DESENTRALISASI
PENDIDIKAN INDONESIA
(PELUANG
DAN TANTANGAN DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN BERKUALITAS DAN BERTARAF
INTERNASIONAL)
Ali
Hasan Assidiqi (16110048)
Mahasiswa Jurusan PAI-B UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang
Abstrak
Artikel ini
berbicara mengenai tentang
bagaiamana kebijakan desentralisasi pendidikan dalam menggapai peluang menuju
pendidikan berkualitas. Desentralisasi
merupakan penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan desentralisasi ditinjau
dari pendidikan merupakan penyerahan wewenang dari atasan hingga sampai pada
daerah dan tingkat sekolah[1].
Dalam merealisasikan desentralisasi tersebut, maka pemerintah mengeluarkan
berbagai kebijakan dalam mewujudkan pendidikan berkualitas dan bertaraf
international seperti: perubahan kurikulum, penambahan biaya, sarana dan
parasarana dll. Hal tersebut diatur dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan secara nasional. Namun dalam hal pendidikan terdapat banyak sekali
hambatan dan peluang. Salah satu contoh hambatan pendidikan Indonesia adalah
rendahnya kualitas dan kuantitas yang jika diteliti oleh Human Development
Indeks tahun 2016 bahwa Indonseia memiliki tingkat rendahnya pendidikan
mencapai 63,2%. Dari salah satu hasil penelitian tersebut tentu jika difikirkan
akan menjadi hambatan paling serius karena berdampak pada bidang yang lainnya.
Oleh karena itu, dengan adanya desentralisasi pendidikan inilah seharusnya
daerah dan sekolah harus melakukan upaya-upaya gerakan perubahan dan tambahan
dalam mendukung kebijakan pendidikan pemerintah pusat. Dengan adanya dukungan
tersebut, maka bisa jadi bahwa yang semula kualitas dan kuantitas pendidikan
Indonesia buruk menjadi lebih baik. Salah satu cara dalam mendudukung kebijakan
pendidikan daerah pusat seperti: menetapkan wajib gerakan membaca dan organisasi,
perubahan cara mengajar yang semula menetap di kelas menjadi tetap dan terjun
di luar kelas, mengubah paradigma pengajaran dari berbasis sistematik-materialistik
menjadi religious dan lainnya.
Keywords:
Desentralisasi
Pendidikan Indonesia, dan Inovasi
A.
Pendahuluan
Reformasi membawa perubahan disegala
bidang salah satunya adalah otonomi daerah. Penerapan otonomi daerah dengan
dasar desentrealisari ini didasari oleh keinginan menciptakan demokrasi,
pemerataan, dan efisiensi. Perubahan sistem pendidikan di Indonesia
telah melalui perkembangan yang panjang, hal ini seiring dengan kondisi bangsa
Indonesia. Jauh sebelum Indonesia mencapai kemerdekaan, sistem pendidikan yang
berkembang di Indonesia adalah sistem pendidikan tradisional yang disesuaikan
dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Pada awal kemerdekaan, para pendiri
republik yang sebagian besar adalah para tokoh pendidikan, memusatkan usahanya
untuk membangun sistem pendidikan nasional sebagai pengganti dari sistem
pendidikan kolonial yang telah berlangsung lebih dari tiga abad. Sistem
pendidikan nasional mulai menampakan bentuknya sejak terbitnya Undang-Undang
Nomor 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah[2].
Sistem
pendidikan nasional telah mengalami tiga kali perubahan dari Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1950, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954, dan Undang-Undang Nomor
2 Tahun 1989. Selama waktu tersebut, telah terjadi berbagai perubahan dan
perkembangan, baik dari aspek substansi maupun kekuasaan dan kewenangan
penyelenggaraannya[3].
Dari aspek
substansi, telah terjadi perubahan dan perkembangan, antara lain tentang tujuan
pendidikan, kurikulum, metode mengajar, penilaian pendidikan terus berlangsung
dengan adanya perubahan rencana pelajaran 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975,
kurikulum 1984, kurikulum 1994, KTSP dan kini berlangsung Kurikulum 2013 serta
FDS (full day school). Perubahan pada
aspek kekuasaan dan kewenangan penyelenggaraan pendidikan, antara lain tampak
pada perubahan sistem pendidikan nasional yang mulanya sentralistik kini
menjadi sistem pendidikan nasional yang mengalami desentralisasi.
Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai suatu sistem
yang dipakai dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi,
dimana sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk
dilaksanakan.
