bermalas-malasan dan berusaha
menghindarinya serta menyelewengkan pemahamannya. Semua itu merupakan buah dari
sisem pelajaran yang buruk.
Seorang pengajar
tidak seharusnya memberikan tambahan pemahaman pada buku yang ditekuninya
berdasarkan kemampuannya sendiri kemampuan belajarnya, baik bagi pemula maupun
bagi yang sudah senior. Seorang pengajar juga tidak boleh dan
mencampurkanadukan masalah yang satu dengan yang lain hingga pelajar
memahaminya mulai awal hingga akhir, mencapai tujuan-tujuannya menguasai
nalurinya. Jika sudah dikuasai, barulah diberikan permasalahan yang lain. Sebab
apabila seorang pelajar telah memperoleh naluri dalam suatu bidang ilmu
pengetahuan, maka ia akan siap untuk menerima sisa pengajaran yang ada. Dengan
begitu ia akan tekun dan giat untuk
menambah pemahamannya hingga mendalam dan menguasai tujuan inti ilmu tersebut.
Jika pelajar
tersebut dipaksa memahami permasalahan yang bercampuraduk dan tidak teratur,
maka hal itu akan menylitkan pemahamannya.Ia akan merasakan ketumpulan dan
kedangkalan pemikirannya sehingga akan mendorongnya berputus asa, membenci ilmu
tersebut dan pengajarannya. Allah SWT berkuasa memberikan petunjuk kepada siapa
saja yang dikehendakiNya. Selain itu, janganlah memperpanjang pengajaran kepada
para pelajar dalam satu cabang ilmu pengetahuan dengan menunda-nunda kelas
pengajaran dan memisah-misahkannya. Sebab cara seperti ini merupakan medium
kelupaan dan terputusnya rangkaian permasalahan antara yang satu dengan yang
lain dalam cabang ilmu tersebut, sehingga mempersulit dihasilkannya naluri
karena pemisahan tersebut[32].
jika
permasalahan-permasalahan dari suatu cabang ilmu dapat dikuasai dari awal
hingga akhir, sehingga menghindarkannya dari kelupaan, maka akan mempermudah
dihasilkannya naluri tersebut dan pertumbuhannya. Allah SWT telah mengajarkan
kepada kalian tentang segala sesuatu yang tidak kalian ketahui.Di antara
pendekatan-pendekatan oengajaran yang baik dan metode-metode yang harus
diberikan dalam pengajaran adalah tidak mencampurkan dua cabang ilmu sekaligus
kepada pelajar. Sebab, cara seperti ini tidak memberikan pemahaman yang baik
pada kedua materi pelajaran tersebut karena menyebabkan konsentrasinya terbagi.
Konsentrasinya terbagi. Konsentrasinya berpaling dari satu cabang ilmu untuk
memahami yang lain. Dengan begitu, maka kedua-duanya tidak akan dapat dipahami
dengan baik sehingga terkesan tertutup dan sulit. Pada akhirnya, harapan pun
terpupus. Apabila pikiran difokuskan untuk mempelajari sesuatu yang diyakini
lebih mudah dipahami, maka ia akan bepeluang lebih besar untuk memahami dan
menguasainya. Semoga Allah SWT menunjukan jalan yang lurus kepada kita.
10.
Pemikiran manusia
Ketahuilah, Ibnu
Khaldun ingin membekali anda dengan mutiara berharga dalam proses belajar. Jika
anda menerimanya dengan baik dan mempraktikannya, maka anda akan memperoleh
khazanah pengetahuan yang agungdan simpanan yang berharga. Khazanah yang Ibnu
Khaldun maksud adalah bahwa pemikiran manusia merupakan karakter spesial
baginya yang dititskan Allah SWT kepadanya sebagaimana Dia menciptakan semua
makhluk[33].Pemikiran
manusia merupakan gerakan emosional jiwa di bagian tengah otak, yang terkadang
berfungsi sebagai pijakan dasar bagi semua aktivitasnya dengan penuh
keteraturan dan sistematik.Kadang pula berfungsi sebagai pijikan dasar ilmu
pengetahuan untuk mengetahui segala sesuatu yang belum di ketahuinya.
Pemikiran
manusia dapat mengilustrasikan kedua ujungnya dan dapat menetapkan atau
menafikannya, sehingga timbul pemahaman yang dapat mengkomparasikan diantara
keduanya, dengan lebih cepat darapada kedipan mata jika hanya satu cabang ilmu,
atau berpindah kepada cabang ilmu yang lain jika jumlahnya banyak. Dengan
begitu, akan diperoleh keberuntungan dengan memperoleh pemahaman yang
diharapkan. Inilah karakter pemikiran manusia, yang merupakan karakter khusus
manusia yang membedakannya dari seluruh makhluk hidup. Kemudian, ada pula ilmu
logika, yaitu cara kerja karakter pemikiran teoritis yang dapat membantu
manusia mengetahui kesalahan berpikirnya[34].
