DESENTRALISASI PENDIDIKAN INDONESIA

DESENTRALISASI PENDIDIKAN INDONESIA
(PELUANG DAN TANTANGAN DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN BERKUALITAS DAN BERTARAF INTERNASIONAL)

Ali Hasan Assidiqi (16110048)
Mahasiswa Jurusan PAI-B UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Abstrak
Artikel  ini  berbicara mengenai  tentang bagaiamana kebijakan desentralisasi pendidikan dalam menggapai peluang menuju pendidikan berkualitas. Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan  mengurus urusan pemerintahan dalam  sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan desentralisasi ditinjau dari pendidikan merupakan penyerahan wewenang dari atasan hingga sampai pada daerah dan tingkat sekolah[1]. Dalam merealisasikan desentralisasi tersebut, maka pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam mewujudkan pendidikan berkualitas dan bertaraf international seperti: perubahan kurikulum, penambahan biaya, sarana dan parasarana dll. Hal tersebut diatur dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan secara nasional. Namun dalam hal pendidikan terdapat banyak sekali hambatan dan peluang. Salah satu contoh hambatan pendidikan Indonesia adalah rendahnya kualitas dan kuantitas yang jika diteliti oleh Human Development Indeks tahun 2016 bahwa Indonseia memiliki tingkat rendahnya pendidikan mencapai 63,2%. Dari salah satu hasil penelitian tersebut tentu jika difikirkan akan menjadi hambatan paling serius karena berdampak pada bidang yang lainnya. Oleh karena itu, dengan adanya desentralisasi pendidikan inilah seharusnya daerah dan sekolah harus melakukan upaya-upaya gerakan perubahan dan tambahan dalam mendukung kebijakan pendidikan pemerintah pusat. Dengan adanya dukungan tersebut, maka bisa jadi bahwa yang semula kualitas dan kuantitas pendidikan Indonesia buruk menjadi lebih baik. Salah satu cara dalam mendudukung kebijakan pendidikan daerah pusat seperti: menetapkan wajib gerakan membaca dan organisasi, perubahan cara mengajar yang semula menetap di kelas menjadi tetap dan terjun di luar kelas, mengubah paradigma pengajaran dari berbasis sistematik-materialistik menjadi religious dan lainnya.
Keywords: Desentralisasi Pendidikan Indonesia, dan Inovasi

A.    Pendahuluan
Reformasi membawa perubahan disegala bidang salah satunya adalah otonomi daerah. Penerapan otonomi daerah dengan dasar desentrealisari ini didasari oleh keinginan menciptakan demokrasi, pemerataan, dan efisiensi. Perubahan sistem pendidikan di Indonesia telah melalui perkembangan yang panjang, hal ini seiring dengan kondisi bangsa Indonesia. Jauh sebelum Indonesia mencapai kemerdekaan, sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia adalah sistem pendidikan tradisional yang disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Pada awal kemerdekaan, para pendiri republik yang sebagian besar adalah para tokoh pendidikan, memusatkan usahanya untuk membangun sistem pendidikan nasional sebagai pengganti dari sistem pendidikan kolonial yang telah berlangsung lebih dari tiga abad. Sistem pendidikan nasional mulai menampakan bentuknya sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah[2].
Sistem pendidikan nasional telah mengalami tiga kali perubahan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989. Selama waktu tersebut, telah terjadi berbagai perubahan dan perkembangan, baik dari aspek substansi maupun kekuasaan dan kewenangan penyelenggaraannya[3].
Dari aspek substansi, telah terjadi perubahan dan perkembangan, antara lain tentang tujuan pendidikan, kurikulum, metode mengajar, penilaian pendidikan terus berlangsung dengan adanya perubahan rencana pelajaran 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, KTSP dan kini berlangsung Kurikulum 2013 serta FDS (full day school). Perubahan pada aspek kekuasaan dan kewenangan penyelenggaraan pendidikan, antara lain tampak pada perubahan sistem pendidikan nasional yang mulanya sentralistik kini menjadi sistem pendidikan nasional yang mengalami desentralisasi.
Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan  mengurus urusan pemerintahan dalam  sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai suatu sistem yang dipakai dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi, dimana sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan.
Dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah ditegaskan  bahwa sistem pendidikan nasional yang bersifat sentralistis selama ini kurang  mendorong terjadinya demokratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Sebab sistem pendidikan yang sentralisasi diakui kurang bisa mengakomodasi keberagaman daerah,  keberagaman  sekolah,  serta keberagaman peserta didik, bahkan cendrung mematikan partisipasi masyarakat dalam  pengembangan  pendidikan. Oleh karena itu, dalam pembahasan artikel ini menjelaskan tentang bagaimana kebijakan desentralisasi pendidikan yang di dalamnya terdapat peluang dan tantangan yang harus dihadapi sebagai bentuk untuk mewujudkan pendidikan berkualitas.
B.     Pengertian dan Tujuan Desentralisasi Pendidikan
Secara etimologis, istilah desentralisasi berasal dari bahasa Latin de, artinya lepas dan centrum, yang berarti pusat, sehingga bisa diartikan melepaskan dari pusat. Sementara, dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004, bab I, pasal 1 disebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengertian desentralisasi pendidikan menurut Hurst dalam Nugroho, 2000: 2), “the decentralization process implies the transfer of certain function from small group of policy-makers to a small group of authorities at the local level” dengan kata lain desentralisasi merupakan proses penyerahan fungsi-fungsi tertentu dari sekelompok kecil pembuat kebijakan kepada satu kelompok kecil pemegang kekuasaan pada tataran lokal. Definisi Hurst tersebut telah menggambarkan dengan jelas proses penyerahan fungsi-fungsi pemerintahan yang kemudian diberikan kepada pemerintah daerah. Sedangkan pengertian desentralisasi menurut (Chau dalam Nugroho, 2000: 2), desentralisasi pada konsep pendelegasian kekuasaan kepada pemerintah daerah, dengan tujuan meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya.
Secara umum desentralisai pendidikan adalah pelimpahan wewenang (autority) dan tanggung jawab (responsibility) dari institusi pendidikan tingkat pusat kepada institusi pendidikan di tingkat daerah hingga pada tingkat sekolah. Desentralisasi mengandung arti pelimpahan kekuasaan oleh pusat kepada aparat pengelola pendidikan yang ada di daerah pada tingkat propinsi maupun lokal, sebagai perpanjangan aparat pusat untuk meningkatkan efisiensi kerja dalam pengelolaan pendidikan di daerah.[4]
Dalam praktiknya, desentralisasi pendidikan berbeda dengan desentralisasi bidang pemerintahan lainnya, kalau desentralisasi bidang-bidang pemerintahan lain berada pada pemerintahan di tingkat kabupaten/kota, maka desentralisasi dibidang pendidikan tidak berhenti pada tingkat kabupaten/kota, tetapi justru sampai pada lembaga pendidikan atau sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan. Dalam praktik desentralisasi pendidikan itulah maka dikembangkanlah yang dinamakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).[5] Sedangkan tujuan utama desentralisasi adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan utnuk mengurangi beban kerja pemerintah pusat dalam upaya mensejahterakan masyarakat yang ada di daerah sehingga mampu bersaing secara internasional dan menghasilkan kualiatas masyarakat yang meiliki potensi hebat.
Dari segala pemaparan diatas disimpulkan bahwa desentralisasi pendidikan merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai proses pengambilan keputusan dan merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta sumber daya manusia termasuk profesionalitas guru yang belakangan ini dirisaukan oleh berbagai pihak baik secara regional maupun secara internasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara merata.