Dalam konteks
pelaksanaan otonomi daerah ditegaskan bahwa sistem pendidikan nasional
yang bersifat sentralistis selama ini kurang mendorong terjadinya
demokratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Sebab sistem
pendidikan yang sentralisasi diakui kurang bisa mengakomodasi keberagaman
daerah, keberagaman sekolah,
serta keberagaman peserta didik, bahkan cendrung mematikan partisipasi
masyarakat dalam pengembangan pendidikan. Oleh karena itu,
dalam pembahasan artikel ini menjelaskan tentang bagaimana kebijakan
desentralisasi pendidikan yang di dalamnya terdapat peluang dan tantangan yang
harus dihadapi sebagai bentuk untuk mewujudkan pendidikan berkualitas.
B.
Pengertian
dan Tujuan Desentralisasi Pendidikan
Secara
etimologis, istilah desentralisasi berasal dari bahasa Latin de, artinya lepas dan centrum, yang berarti pusat, sehingga
bisa diartikan melepaskan dari pusat. Sementara, dalam Undang-undang No. 32
tahun 2004, bab I, pasal 1 disebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengertian desentralisasi
pendidikan menurut Hurst dalam Nugroho, 2000: 2), “the decentralization
process implies the transfer of certain function from small group of
policy-makers to a small group of authorities at the local level” dengan
kata lain desentralisasi merupakan proses penyerahan fungsi-fungsi tertentu
dari sekelompok kecil pembuat kebijakan kepada satu kelompok kecil pemegang
kekuasaan pada tataran lokal. Definisi Hurst tersebut telah menggambarkan
dengan jelas proses penyerahan fungsi-fungsi pemerintahan yang kemudian
diberikan kepada pemerintah daerah. Sedangkan pengertian desentralisasi menurut
(Chau dalam Nugroho, 2000: 2), desentralisasi pada konsep pendelegasian
kekuasaan kepada pemerintah daerah, dengan tujuan meningkatkan efisiensi dalam
penggunaan sumberdaya.
Secara umum desentralisai pendidikan
adalah pelimpahan wewenang (autority) dan tanggung jawab (responsibility)
dari institusi pendidikan tingkat pusat kepada institusi pendidikan di tingkat
daerah hingga pada tingkat sekolah. Desentralisasi mengandung arti pelimpahan
kekuasaan oleh pusat kepada aparat pengelola pendidikan yang ada di daerah pada
tingkat propinsi maupun lokal, sebagai perpanjangan aparat pusat untuk
meningkatkan efisiensi kerja dalam pengelolaan pendidikan di daerah.[4]
Dalam
praktiknya, desentralisasi pendidikan berbeda dengan desentralisasi bidang
pemerintahan lainnya, kalau desentralisasi bidang-bidang pemerintahan lain
berada pada pemerintahan di tingkat kabupaten/kota, maka desentralisasi
dibidang pendidikan tidak berhenti pada tingkat kabupaten/kota, tetapi justru
sampai pada lembaga pendidikan atau sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan
pendidikan. Dalam praktik desentralisasi pendidikan itulah maka dikembangkanlah
yang dinamakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).[5] Sedangkan tujuan utama desentralisasi adalah untuk
mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan utnuk mengurangi beban kerja
pemerintah pusat dalam upaya mensejahterakan masyarakat yang ada di daerah
sehingga mampu bersaing secara internasional dan menghasilkan kualiatas
masyarakat yang meiliki potensi hebat.
Dari segala
pemaparan diatas disimpulkan bahwa desentralisasi pendidikan merupakan salah satu model
pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai proses pengambilan
keputusan dan merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan
serta sumber daya manusia termasuk profesionalitas guru yang belakangan ini
dirisaukan oleh berbagai pihak baik secara regional maupun secara internasional
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara merata.
C.
Pelaksanaan
dan Permasalahan yang Dihadapi Desentralisasi Pendidikan
Masalah utama
yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini adalah keterbatasan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas untuk berpartisipasi dalam peradaban kehidupan
manusia yang terus mengalami perubahan[6].
Hal ini menjadi fenomena dan sekaligus
masalah utama yang dihadapi dalam penyelenggaraan penddikan di Indonesi. Dalam
memasuki era psar bebas ASIA PASIFIK 2020, Negara Indonesia dihadapkan pada
masalah kesiapan dan kemampuan masyarakatnya dalam menghadapi persaingan
glonbal yang akan muncul. Sehubungan
dengan itu W. Djojonegoro menegaskan bahwa salah satu aspek rawan yang perlu
disiapkan adalah peningkatan mutu pengetahuan bangsa untuk bias bersaing di
dunia internasional[7].