Mespikun pada dasarnya logika berpikir itu benar , tapi kadang ia mengalami
kekeliruan karena kesalahan presepsi pada kedua ujungnya yang tidak sesuai
dengan keduanya seperti karena adanya kemiripan
dalam kerangka premis-premisnya dan urut-urutannya untuk mencapai hasil.
Ilmu logika dapat membantu menyelesaikan problematika semacam ini jika ditemukan.
Jadi ilmu logika
merupakan keahlian yang disesuaikan dengan karakter pemikiran manusia dan
menyesuaikan bentuk kerjanya.Karena keberadaanya sebagai keahlian, maka banyak
kaum intelektual yang tidak mempergunakan ilmu tersebut.Dari kenyataan ini, maka
anda dapat menemukan banyak ulama dan kaum cendekiawan yang mempunyai wawasan
keilmuan dan pengetahuan luar biasa tanpa melalui atau menguasai ilmu
logika.Apalagi jika usaha dan jerih payah mereka dalam belajar disertai dengan
niat yang baik, ikhlas dan hanya mengharapkan rahmat Allah SWT. Yang merupakan
Penolong paling agung yang dapat
dimintai bantuan. Mereka ini membiarkan pemikirannya mengikuti alur yang
diberikan Allah SWT sejak dalam penciptaannya.Pemahaman pemikiran semacam ini
merupakan pengertian paling agung dan jalan mencapai karakter pemikiran yang
baik untuk memperoleh ilmu sesuai dengan yang diharapkan, sebagaimana yang
Allah SWT anugrahkan kepadanya.Selain ilmu logika ini, terdapat ilmu pengantar
lainnya dalam belajar.Yaitu mengetahui kata-kata dan petunjuknya terhadap
pengertian-pengertian yang dapat dipahami akal, yang dapat dituangkan dalam
tulisan dan diucapkan dalam percakapan.
Perrtama-tama
yang harus dilakukan adalah memahami bentuk tulisan yang menunjukan kata-kata
yang dapat diucapkan.Ini merupakan langkah yang paling ringan. Langkah
selanjutnya adalah memahami kata-kata yang terucap yang menunjukan
pengertian-pengertian yang dimaksudkan. Setelah memahami, anda juga harus
memahami aturan-aturan dalam urut-urutan pengertian kata untuk mengambil
kesimpulan dari premis-premis yang sudah popular dalam ilmu logika.Lalu
pengertian-pengertian tersebut dimurnikan atau diabstrkasikan dalam pemikiran
dan menghadapkannya pada rahmat Allah SWT dan anugrahNya.Tidak semua orang
dapat melewati fase-fase ini dengan cepat dan dapat menguasai tabir-tabir ini
dalam dunia pengajaran dengan mudah.Kadang pemikiran diharuskan berdebat untuk
dapat memahami kata-kata atau menemukan kesamaan-kesamaan petunjuk melalui
perdebatan tersebut untuk membuka kekusutan pemikiran dan ketidak jelasan. Jika
pikiran seorang pelajar kusut, maka pemahamannya akan gagal. Hampir dipastikan
tidak ada yang dapat melewati petualangan tersebut, kecuali mereka yang telah
mendapat petunjuk Allah SWT.
Jika anda
mendapat cobaan seperti itu dan merasa ragu-ragu dalam pemahaman atau
terjadinya kekacauan karena perkara-perkara yang tidak jelas dalam pemikiran
anda, maka buanglah semua kekusutan tersebut.Singkirkanlah tabir-tabir penutup
kata dan syubhat-syubhat yang menghambat. Tinggalkanlah masalah-masalah buatan
(ilmu logika) lalu berfokuslah pada cakrawala pemikiran yang alami, sebagaimana
ia diciptakan. Lapangkan perhatian dan fokuskan pikiran anda padanya untuk
dapat mendalami dan menyelami tujuan-tujuan anda seraya menghadapkan kedua kaki
anda di hadapan ilmu tersebut sebagaimana para pakar merumuskannya sebelumnya
dan mengharap limpahan cahaya tersebut kepada mereka dan mengajarkan sesuatu
yang tidak mereka ketahui sebelumnya.