C.    Pelaksanaan dan Permasalahan yang Dihadapi Desentralisasi Pendidikan
Masalah utama yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini adalah keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas untuk berpartisipasi dalam peradaban kehidupan manusia yang terus mengalami perubahan[6].  Hal ini menjadi fenomena dan sekaligus masalah utama yang dihadapi dalam penyelenggaraan penddikan di Indonesi. Dalam memasuki era psar bebas ASIA PASIFIK 2020, Negara Indonesia dihadapkan pada masalah kesiapan dan kemampuan masyarakatnya dalam menghadapi persaingan glonbal yang akan muncul.  Sehubungan dengan itu W. Djojonegoro menegaskan bahwa salah satu aspek rawan yang perlu disiapkan adalah peningkatan mutu pengetahuan bangsa untuk bias bersaing di dunia internasional[7]. Hal tersebut sangatlah sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Human Development Indeks, bahwa tahun 2016 Indonesia berada pada peringkat 103 di dunia yang kwalitas sumber daya manusia sangatlah kurang, apalagi kurangnnya lapangan kerja, dan keterampilan masyarakat yang enunjukkan bahwa kualitas SDM Indonesia jauh tertinggal dibandingkan Negara tetangga seperti Malaysia, Philipina, Tahiland, dan Singapura dalam pasar global dan pendidikan masyarakat luas.[8] Apalagi Indonesia saat ini mulai menunjukkan sikap kesenjagan yang melebarnya antara kelompok Negara maju dan berkembang yang memiliki penguasaan IPTEK. Masalah diatas tentu menjadi tantangan nyata di Indonesia yang hanya bias di jawab oleh kualitas pendidikan.[9]
Indonesia dengan latar belakang geografis, etnis, social, budaya dan adat istiadat yang beraneka ragam memerlukan penataan system dan pelayanan pendidikan yang lebih demokratis sesuai tuntunan masyarakat. Untuk dapat menghasilkan pendidikan yang bermutu ditengah-tengah masyarakat yang majemuk ini, maka tnggaung jawab penyelenggaraan pendidikan nasional tidaklah cukup kalau hanya diserahkan kepada suatu pihak saja yaitu pemerintah. Keterlibatan semua pihak, pemerintah, keluarga dan masyarakat merupakan prasyarat bagi terselenggaranya pendidikan yang berkualitas. Ini mengisyaratkan perlu adanya desentralisasi pendidikan di Indonesia dalam merespon aspirasi segala pihak.
Situasi dan kondisi diatas mengarah pada penerapan desentralisasi pelaksanaan penddikan yang dalam arti berdampak langsung pada desentralisasi manajemen pendidikan, agar secara fleksibel dapat mengantisipasi keanekaragaman tuntutan local atau daerah dan lebih-lebih sekolah.
Dalam desentralisasi pendidikan sesuai dengan tuntunan reformasi tersebut, tanpaknya suatu keharusan disamping memang sejumlah peraturan Undang Undang yang telah lama ditetapkan dan dilaksanakan. Namun unruk melaksanakan desentrasilsasi pendidikan secara merata dan nasional tidaklah mudah. Hal tersebut terjadi karena masih terdapat subtansi permasalahan dalam pendidikan yang terbagi menjadi 5 sebagai berikut:[10]
1.      Kurikulum
Dalam kurikulum dijelaskan bahwasanya ada kekurangan kepercayaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Padahal jika ketahui, pemerintah daerah lebih mengetahui apa yang terjadi di daerahnya. Dengan kekurangan kepercayaan tersebut, maka dalam perubahan-perubahan kurikulum mulai dari kurikulum 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, KTSP dan kini berlangsung Kurikulum 2013 serta FDS (full day school) banyak terjadi perbedaan pendapat dan bahkan tidak maksimalnya kurikulum di tetapkan di suatu daerah[11].

2.      Sumber Daya Manusia
SDM merupakan permasalahan kedua dalam pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan data penelitian oleh Human Development Indeks, bahwa tahun 2016 Indonesia berada pada peringkat 103 di dunia yang kwalitas sumber daya manusia sangatlah kurang, apalagi kurangnnya lapangan kerja, dan keterampilan masyarakat. Kekurangan tersebut menurut latar belakang terjadi karena penataan SDM yang tidak sesuai dengan profesi dan juga latar belakang. Dengan adanya kekurangan tersebut tentu akan berakibat pada masalah SDM secara keseluruhan[12].
3.      Dana, Sarana, dan Psarana Pendidikan
Dana masayarakat yang digunakan untuk membiayai pendidikan belum maksimal mungkin teralokasi secara professional dan merata sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan di daerah tersebut. Dengan kekuirangannya dana tersebut maka berakibat pada sarana dan prasarana termasuk dalam hal pendidikan yang terbata sehingga berakibat pada keterpurukan pendidikan yang sulit terjangkau dengan baik[13].