Hal tersebut sangatlah sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Human
Development Indeks, bahwa tahun 2016 Indonesia berada pada peringkat 103 di
dunia yang kwalitas sumber daya manusia sangatlah kurang, apalagi kurangnnya
lapangan kerja, dan keterampilan masyarakat yang enunjukkan bahwa kualitas SDM
Indonesia jauh tertinggal dibandingkan Negara tetangga seperti Malaysia,
Philipina, Tahiland, dan Singapura dalam pasar global dan pendidikan masyarakat
luas.[8]
Apalagi Indonesia saat ini mulai menunjukkan sikap kesenjagan yang melebarnya
antara kelompok Negara maju dan berkembang yang memiliki penguasaan IPTEK.
Masalah diatas tentu menjadi tantangan nyata di Indonesia yang hanya bias di
jawab oleh kualitas pendidikan.[9]
Indonesia dengan
latar belakang geografis, etnis, social, budaya dan adat istiadat yang beraneka
ragam memerlukan penataan system dan pelayanan pendidikan yang lebih demokratis
sesuai tuntunan masyarakat. Untuk dapat menghasilkan pendidikan yang bermutu ditengah-tengah
masyarakat yang majemuk ini, maka tnggaung jawab penyelenggaraan pendidikan
nasional tidaklah cukup kalau hanya diserahkan kepada suatu pihak saja yaitu
pemerintah. Keterlibatan semua pihak, pemerintah, keluarga dan masyarakat
merupakan prasyarat bagi terselenggaranya pendidikan yang berkualitas. Ini
mengisyaratkan perlu adanya desentralisasi pendidikan di Indonesia dalam
merespon aspirasi segala pihak.
Situasi dan
kondisi diatas mengarah pada penerapan desentralisasi pelaksanaan penddikan yang
dalam arti berdampak langsung pada desentralisasi manajemen pendidikan, agar
secara fleksibel dapat mengantisipasi keanekaragaman tuntutan local atau daerah
dan lebih-lebih sekolah.
Dalam
desentralisasi pendidikan sesuai dengan tuntunan reformasi tersebut, tanpaknya
suatu keharusan disamping memang sejumlah peraturan Undang Undang yang telah
lama ditetapkan dan dilaksanakan. Namun unruk melaksanakan desentrasilsasi
pendidikan secara merata dan nasional tidaklah mudah. Hal tersebut terjadi
karena masih terdapat subtansi permasalahan dalam pendidikan yang terbagi
menjadi 5 sebagai berikut:[10]
1. Kurikulum
Dalam kurikulum
dijelaskan bahwasanya ada kekurangan kepercayaan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah. Padahal jika ketahui, pemerintah daerah lebih mengetahui apa
yang terjadi di daerahnya. Dengan kekurangan kepercayaan tersebut, maka dalam
perubahan-perubahan kurikulum mulai dari kurikulum 1964, kurikulum 1968,
kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, KTSP dan kini berlangsung
Kurikulum 2013 serta FDS (full day
school) banyak terjadi perbedaan pendapat dan bahkan tidak maksimalnya
kurikulum di tetapkan di suatu daerah[11].
2. Sumber
Daya Manusia
SDM merupakan
permasalahan kedua dalam pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan data penelitian
oleh Human Development Indeks, bahwa tahun 2016 Indonesia berada pada peringkat
103 di dunia yang kwalitas sumber daya manusia sangatlah kurang, apalagi
kurangnnya lapangan kerja, dan keterampilan masyarakat. Kekurangan tersebut
menurut latar belakang terjadi karena penataan SDM yang tidak sesuai dengan
profesi dan juga latar belakang. Dengan adanya kekurangan tersebut tentu akan
berakibat pada masalah SDM secara keseluruhan[12].
3. Dana,
Sarana, dan Psarana Pendidikan
Dana masayarakat
yang digunakan untuk membiayai pendidikan belum maksimal mungkin teralokasi
secara professional dan merata sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan di daerah
tersebut. Dengan kekuirangannya dana tersebut maka berakibat pada sarana dan
prasarana termasuk dalam hal pendidikan yang terbata sehingga berakibat pada
keterpurukan pendidikan yang sulit terjangkau dengan baik[13].