Jika telah
melakukan semua itu, maka telah mendapatkan pancaran cahaya dari Allah SWT.Akan
dapat mencapai tujuan tujuan anda. Dengan begitu, akan mendapatkan presepsi
yang moderat, yang diciptakan Allah SWT sebagai konsekwensi-konsekwensi dari
pemikiran dan fitrah ini. Hal ini sebagaimana yang telah kami kemukakan
sebelumnya. Jika telah menguasai semua itu, maka kembalilah amati
perubahan-perubahan argument dan bentuk-bentuknya. Tuangkan seluruh pemahaman
padanya dan penuhi dengan kaidah –kaidah ilmu logika yang benar.Bungkusah
dengan bentuk-bentuk kata lalu tampilkan dalam dunia percakapan, yang sesuai
dengan tata bahasa dan keindahannya. Tapi jika hanya terpaku pada kata-kata dan
ketidak jelasan yang ditampilkan pada dalil-dalil ilmu logika dan berusaha
mengamati dan membedakan yang benar dan yang salah, dan semua ini merupakan
aturan-aturan yang dirumuskan manusia yang mengandung kemiripan dan ketidak
jelasan dalam bentuk dan istilah yang digunakan, maka tidak dapat membedakan
kebenaran dan kesalahan. Sebab kebenaran hanya dapat diketahui dengan jelas
jika dilakukan secara alami[35]
“itulah yang diucapkan Ibnu Khldun dalam kitabnya yang ditulis di muqaddimah
Ibnu Khaldun”. Dengan begitu maka keragua raguan dan kebimbangan akan terus
berlanjut yang mngakibatkan tabir tetap menghalangi pemahaman para pengamat.
Inilah problem yang banyak dialami
para pengamat dan kaum intelektual kontemporer. Apalagi bagi orang yang
mengalami gagap bicara sehingga pemikirannya akan terbelenggu, atau juga orang
yang sangant meyakini bahwa apa yang dilakukannya tersebut merupakan medium untuk
mencapai kebenaran yang alami, sehingga ia akan terjerumus dalam kebimbangan
antara ketidak jelasan dalil-dalil dan keragu-raguannya. Banyak dari mereka
yang tidak dapat melepaskan diri dari kebimbangan ini.Medis untuk mencapai
pengetahuan yang benar secara alami adalah melalui pemikiran alami, sebagaimana
yang telah dikemukakan, jika terbebas dari semua kebimbangan dan mendapatkan
rahmat Allah SWT.Ilmu logika merupakan ilmu uyang melukiskan aktivitas
pemikiran tersebut. Ilmu ini dapat menyeimbangkan pemikiran dan penerapannya. Karena
itu hendaklah memahami semuanya dengan baik.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa Ibnu khaldun adalah salah satu ilmuan
muslim atau tokoh muslim yang pemikirannya sangat berpengaruh terhadap berbagai
bidang seperti pendidikan, social dan lainnya. Nama lengkap beliau adalah Abdul
Rahman abu zaid waliyuddin ibn Khaldun al-maliki al-khadrami. Beliau
lahir pada tahun 733h/1332 M di Naisabur, dan meninggal dunia pada tahun 808
H/1404 M dalam usia 74 tahun. Beliau dikenal sebagai sejarawan dan
bapak sosiologi Islam yang hafal Alquran sejak usia dini. Sebagai ahli politik
Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena
pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh
telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo
(1772-1823)[36].
Ibu Khaldun dalam segala pemikiranya baik dibidang sosial,
ekonomi, politik termasuk pendidikan terdapat dalam kitabnya yang kemudian
dibuatnya sebuah qitab pembuka yaitu muqaddimah Ibnu Khaldun yang menceritakan
secara jelastentang pemikiran-pemikiranbeliau seperti dalam pendidikan yaitu:
Klasifikasi Ilmu, Tujuan Pendidikan, Metode Pembelajaran, Belajar Melalui
Pengalaman, Menggunakan Metode Induktif, Mengaitkan Pengertahuan Lama dengan
Baru, Cara yang benar dalam mendidik dan
pelakuan keras yang berdampak negatif.
B.
Saran
Melalui
keistimewaan karya beliau termasuk perjalanan
beliau bisa diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Dan juga diharapakan
sekolah, dan universitas dapat mengikuti jejak-jejak beliau dalam membimbing
pemuda-pemudi untuk masa depan yang lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrahman, Al-Allamah bin Muhammad bin
Khaldun. 2001. Muqaddimah Ibnu
Khaldun
(Karya Fenomenal Ibnu Khaldun sepanjang masa, dan waktu).
Jakarta:
Pustaka
Al-Kautsar.
Himmish, Bensalem. 2010. Ibnu Khaldun Sang Maha Guru. Tanggerang:
Lentera
Hati.
Assegaf, Abd Rachman. 2013. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam.
Jakarta: Raja
Grafindo
Persada.