4.      Kualitas dan Kuantitas Guru
Guru meruapakan salah satu peran yang sangat penting dalam pendidikan. Orangtua kedua meruapakan julukan yang pantas bagi seoarang guru. Dalam problematika guru tedapat bahwa kurangnya kuantitas dan kualitas guru. Hal tersebut terjadi karena banyaknya guru yang belum meiliki kemampuan khusus yang bisa menerapkan pendidikan yang sesuai dengan anak. Bukan hanya itu, walau dilihat dari kuantitas guru yang sangat ini mencapai lebih. Namun pemerataan guru terhadap daerah masih sangat kurang. Hal tersebut menurut Data BAKN menyebutkan bahwa saat ini jumlah guru mencapai 1.166.605 orang. Sedangakn jumlah SD  mencapai 145.676 sekolah. Kalau setiiap rata-rata sekolah mendapat 7, maka hanya dibutuhkan 1.019.732 guru. Dan sisanya sebanyak 146.873 orang guru.[14] Dari pemaparan diatas, tentu jika dibilang kekurangan guru rasanya tidak, namun problem guru ini terletak dari kualitas guru dalam mengajar dan kuantitas pemerataan tempat guru untuk mengajar.
5.      Peraturan dan Perundang-undangan
Dalam peraturan perundang-undang terletak kepada kuarangnya pemerintah pusat mempercayai pemerintah daerah. Hal tersebut terbukti dengan tidak sesuainya antara kenyataan denganUU Nomor 5 Tahun 1974 dalam saat ini. Seperti PP yang mengatur seluruh tingkat II itu sama dan seragam, padahal setiap daerah memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda-beda[15].
Dari segala pemaparan diatas tentu perubahan kebijakan dengan membuat inovasi dan strategi yang lebi baik harus dilakukan.




D.    Strategi dan Inovasi Penyempurnaan Implementasi Desentralisasi Pendidikan di Indonesia
Saat ini kita sudah pasti tahu bahwa pendidikan di Indonesia masih rendah. Walaupun sampai saat ini dalam hal pemerintah terus melakukan perbaikan terhadap proyek-proyek secara keseluruhan, juga harus ada perbaikan dari yang sifatnya individu.
Dalam sisi global atau umum, pemerintah Indonesia dalam menangani masalah tentang pendidikan dimulai dengan menerapkan prubahan dari proyek satu ke proyek yang lainnya. Proyek strategi tersebut seperti: Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP), Pendidikan oleh Masyarakat, orang Tua dan Guru (Paming), Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Strenghtening The Planing and Management Capilibities of The Provies in The Educatoin Sector (STEPPES), Community Participacing in Planing and Management of Education Resourse (COPLANER) dan Primaty Education Quality Improvement Project (PEQIP)[16]. Sedangkan dilihat dari segi individual adalah dengan pengangkatan guru, penambahan buku dan dana bantuan masyarakat sekolah dll.
Namun jika hal diatas dilakukan, buktinya saat ini kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia masih kurang. Apa penyebabnya? Dari problematika yang ada bhawa disebutkan ada 5 hal problem paling utama yaitu: Kurikulum, Sumber Daya Manusia (SDM), Dana Sarana Prasarana Pendidikan, Guru, dan Peraturan Pemerintah. Dari 5 problem utama tersebut, cara yang paling efektif adalah dengan mengunakan strategi yang tidak bertolak belakang dengan hal diatas. Tetapi menambah atau memperbaiki kekurangan serta menambahakan hal-hal lainnya yang bias mendukung dan memajukan pendidikan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan bertaraf internasional. Cara-cara tersebut sebagai berikut:
1.      Gerakan Wajib Membaca dan Organisasi (GWMO)
GWMO sebenanrya adalah nama yang penulis gabungakn antara kegiatan literasi dan organisasi. Gerakan wajib ini sebenarnya sudah banyak kita kenal dan berhasil. Hal tersebut berangkat diadakan karena mengingat dari beberapa penelitian menjerlaskan bahwa indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001, artinya dari setiap 1000 penduduk, hanya satu orang yang memiliki minat membaca. Untuk mengatasi tersebut maka gerakan wajib membaca dan organisasi menjadai solusi dalam permasalahan tersebut. Dengan berjalannya kegaiatan tersebut tentu juga akan memicu terhadap kreatifitas dan kecerdasan masyarakat di dunia pendidikan sehingga dapat menjadikan pendidikan kita adalah berkualitas dan mampu bersaing di tahap internasional.
2.      Pendidikan Outdour dan Indour
      Pendidikan ini adalah strategi pendidikan yang sangat mengutamakan terhadap wawsan secara langsung. Hal tersebut bertujuan agar peserta didik dapat merasakan secara langsung dan juga dapat mendapat pelajaran yang sifanya tidak bosann atau tidak berfokus pada ruang kelas saja. Bahkan dalam buku karya besar ulama muslim yaitu Ibnu Khaldun yaitu Muqaddimah Ibnu Khaldun menjelasakan bahwa pendidikan yang sifanya condong terhadap paraktek secara langsung lebih relewan darin pada metode ceramah atau mengahafal[17].