4. Kualitas
dan Kuantitas Guru
Guru meruapakan
salah satu peran yang sangat penting dalam pendidikan. Orangtua kedua
meruapakan julukan yang pantas bagi seoarang guru. Dalam problematika guru
tedapat bahwa kurangnya kuantitas dan kualitas guru. Hal tersebut terjadi
karena banyaknya guru yang belum meiliki kemampuan khusus yang bisa menerapkan
pendidikan yang sesuai dengan anak. Bukan hanya itu, walau dilihat dari
kuantitas guru yang sangat ini mencapai lebih. Namun pemerataan guru terhadap
daerah masih sangat kurang. Hal tersebut menurut Data BAKN menyebutkan bahwa
saat ini jumlah guru mencapai 1.166.605 orang. Sedangakn jumlah SD mencapai 145.676 sekolah. Kalau setiiap
rata-rata sekolah mendapat 7, maka hanya dibutuhkan 1.019.732 guru. Dan sisanya
sebanyak 146.873 orang guru.[14]
Dari pemaparan diatas, tentu jika dibilang kekurangan guru rasanya tidak, namun
problem guru ini terletak dari kualitas guru dalam mengajar dan kuantitas
pemerataan tempat guru untuk mengajar.
5. Peraturan
dan Perundang-undangan
Dalam peraturan
perundang-undang terletak kepada kuarangnya pemerintah pusat mempercayai
pemerintah daerah. Hal tersebut terbukti dengan tidak sesuainya antara
kenyataan denganUU Nomor 5 Tahun 1974 dalam saat ini. Seperti PP yang mengatur
seluruh tingkat II itu sama dan seragam, padahal setiap daerah memiliki potensi
dan kemampuan yang berbeda-beda[15].
Dari segala
pemaparan diatas tentu perubahan kebijakan dengan membuat inovasi dan strategi
yang lebi baik harus dilakukan.
D.
Strategi
dan Inovasi Penyempurnaan Implementasi Desentralisasi Pendidikan di Indonesia
Saat ini kita
sudah pasti tahu bahwa pendidikan di Indonesia masih rendah. Walaupun sampai
saat ini dalam hal pemerintah terus melakukan perbaikan terhadap proyek-proyek
secara keseluruhan, juga harus ada perbaikan dari yang sifatnya individu.
Dalam sisi
global atau umum, pemerintah Indonesia dalam menangani masalah tentang
pendidikan dimulai dengan menerapkan prubahan dari proyek satu ke proyek yang
lainnya. Proyek strategi tersebut seperti: Proyek Perintis Sekolah Pembangunan
(PPSP), Pendidikan oleh Masyarakat, orang Tua dan Guru (Paming), Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA), Strenghtening The
Planing and Management Capilibities of The Provies in The Educatoin Sector
(STEPPES), Community Participacing in
Planing and Management of Education Resourse (COPLANER) dan Primaty Education Quality Improvement
Project (PEQIP)[16].
Sedangkan dilihat dari segi individual adalah dengan pengangkatan guru,
penambahan buku dan dana bantuan masyarakat sekolah dll.
Namun jika hal
diatas dilakukan, buktinya saat ini kualitas dan kuantitas pendidikan di
Indonesia masih kurang. Apa penyebabnya? Dari problematika yang ada bhawa
disebutkan ada 5 hal problem paling utama yaitu: Kurikulum, Sumber Daya Manusia
(SDM), Dana Sarana Prasarana Pendidikan, Guru, dan Peraturan Pemerintah. Dari 5
problem utama tersebut, cara yang paling efektif adalah dengan mengunakan
strategi yang tidak bertolak belakang dengan hal diatas. Tetapi menambah atau
memperbaiki kekurangan serta menambahakan hal-hal lainnya yang bias mendukung
dan memajukan pendidikan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan
bertaraf internasional. Cara-cara tersebut sebagai berikut:
1.
Gerakan Wajib
Membaca dan Organisasi (GWMO)
GWMO sebenanrya
adalah nama yang penulis gabungakn antara kegiatan literasi dan organisasi.
Gerakan wajib ini sebenarnya sudah banyak kita kenal dan berhasil. Hal tersebut
berangkat diadakan karena mengingat dari beberapa penelitian menjerlaskan bahwa
indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001, artinya dari setiap 1000
penduduk, hanya satu orang yang memiliki minat membaca. Untuk mengatasi
tersebut maka gerakan wajib membaca dan organisasi menjadai solusi dalam
permasalahan tersebut. Dengan berjalannya kegaiatan tersebut tentu juga akan
memicu terhadap kreatifitas dan kecerdasan masyarakat di dunia pendidikan
sehingga dapat menjadikan pendidikan kita adalah berkualitas dan mampu bersaing
di tahap internasional.
2.