TIM Pakar Fakultas Tarbiyah. 2009. Pendidikan Islam dari Paradigma Klasik
Hingga
Kontemporer. Malang: UIN-Maliki Press.
Abdullah, Yusri Abdul Ghani. 2004. Historiografi Islam. Jakarta: Raja
Garfindo
Persada.
Yatim, Badri. 1997. Historioggrafi Islam.
Ciputat: Logos Wacana Ilmu.
Biografiku. 2016. Biografi Ibnu Khaldun Peletak Dasar. (Online)
http://www.biografiku.com/2009/11/biografi-ibnu-khaldun-peletak-dasar.html, Diakses tanggal 5 Februari 2017 jam 07.15 WIB
[1] Yusri Abdul Ghani
Abdullah. 2004. Historiografi Islam.
Jakarta : RajaGrafindo Persada. Hlm. VII
[2] Tim Pakar FITK. 2009.
Pendidikan Islam dari Paradigma Klasik Hingga
Kontemporer. Malang : UIN Maliki. Hlm. 8
[3] Bensalem Himmah.
2010. Ibnu Khaldun Sang Mahaguru. Tanggerang: Lentera hati, hlm. 522
[4] Abd Rahman Assegaf.
2013. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam.
Jakarta: Rajawali Pers. Hlm. 123
[5] Yusri Abdul Ghani
Abdullah. 2004. Historiografi Islam.
Jakarta: RajaGrafindo. Hlm. 64
[6] Abd Rahman Assegaf.
2013. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam.
Hlm. 127
[7] Tim Pakar FITK. 2009.
Pendidikan Islam dari Paradigma Klasik
Hingga Kontemporer. Malang” UIN Maliki Press. Hlm.245-246
[8] Al-Allamah
Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001. Muqaddimah
Ibnu Khaldun. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, hlm. xvii-xxv
[9] Bensalem Himmish.
2010, hlm. 521-522
[10] Tim Pakar FITK.2009. Pendidikan Islam Dari Paradigma Klasik
Hingga Kontemporer. Malang: UIN
Maliki Press, hlm. 247
[11] Tim Pakar FITK.2009,
hlm. 247
[12] Tim Pakar FITK.2009,
hlm. 248
[13] Tim Pakar FITK.2009,
hlm. 249
[14] Tim Pakar FITK.2009.
hlm. 249
[15] Abd. Rachman Assegaf.
2013. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam.
Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 143
[16] Abd. Rachman Assegaf.
2013, hlm. 143
[17] Abd. Rachman Assegaf.
2013, hlm. 143
[18] Abd. Rachman Assegaf.
2013, hlm. 143
[19] Abd. Rachman Assegaf.
2013, hlm. 144
[20] Al-Allamah
Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001. Muqaddimah Ibnu Khaldun. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, hlm. 1003
[21] Al-Allamah
Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 1003
[22] Allamah Abdurrahman
bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 1004
[23] Allamah Abdurrahman
bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 1004
[24] Allamah Abdurrahman
bin Muhammad bin Khaldun. 2001., hlm. 1005
[25] Allamah Abdurrahman
bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 1006
[26] Allamah Abdurrahman
bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 1007
[27] Allamah Abdurrahman
bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 1008
[28] Allamah Abdurrahman
bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 1008
[29] Allamah Abdurrahman
bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 994
[30] Allamah Abdurrahman
bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 994
[31] Allamah Abdurrahman
bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 995
[32] Allamah Abdurrahman
bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 996
[33] Allamah Abdurrahman
bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 997
[34] Allamah Abdurrahman
bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 998
[35] Allamah Abdurrahman
bin Muhammad bin Khaldun. 2001, hlm. 999
[36] Himmis, Bessalem. 2010. Ibnu Khaldun Sang Mahaguru,hlm 521
You should see how my acquaintance Wesley Virgin's report launches in this shocking and controversial video.
BalasHapusYou see, Wesley was in the military-and soon after leaving-he discovered hidden, "SELF MIND CONTROL" secrets that the CIA and others used to get everything they want.
THESE are the EXACT same SECRETS lots of famous people (notably those who "come out of nothing") and elite business people used to become rich and famous.
You've heard that you use only 10% of your brain.
Mostly, that's because most of your BRAINPOWER is UNCONSCIOUS.
Perhaps that thought has even taken place INSIDE your own brain... as it did in my good friend Wesley Virgin's brain about 7 years ago, while riding an unregistered, garbage bucket of a car without a driver's license and in his bank account.
"I'm very fed up with going through life paycheck to paycheck! When will I finally succeed?"
You took part in those types of thoughts, isn't it so?
Your own success story is waiting to start. You need to start believing in YOURSELF.
Take Action Now!