3.      Paradigma Berbasis Religius
Dalam pendidikan ini bersifat religious dikarenakan ada beberapa hal yang melatarbelangi. Salah satunya adalah banyaknya peserta didik yang tidak mengikuti norma agama dan bahkan akhlaqnya tidak baik secara wajar. Hal tersebut seperti angka banyaknya penyalahgunaan narkoba yang pada survey tahun 2016 oleh BNN bahwa 5,1 juta jiwa penduduk Indonesia mengunakan narkoba yang pada setiap tahunnya adalah 15 ribu[18]. Nah, dari contoh satu tersebut dalam pendidikan ini lebih bersifat pada agama dan akhlaq. Sehingga yang semula mempelajari agama di sekolah umum itu minim, dapat terrealisasi lebih banyak dan jika perlu dengan mengunakann system sekolah berbasis Islami.
E.     Penutup
Dari segala pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Secara umum desentralisai pendidikan adalah pelimpahan wewenang (autority) dan tanggung jawab (responsibility) dari institusi pendidikan tingkat pusat kepada institusi pendidikan di tingkat daerah hingga pada tingkat sekolah. Dan tujuan utama desentralisasi adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan utnuk mengurangi beban kerja pemerintah pusat dalam upaya mensejahterakan masyarakat yang ada di daerah sehingga mampu bersaing secara internasional dan menghasilkan kualiatas masyarakat yang meiliki potensi hebat.
Dalam aspek tantangan dan permasalahan, terdapat lima point dasar yang harsu dibenahi seperti: kurikulum, sumber daya manusia, kualitas dan kuantitas guru, dana sarana psarana pendidikan serta peraturan yang sifatnya belum memadai. Dari problematika tersebut terntu perubahan dan dukungan dengan berbagai kegaiatan tambahan yang baru harus dilaksanakan dalam bidang pendidikan. Salah satunya adalah penerapan gerakan wajib membaca dan literasi, pembelajaran bersifat outdour dan indour serta paradigm pengajaran yang lebih bersifat religius.

DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Ali dan Mukti Ali. 2003. Kapita Seleta Pendidikan Islam. Jakarta: 
Pedoman Ilmu Jaya.
Zaki, Ahmad. 2016.  Buku UU Desa Tahun 2014 Nomor 6. Jakarta: Azizah
Publisher.
E. Mulyasa. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Hasbullah. 2010. Otonomi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
W. Djojonegoro. 2004. Visi dan Strategi Pembangunan Pendidikan untuk Tahun
2020. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Rohmad, Ali. 2004. Kapita Selekta Pendidikan Jakarta: Bima Ilmu.
Khaldun, Al-Allamah Abdurrahman bin Muhammad. 2001. Muqaddimah Ibnu
Khaldun. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Detik.com. 2017. “Pengunnan Narokba Tahun 2016 di Indonesia
https:m.detik.com/pengunaan-narkoba-tahun-2016-di-Indonesia.html.



[1] Ali hasan dan Mukti Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003), 175
[2] Ahmad  Zaki, Buku UU Desa Tahun 2014 Nomor 6, (Jakarta: Azizah Publisher, 2016), 27
[3] Ali hasan dan Mukti Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003), 175
[4] E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005), 22
[5] Hasbullah, Otonomi Pendidikan,( Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010), 12-14.
[6] Ali hasan dan Mukti Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003),
   178
[7] W. Djojonegoro. Visi dan strategi pembangunan pendidikan untuk tahun 2020. (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya 2004),  4
[8] Ali hasan and Mukti Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003), 179
[9] Ali hasan dan Mukti Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam, 180
[10] Ali hasan dan Mukti Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam, 187
[11] Ali hasan dan Mukti Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam, 188
[12] Ali hasan dan Mukti Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam , (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 200), 188
[13] Ali hasan dan Mukti Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam, 188
[14] Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan (Jakarta: Bima Ilmu, 2004), 37
[15] Ali hasan dan Mukti Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam, 189
[16] Ali hasan dan Mukti Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003), 184
[17] Al-Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), 1003
[18] https:m.detik.com/pengunaan-narkoba-tahun-2016-di-Indonesia.html 

Komentar