Pendidikan Outdour
dan Indour
Pendidikan
ini adalah strategi pendidikan yang sangat mengutamakan terhadap wawsan secara
langsung. Hal tersebut bertujuan agar peserta didik dapat merasakan secara
langsung dan juga dapat mendapat pelajaran yang sifanya tidak bosann atau tidak
berfokus pada ruang kelas saja. Bahkan dalam buku karya besar ulama muslim
yaitu Ibnu Khaldun yaitu Muqaddimah Ibnu Khaldun menjelasakan bahwa pendidikan
yang sifanya condong terhadap paraktek secara langsung lebih relewan darin pada
metode ceramah atau mengahafal[17].
3.
Paradigma
Berbasis Religius
Dalam pendidikan
ini bersifat religious dikarenakan ada beberapa hal yang melatarbelangi. Salah
satunya adalah banyaknya peserta didik yang tidak mengikuti norma agama dan
bahkan akhlaqnya tidak baik secara wajar. Hal tersebut seperti angka banyaknya penyalahgunaan
narkoba yang pada survey tahun 2016 oleh BNN bahwa 5,1 juta jiwa penduduk
Indonesia mengunakan narkoba yang pada setiap tahunnya adalah 15 ribu[18].
Nah, dari contoh satu tersebut dalam pendidikan ini lebih bersifat pada agama
dan akhlaq. Sehingga yang semula mempelajari agama di sekolah umum itu minim,
dapat terrealisasi lebih banyak dan jika perlu dengan mengunakann system
sekolah berbasis Islami.
E.
Penutup
Dari segala
pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Secara umum desentralisai pendidikan
adalah pelimpahan wewenang (autority) dan tanggung jawab (responsibility)
dari institusi pendidikan tingkat pusat kepada institusi pendidikan di tingkat
daerah hingga pada tingkat sekolah.
Dan tujuan utama desentralisasi adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada
masyarakat dan utnuk mengurangi beban kerja pemerintah pusat dalam upaya
mensejahterakan masyarakat yang ada di daerah sehingga mampu bersaing secara
internasional dan menghasilkan kualiatas masyarakat yang meiliki potensi hebat.
Dalam aspek tantangan dan permasalahan, terdapat lima point
dasar yang harsu dibenahi seperti: kurikulum, sumber daya manusia, kualitas dan
kuantitas guru, dana sarana psarana pendidikan serta peraturan yang sifatnya
belum memadai. Dari problematika tersebut terntu perubahan dan dukungan dengan
berbagai kegaiatan tambahan yang baru harus dilaksanakan dalam bidang
pendidikan. Salah satunya adalah penerapan gerakan wajib membaca dan literasi,
pembelajaran bersifat outdour dan indour serta paradigm pengajaran yang lebih
bersifat religius.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasan,
Ali dan Mukti Ali. 2003. Kapita Seleta
Pendidikan Islam. Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya.
Zaki, Ahmad.
2016. Buku UU Desa Tahun 2014 Nomor 6. Jakarta: Azizah
Publisher.
E.
Mulyasa. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Hasbullah. 2010. Otonomi Pendidikan. Jakarta:
PT Rajagrafindo Persada.
W.
Djojonegoro. 2004. Visi dan Strategi
Pembangunan Pendidikan untuk Tahun
2020.
Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Rohmad, Ali. 2004. Kapita Selekta Pendidikan Jakarta: Bima Ilmu.
Khaldun, Al-Allamah Abdurrahman bin Muhammad. 2001. Muqaddimah Ibnu
Khaldun.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Detik.com.
2017. “Pengunnan Narokba Tahun 2016 di
Indonesia”
https:m.detik.com/pengunaan-narkoba-tahun-2016-di-Indonesia.html.
[1] Ali hasan dan Mukti
Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003), 175
[3] Ali hasan dan Mukti
Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003), 175
[4] E.
Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2005), 22
[6] Ali hasan dan Mukti
Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003),
178
[7] W. Djojonegoro. Visi dan strategi pembangunan pendidikan
untuk tahun 2020. (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya 2004), 4
[8] Ali hasan and Mukti
Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003), 179
[9] Ali hasan dan Mukti
Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam,
180
[10] Ali hasan dan Mukti
Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam,
187
[11] Ali hasan dan Mukti
Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam, 188
[12] Ali hasan dan Mukti
Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam ,
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 200), 188
[13] Ali hasan dan Mukti
Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam,
188
[14] Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan (Jakarta: Bima
Ilmu, 2004), 37
[15] Ali hasan dan Mukti
Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam,
189
[16] Ali hasan dan Mukti
Ali, Kapita Seleta Pendidikan Islam
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003), 184
[17] Al-Allamah
Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun. (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2001), 1003
[18]
https:m.detik.com/pengunaan-narkoba-tahun-2016-di-Indonesia.html
Komentar
Posting Komentar